Tahun baru, musim dingin kembali datang. Salju menemani perjalanan Ji dan Monice menuju Pusat Kerajaan Timur. Mereka berdua berkuda untuk sampai ke acara pemakaman dan penobatan raja baru.
Adalah pemakaman mewah seorang raja yang Monice tengah lihat. Ribuan orang dengan pakaian tebal serba hitam, berada di samping jalanan. Peti dihantar dengan pasukan militer rapi yang berjajar, serta foto berbingkai emas Raja Kerajaan Timur itu dibawa oleh Pangeran Ruiz sendiri.
Tiga hari setelahnya, pesta besar-besaran diadakan. Penobatan Pangeran Mahkota Ruiz Altarian sudah dilakukan di katedral. Raja Ruiz menunjukkan karismanya yang terlihat begitu mantap dan gagah duduk di atas tahta. Disampingnya duduk tunangannya, Putri Yo Ai dari Kerajaan Emeria.
Pesta yang diadakan dua hari itu berlangsung dengan baik. Cuacanya tetap bersahabat dengan hanya sedikit salju yang turun setiap harinya.
Raja Ruiz hanya mau berdansa dengan Putri Yo Ai, bahkan menolak untuk berdansa dengan Putri Kerajaan lain. Ji yang mengetahuinya turut merasa bahagia. Kakaknya yang selalu menolak perjodohan itu terlihat serasi dengan Raja Ruiz.
"Selamat Yang Mulia Ruiz!" Ji mengucapkannya kembali di ruang makan dimana hanya ada mereka bertiga. "Kakakku bukan orang yang mudah, bahkan aku tidak menduga aku akan punya kakak ipar sampai melihat kalian berdua kemarin."
Ruiz tersenyum tipis mendengarnya. "Putri Ai begitu menawan aku bersyukur belum ada orang lain yang mendapatkannya."
"Menawan? Hm.." Ji berpikir, "kurasa kata 'menyandera' lebih tepat." Pernyataan itu membuat Ruiz tertawa kecil.
"Ji, bilang pada Ayah dan Ibu kalau aku akan pulang awal bulan depan." Perkataan Yo Ai membuat mereka bertiga terdiam.
"Kak Ai, apa maksudmu?" Ji mengernyit mendengarnya.
"Ai, kau serius?" Ruiz menggenggam tangannya, tapi Ai menarik tangannya.
"Aku sudah pernah membicarakannya denganmu, toh aku hanya dinobatkan menjadi tunanganmu, aku masih bisa pergi sesuka hati ku." Setegas-tegasnya Ruiz, masih lebih keras kepala Ai.
Ruiz kembali menggenggam kedua tangan Ai. Membaca suasananya, Ji menunjukkan senyum ramahnya, "Kalian bincangkan dulu baik-baik, biar aku pergi dari sini." Ji bangkit berdiri dan keluar, menghampiri Monice yang menunggu di ruang berbeda.
Monice segera berdiri, "Bagaimana Pangeran Ji?"
"Sudah selesai." Ji tersenyum, ia mengabaikan pemikiran kalau pertunangan Ai dan Ruiz mungkin sedikit bermasalah.
Monice ikut bersyukur tugas sudah selesai, "Kalau begitu apa ada yang ingin Anda lakukan? Hari ini hari terakhir kita menetap di kapital."
"Tidak, kau pasti lelah, kita kembali saja ke penginapan." Ji sudah memperhatikan belakangan ini. Ia mempelajari fakta baru kalau Monice tidak kuat dengan cuaca dingin. Mengajaknya jalan-jalan keluar ia rasa bukan ide yang bagus.
Ruiz masih berada di ruangan, membujuk Ai supaya menemaninya tinggal di Istana. "Aku bukannya melarangmu pergi. Kalau sekadar mengunjungi orang tuamu aku tidak keberatan. Aku juga ingin menemui mereka." Tidak peduli dengan apa yang Ruiz katakan, Ai menatapnya dengan kesal.
"Seharusnya kau lebih bersyukur aku menyempatkan waktuku datang kemari. Kalau tidak aku pasti masih di Emeria sekarang." Ai akhirnya mengatakan hal yang awalnya tidak ingin ia katakan.
".... Maaf, aku tau aku tidak berhak." Ruiz memalingkan wajahnya menghindari tatapan Ai. "Aku tau, mimpimu sejak kecil sampai sekarang masih tetap sama."
"Selama ini aku selalu ingin mengundangmu kemari. Karena aku merasa mimpimu terlalu berbahaya."
"Tsk, Ruiz, kau pikir aku tidak bisa mengatasinya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Moca II : Monice
FantasíaSeorang gadis yang kehilangan, tidak berharap sebuah akhir yang bahagia, ia ingin akhir yang secepatnya. Tapi seseorang mengikat dirinya tetap tinggal, "Aku tidak akan memaafkan dunia, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri kalau aku kehilangan ka...