Entitled55

41 9 1
                                    

Monice mengerjapkan matanya. Menjernihkan pandangannya. Lagi-lagi mengetahui ia berada di tempat yang asing, ia menoleh. Putri Yo Ai? 

Ia segera duduk. Saat ini ia merasa tengah disuguhi pemandangan paling lemah dari Yo Ai yang tengah tertidur lelap. 

Monice memandangi wajah perempuan yang tengah tertidur tanpa penjagaan itu. Imut. Monice menyadari tangan Ai mencoba meraba kasur di sampingnya seolah mencari tubuhnya. Hal itu membuat Monice tanpa sadar kembali membaringkan tubuhnya menindih tangan Ai. 

Bibir Ai membentuk curva sabit merasakan rasa hangat itu. Monice memandangi Ai.. benar, ia juga manusia biasa. Ai mendekatkan tubuhnya dan memeluknya, membuat Monice jadi meragukan keputusannya membaringkan diri tadi. 

"Tidur lagi," bisik Ai ke telinganya. Ini pertama kalinya, pertama kalinya ia bisa tidur begitu dalam. Tubuh kecil Monice membuatnya merasa gemas dan hangat ketika memeluknya. Karena ini hari terakhir, biarkan ia merasa damai lebih lama lagi. 

Monice hanya diam, memutuskan untuk kembali menutup matanya di pelukan hangat Ai. 

Ketika Monice membuka mata untuk yang kedua kalinya, wajah mereka saling berdekatan. Merasa ada yang menatapnya, Ai juga membuka matanya, ia tersenyum tipis. 

"Monice.. ini permintaan terakhirku.." Senyum yang berbeda dengan senyum psikopatik yang biasanya ia tunjukkan. "Aku harus menebus kesalahanku pada kerajaan ini.. kau juga marah karena perang yang terjadi, kan.." 

"Nyatakan kalau aku mempunyai niatan untuk mencuri posisi mahkota dan hendak membunuh Ji. Eksekusi mati harus dijatuhkan padaku." Tangan Ai merapikan rambut Monice kebelakang telinganya. 

Mata Monice melebar mendengar hal itu, tapi Ai hanya memainkan rambut magentanya. "Tidak apa.. aku memang salah, aku menerimanya." 

Monice menggeleng. Baru hari ini ia melihat sosok paling manusiawi dari Ai masa ia sudah akan kehilangannya? 

"Aku mohon, meskipun aku harus ke neraka, aku ingin bertemu dengan Ruiz di jalan menuju kematian setidaknya sekali saja.." 

Monice menggeleng, matanya jadi berkaca-kaca dan air matanya mengalir. Membuat Ai ikut tersenyum sendu, "Monice.. terima kasih.. bisa tidur dengan nyenyak sekali saja.. itu sudah cukup." 

Ia tahu cerita dari raja, ia tahu Ai hanyalah gadis malang yang merasa kegagalan menyelamatkan pamannya adalah kesalahannya. Merasa ia harus mengontrol semua di tangannya agar tidak lagi kehilangan satu pun pasir. Ambisinya membuat buta, bahwa itu mustahil. 

"Itu bukan salah Ai.." ucap Monice sebelum tangisnya pecah.

Ai terdiam mendengar ucapan itu. Ia tahu dosanya sebesar bumi, tapi gadis itu mengatakan itu bukan salahnya. "Terima kasih." Dari sekian banyak orang, Monice adalah yang pertama kali mengatakannya. "Andai tidak terlambat untuk menjadi temanmu." Ai tersenyum kemudian duduk di ranjangnya. 

Ai berdiri dan berjalan keluar hanya dengan piyamanya. Membuat Monice segera berlari dan mengikutinya dari belakang. 

"Hahah, jangan mengikutiku, aku tidak suka." 

"Aku tidak mengikuti, aku menemani." 

"Benar juga, aku jadi tidak merasa kesepian." Ai berjalan enam langkah di depan Monice, tapi Monice tidak mengejarnya. Membiarkan jarak mereka selalu sama. 

Mereka berjalan naik ke loteng. Kemudian Ai berjalan ke atas genting dan berbalik kearah Monice yang masih berada di naungan loteng. "Jangan kemari, di sini dingin sekali." Monice tidak menggubris, ia berjalan mendekat dan angin berhembus kuat, dingin. 

My Moca II : MoniceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang