Andrass bertepuk tangan bahagia sambil berjalan berdampingan dengan Ji diikuti menteri-menteri. "Benar! Menunggu bisa menyelesaikan masalah."
Ji tersenyum tipis menatap Andrass yang kelihatannya begitu senang. Sementara Andrass menggelengkan kepalanya, "Wah.. Putri itu dengan berani mengatakan ia menyukai pangeran kerajaan lain.." Andrass benar-benar kalah pikir.
"Pangeran Ji, Anda sudah mengetahuinya?"
"Tidak, aku hanya membiarkan pangeran itu merayunya. Ia terlihat tulus menyukainya jadi aku membiarkan mereka memiliki waktu bersama," terang Ji.
"Bagus, mereka sudah tidak punya alasan lain untuk menolak proposal jalur dagang lagi! Kita bisa pulang!" Andrass menjentikkan jarinya. Para menteri itu ikut tertawa senang.
Mereka mulai berkemas. Melajukan kuda mereka ke pelabuhan. Menatap ujung laut, disanalah Emeria!
"Nonaa!~" Thea masuk ke ruangan Monice dengan wajah berbunga, membuat Monice yang menatapnya ikut tersenyum juga. "Ada apa? Kau dilamar seseorang?"
"E en!" Ia menggeleng kuat. "Pangeran Ji sudah naik ke atas kapal kemarin siang!" Monice menganga kecil, ia ikut senang. "Dari beritanya ia sudah menyelesaikan semua tugasnya tanpa terkecuali! Kepergiannya bahkan mendapat salam perpisahan dari tiga kerajaan, ia membawa banyak oleh-oleh untuk Emeria!"
"Kau sudah memastikan hanya orang-orang kita yang melayani Pangeran?" Monice memastikan sekali lagi dan Thea kembali mengangguk. "Tidak perlu khawatir, mereka adalah orang-orang profesional yang memiliki banyak pengalaman tentang kejahatan di atas kapal! Mereka akan memeriksa apapun yang mencurigakan untuk melindungi Pangeran Ji!"
Baru kemudian Monice mengangguk. "Nonaa~"
"Hm?" Monice mengangkat alis. Ekpresinya megatakanan: Apa ada berita baik lainnya?
"Itu tadi sudah berita yang luar biasa.. apa kita tidak bisa merayakannya?" Monice mengernyit mendengar ide Thea. "Orangnya saja belum kita lihat, kau sudah mau merayakannya?"
"Ayo jalan-jalan! Membeli pakaian, perhiasan, makan-makanan pasar! Beli apapun yang Anda lihat!" Thea semangat sekali mengusulkan idenya. Monice hendak menolak, tapi melihat Thea mengedip-kedipkan matanya, ia jadi tidak tega menolak. "Baiklah, aku akan bersiap dulu." Monice membereskan surat terakhirnya.
"Yey!" sorak Thea, "Aku akan siapkan pakaian yang hangat, musim gugur sudah datang!"
Mereka menyusuri jalanan. Monice dan Thea sudah seperti teman. Monice juga tidak keberatan saling berdekatan dengan Thea dan mengobrol ringan. "Ah.. hangat," respon Thea ketika ubi bakar itu masuk ke mulutnya. "Ini manis.." selera Monice terhadap makan-makanan manis masih belum berubah. "Tidak, jangan makan lagi, masih ada banyak makanan yang belum di coba." Thea melarang Monice membeli ubi bakar lebih.
Pepohonan sudah menguning dan daunnya berguguran mengotori jalanan.
"Eih, nona, kenapa banyak sekali?" Thea mengeluh ketika melihat Monice membawa empat permen kapas, dua di masing-masing tangan.
"Aku suka ini. Kau makan saja yang lain, aku tidak mau."
"Umh." Thea mendekatkan antar alisnya. "Sini bagi!" Ia membuka mulutnya dan tangannya mendorong gula kapas itu dari stiknya, memasukkan satu gula kapas itu ke mulut. "Ah.. Theaa.." Monice agak kecewa, tapi juga terkagum melihat seberapa cepat Thea menghabiskan satu buah permen kapas. "Hehe, enak." Melihat Thea yang hanya bersikap lucu, Monice tertawa.
"Habis ini makan apa?" Monice bertanya kepada Thea, tapi Thea justru menggeleng. "Nona, Anda harus memilih beberapa baju baru!"
"Kalau makan lebih banyak, pinggangnya bisa tidak muat!" Monice terkekeh mendengar Thea. "Semua pakaianku masih cukup, kau tahu aku tidak bertambah tinggi lagi."
Kemudian Monice mengamati Thea, "Wah.. Thea, sepertinya kau yang bertambah tinggi."
Thea agak ragu tapi ia mengangguk pelan.
"Bagus, kita pilih baju untuk kau saja," ucapan Monice membuat Thea mengedip beberapa kali. "Nonaaa??? Kekayaan Anda buat apa kalau Anda tidak menggunakannya pada diri sendiri?!"
"Karena itu kau biarkan aku makan makanan manis lebih banyak."
"Wah.. benar-benar.." Thea mengatakannya kemudian kembali terkekeh. "Ah, omong-omong, Anda akan menyambut kepulangan Pangeran Ji dengan cara apa?"
"Hm? Aku akan menunggunya di pelabuhan."
"Ah.. yah.. sungguh tidak romantis." Thea hanya bisa menggeleng. "Em, Anda tidak menyampaikan informasi ini ke istana? Yang Mulia Ratu pasti senang mendengar berita ini."
"Tidak ada gunanya. Yang Mulia tidak begitu peduli kecuali orang itu berdiri di depan matanya." Thea mengangguk mendengarnya. "Kalau begitu aku akan melarang Anda pergi ke istana sampai Pangeran Ji pulang."
Mereka tidak saling berbicara dan hanya menikmati suasananya selama beberapa saat.
"AH, aku suka musim gugur, tapi sayang, dingin!" seru Thea, "Nona ku ini tidak tahan dingin tau! Jadi aku ikut tidak suka dingin!"
"Pfft, ahahah, apa yang kau lakukan?" Monice merasa lucu karena Thea melakukan hal yang tidak ia tebak.
Mereka kembali mengobrol sampai akhirnya Thea berseru,
"Disini! Ini adalah desainer baru yang sedang tren akhir-akhir ini!" Monice ikut mengalihkan pandangannya ke bangunan di sebelahnya.
Mengamati bangunan dan plang nama, ia kembali terkekeh, "Tentu aku tahu. Kitalah yang berinvestasi untuk desainer merk ini."
"HAH? Sungguh?"
"Ahahah!" Monice terbahak.
"Oh? Lady Kannelite! Kebetulan sekali!" Mendengar suara Mira, mood Monice yang bagus itu langsung anjlok. Mira dan Ibunya baru keluar dari kereta kuda yang tidak jauh dari samping mereka.
"Duchess George, Lady George." Begitu juga mood Thea ketika memberi salam kepada dua orang itu. Ia tahu benar identitas Monice, jadi ia ikut merasa tidak suka dengan marga George itu.
"Ibu, dia Monice Kanne_"
"Untuk apa kau menyapa orang seperti dia? Aku masuk lebih dulu, cepatlah menyusul." Nyonya George terlihat kesal dan masuk ke butik itu lebih dulu.
"Kau, temannya?" Mira melihat ke arah Thea, "Bisa tinggalkan kami? Aku ingin berbincang sebentar dengannya."
Thea merasa tidak sudi diperintah oleh Mira. Namun ketika ia melihat anggukan Monice, ia menurut dan masuk ke butik lebih dahulu.
"Sebenarnya bisa berbincang di dalam, tapi aku takut pelayan mendengarnya.. Seperti yang kau lihat, aku berusaha mengenalkanmu pada Ibu." Mendengar kalimat yang dilontarkan Mira itu membuat Monice merasa risih.
"Kau sudah melepaskan identitasmu sebagai George, tapi kau tetap berhubungan darah dengan orang tuaku. Sekali lagi aku minta maaf mewakili keluargaku."
"Lady George_"
"Sudah kubilang di surat agar kita saling menyapa ketika bertemu. Aku melakukan itu!"
Monice hendak kesal tapi ketika ia menatap wajah Mira, ia tidak tega dan hanya menghela napas. "Jangan pernah memanggilku atau mengenaliku lagi lain kali."
"Maaf. Aku hanya ingin kita baikan."
"Ja_uph!" Monice bisa merasakan tangan yang seolah menyerobot tubuhnya dan kain putih bersedatif yang menutup mulut dan hidungnya. Ia hendak bereaksi, tapi pandangannya menggelap sebelum ia bisa melawan.
______________
KAMU SEDANG MEMBACA
My Moca II : Monice
FantasiaSeorang gadis yang kehilangan, tidak berharap sebuah akhir yang bahagia, ia ingin akhir yang secepatnya. Tapi seseorang mengikat dirinya tetap tinggal, "Aku tidak akan memaafkan dunia, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri kalau aku kehilangan ka...