Entitled43

35 5 6
                                    

Ai begitu santai, menikmati waktunya membaca buku sambil goyang kaki. "Tuan Putri, mengapa belakangan ini Anda tidak melakukan apa-apa dan hanya bersantai?" Pelayannya itu bertanya. 

"Tidak ada yang perlu terburu-buru, semua akan terjadi perlahan.." Ai meletakkan bukunya, "Ji sudah mengirim Monice jauh. Monice tidak bisa menggagalkan rencanaku lagi sekarang." Ia tersenyum lebar, mengerikan. 

"Mereka tengah bermain didalam kubangan yang aku buat." Mata Ai entah menatap kemana, tapi ia terlihat begitu menikmati imajinasinya. 

Sementara di Istana Prajurit, Rey berbincang dengan Sarah. "Sarah.. aku tidak merasa bekerja dengan Putri Ai adalah hal yang baik." Rey akhirnya mengungkapkan ketidaksetujuannya. 

"Lalu?" 

"Apa Anda begitu membenci Monice?" Rey ingin memastikannya, "Kalau orang yang bersama dengan ibu lebih lama daripada aku bisa dibenci, apa aku juga akan dibenci kalau tidak melakukan sesuai apa yang ibu mau?" 

Sarah terdiam mendengarnya. "Aku tidak membenci Moca," akunya, "Aku hanya merasa aku membesarkannya tanpa tahu kalau ia akan mempersulit keadaan." 

"Aku tidak ingin tahta. Kalau bisa aku ingin hidup menjaga ibu di luar istana." Rey sudah memikirkannya, ia tidak merasa singgasana tahta adalah hal yang cocok dengannya. 

"Rey. Kau sudah bersumpah dihadapan Putri Ai, apa kau lupa?" 

"Aku hanya tidak ingin ibu membenci Monice." 

"Ck, tenanglah, setelah kau naik tahta aku akan memperlakukan Moca dengan baik." 

Rey mengerat rahangnya, "Apapun itu, perlakukan Monice dengan baik." 

Setelah tahu identitasnya, Rey bisa menduga kalau perseteruan Monice dan Sarah mungkin karena dirinya. Monice pasti sudah tahu identitasnya sejak lama tapi ia tidak bisa memberitahunya karena ia bukan siapa-siapa. Tetap saja, Rey memiliki kekecewaan. 

Mira mengetahui dari Syd kalau Monice ada di Istana Musim Panas bersama dengan Raja dan Ratu. Ia jadi bertanya-tanya apa maksud Kak Ai yang mengatakan padanya Monice tidak membantu Ji padahal pangeran sendiri yang mengirimnya ke sana. Tapi biarpun begitu, ia tidak mengeluarkan suaranya, ia sekarang dekat dengan Ji dan itu cukup. 

"Syd.. coba carikan_"

"Syd tengah pergi ke kementerian" tanggap Mira cepat ketika Ji bersuara. 

"Ah, benar.. Aku akan mencarinya sendiri." Ji berdiri dari kursinya dan menjelajahi jilidan kertas sambil menghela napas. Pekerjaan tidak ada habisnya, ia belum tidur, tapi masih akan menghadiri rapat sore ini. "Pangeran Ji, saya akan membuatkan teh, tunggu sebentar," Mira segera berdiri dari mejanya. 

"Tidak usah." Ji kaget sendiri mendengar suaranya yang agak ketus. 

"Itu bisa menenangkan Anda sedikit.." Mira memaksa idenya. 

"Kubilang tidak usah," ia tersenyum, menghaluskan nadanya. 

Mira justru hendak berjalan keluar tetap melaksanakannya. "Anda memerlukannya." 

Ji menahan lengan Mira. "Hah. HENTIkan aku lelah." Ia menatap Mira menahan kesal, "Tidak ada waktu, aku harus segera rapat. Kalau kau ada waktu untuk menyeduh teh sebaiknya selesaikan pekerjaanmu." 

Mira terdiam. Ia hanya berusaha yang terbaik, kenapa masih salah juga? Matanya berkaca-kaca. 

"Aku tidak bermaksud membentakmu." Ia menepuk bahu Mira dan berjalan ke mejanya, menandai kertas dengan penanya dan berjalan keluar dari ruangan. 

Ia masih bingung dengan jadwal Ji dan Syd. Terkadang ia tinggal di ruangan sendirian tanpa tahu bagaimana cara yang tepat untuk menyelesaikan tugasnya. 

My Moca II : MoniceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang