Sudah beberapa hari Mira berbaring sakit di ranjang. Pikirannya terlalu mengkhawatirkan Ji yang tidak kunjung kembali padahal seminggu lebih telah berlalu.
Mira sudah selalu menunjukkan kesukaannya pada Pangeran Ji sejak kecil, jadi orang tuanya bahkan seisi rumah bisa menduga apa yang membuat nona mereka jatuh sakit.
Ayahnya menghela napas melihat putrinya buta cinta terhadap Pangeran Yo. "Tenang, Mira, Ayah juga tengah mencoba mengurusnya.."
Mira dengan wajah merah demam itu menatap mata ayahnya. Ia ingin mempercayakan masalah ini ketangan ayahnya. "Gadis itu akan pergi dan Pangeran Ji akan kembali." Mendengarnya, baru Mira kembali tertidur lelap.
Sementara suasana kediaman Ratu semakin memanas. "Sebenarnya kemana perginya anak itu?!" Ratu berteriak keras saking marahnya.
Kedua anaknya sama sekali tidak bisa dipercaya. Yang muda, memiliki kemampuan dan diberikan kepercayaan, tapi justru menghilang di saat-saat penting. Yang tua, memiliki kemampuan luar biasa tapi otaknya penuh rencana licik.
Yo Ai sudah pergi ke Kerajaan Altaria, mengatakan menyutujui perjodohannya dengan Ruiz. Namun, Ratu tidak percaya Ai tidak memiliki rencana.
Akibat perkataan Ai juga, ayahnya, Raja Emeria semakin buruk kondisi kesehatannya.
"Panggil Syd kemari! Aku akan bertanya secara langsung padanya kemana Ji pergi!"
Suasana istana jadi memburuk.
Sarah sendiri tidak bisa tertidur membayangkan apa saja yang mungkin terjadi kepada Monice. Andrass yang kembali mendapati berita gadis itu kabur menjadi suram rautnya.
Andrass menantang junior yang membuli Monice. Menghajar mereka dengan emosi. Akibatnya ia mendapat skors dan dipulangkan selama tiga hari.
Hari terus berlalu, tapi baik Ji dan Monice masih belum kembali.
.
.
.
Monice menikmati hidup barunya di Kota Edam, Pusat Emeria Selatan. Saat siang ia bekerja sebagai asisten sepasang suami istri yang bekerja di bengkel. Saat sore, ia berjalan-jalan atau membersihkan kamarnya.
Saat malam datang, ia kembali menangis mengenang Liel.
Sudah lebih dari seminggu ia tinggal tapi masalah baru yang tak pernah diundang, datang. Dua hari belakangan ini ada beberapa sosok yang mengikutinya kemanapun ia pergi.
Sore selesai bekerja dari bengkel, ia mengambil pedang yang terpajang di kamarnya dan berjalan menuju padang rumput yang sepi.
Benar saja, kumpulan pemuda yang berisi enam orang itu mengikutinya. Ketika mereka sudah bersembunyi di balik bukit dan tidak ada siapapun melihat, mereka mengelilingi gadis itu sambil menodongkan masing-masing senjata mereka.
Monice menghunuskan pedangnya.
Tang!
Monice mengelak belati yang dilempar ke arahnya. Picik sekali enam orang lawan satu. "Kali ini apa? Rantai? Panah?" Matanya mengamati orang-orang didepannya. Mereka memiliki senjata istimewa yang bukan berasal dari pasukan kerajaan manapun. Entah kenapa ia tidak ingin percaya teori di kepalanya: Kalau kelompok yang menyerangnya ternyata bukan perampok dan ada orang yang ingin menghabisinya.
Ia melihat musuhnya satu persatu, mereka membawa senjata berat seperti tongkat pukul, tombak, kapak besar, dan pedang dua tangan.
Monice mengernyit. Ini seolah musuhnya sudah mengetahui kelemahannya. Ia kecil dan tidak seberapa kuat, senjata seperti itu jelas tidak sepadan.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Moca II : Monice
FantasiSeorang gadis yang kehilangan, tidak berharap sebuah akhir yang bahagia, ia ingin akhir yang secepatnya. Tapi seseorang mengikat dirinya tetap tinggal, "Aku tidak akan memaafkan dunia, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri kalau aku kehilangan ka...