Entitled32

41 7 1
                                    

"Bicaralah." Ratu duduk di ruang kerjanya berhadapan dengan Monice. 

Monice duduk rapi di depan ratu, tapi ekspresinya ketus. "Saya mendapat informasi dimana hanya keluarga kerajaan saja yang bisa mengonfirmasi hal ini."

Ratu mengangguk, "Jadi, apa informasi itu?" 

Monice terdiam sebentar, kemudian membuka mulutnya, "Peperangan yang terjadi dengan Kerajaan Leitonian dan Kerajaan Anaran, direncanakan oleh anggota Keluarga Kerajaan." Monice memeriksa ekspresi Ratu yang menjadi kaku. "Putri Yo Ai. Apa itu benar?" 

Ratu mematung selama beberapa detik, kemudian mengembalikan ketenangannya dan mengaku, "Benar, itu rencana Putri Yo Ai dan ia melakukannya secara rahasia." 

Sudah ia duga, Ratu tidak ragu mengonfirmasinya sebagai kesalahan Putri Yo Ai. 

"Salah satu kerugian terbesar adalah kematian Komandan Liel." Ratu semakin curiga terhadap Monice yang mengungkit kejadian lama itu. "Tapi dari informasi yang kudapatkan, Keluarga Kerajaanlah yang memintanya untuk gugur di medan perang?" 

Kali ini Ratu menutup matanya, mengambil napas dalam-dalam, tangannya meremat gaunnya. "Ah, penyebabnya karena ketenaran Komandan Liel dan Pangeran Ji sama-sama kuat. Posisi tahta harus kepada orang yang memiliki dukungan terbanyak, bukan begitu?" 

"Monice." Ratu membuka matanya, menatap Monice dengan wajah yang kembali tenang. "Jangan membahas hal yang sudah berlalu." 

"Kaitannya dengan sekarang adalah Putri Yo Ai jelas-jelas menantang posisi mahkota Pangeran Ji, kenapa tidak memintanya melakukan hal yang sama seperti yang Anda katakan pada Liel?" Monice tidak takut menatap lurus mata ratu di depannya. 

"Kau memintaku mengatakannya pada anakku sendiri?" 

Monice mengerti raja dan ratu berbeda dengan orang tuanya yang tidak ragu menginjaknya seperti seekor kecoa. 

"Yang Mulia juga tidak memikirkan perasaan keluarga Eli ketika mengatakannya." 

"Eli.." Ratu menarik alisnya sarkas, "Ia sudah mati, tapi kenapa namanya terus terdengar sampai ke telingaku?" ucapnya pelan.

Air mata Monice mengalir tanpa di perintah. Ia hanya terlalu sensitif dengan nama itu. 

Ratu menyipitkan matanya melihat Monice menangis, "Apa hubunganmu dengan Eli?"
"Seingatku kau hanyalah pengembara. Tapi kau berani memanggilnya dengan nama Liel?" 

"Liel," ucap Monice sekali lagi, "Kakakku." 

Ratu mengernyit mendengar hal ambigu itu. "Kau seorang pendukungnya? Eli tidak punya cukup waktu untuk dekat dengan orang lain ketika tugasnya begitu banyak." Ia berpikir kemudian mengangguk-angguk, "Benar juga, kau pasti menarik perhatian Ji karena kau tau tentang Eli." 

Monice menahan diri untuk menghela napas, ia berdiri, "Saya pamit, berkat dan kelimpahan bagi Kerajaan Emeria." Ia berjalan cepat membuka pintu ruangan itu. Melihat sebentar pelayan yang merupakan mata-mata Putri Ai melalui sudut matanya dan berlalu dari situ. 

Ia berjalan cepat di lorong, ingin segera keluar dari lingkungan istana. 

"Oh, Momo! Kau ada di istana? Kenapa tidak mampir ke istana prajurit? Ada banyak sekali daging hasil lomba berburu, kau bisa minta Madam Sarah memasaknya untukmu." William temannya itu memanggilnya. 

Monice menoleh, tatapan tajamnya membuat senyum tiga orang prajurit penjaga itu langsung turun. Mereka mendekati Monice karena khawatir. "Apa yang terjadi? Ada masalah dengan Yang Mulia Ratu?" William melihat Monice jejak jalan Monice, dari Istana Emas. 

My Moca II : MoniceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang