"Jangan sedikit-sedikit, habiskan.." Gadis itu pucat pasi. Tangannya meremas kemeja baju tidurnya. "Habiskan.." Ji memaksa gadis yang memilih kesakitan daripada minum obat itu dengan menjejalkan isi mangkuk itu.
Sarah sudah turun melayani Mira.
"Nanti, kau bisa bertemu Eli tapi nanti.. Akhirnya kau pasti bertemu, jangan buru-buru.." Ia menggunakan sapu tangannya untuk mengelap keringat dingin yang membasahi wajahnya.
Gadis itu tidak mendengar. Ia tidak peduli.
"Monice.. Bukan lagi Monica dari keluarga George, bukan Moca adik kesayangan Eli, tapi Monice orang yang harus aku lindungi."
.
.
.
Mira menggigit bibirnya khawatir. Ia sudah mendengar gadis itu masih setengah sadar akan apa yang terjadi.
Pangeran tidak boleh dekat-dekat dengan Ji.
Fakta bahwa Sarah sendiri tidak tau mengapa Ji bisa sepeduli itu kepada Moca membuatnya semakin yakin: Gadis Pembawa Sial.
Ia juga tidak bisa memberitahu Ji kalau gadis itu pembawa sial karena ia sudah pernah bilang ia tidak terlalu kenal gadis itu.
Mira berdiri, ia berjalan cepat menaiki tangga. "Lady, tolong tunggu lebih lama.." Mira tidak mau mendengarkan.
Klek. Ketika Mira sampai, Ji lebih dulu membuka pintu, Mira agak tersentak ke belakang. "Maaf, Anda pasti menunggu lama.."
"Aku tidak tau kau begitu peduli dengan perempuan itu, Pangeran Ji." Ia tidak menyembunyikan kekesalannya.
Ji hanya tersenyum tipis.
Ya, dia peduli, dan akan lebih peduli lagi.
Ia menawarkan tangannya membuat senyum Mira langsung mengembang dan menggandeng tangannya. Mereka pergi ke taman yang tidak jauh dari situ.
"Kau jadi gila kerja.. Pasti karena kepergian Eli.."
"Bunga ini cantik.." Ji memetik bunga itu dan menyelipkannya ke telinga Mira.
"Eh??" Wajah Mira langsung memerah.
"Pangeran Ji.. tolong jaga kesehatan."
"Sudah lama aku tidak jalan jalan, aku sampai lupa burung burung itu begitu indah."
Mata Mira menatap mata Ji yang memandang ke langit. "Aku akan sering-sering mampir, memastikan kau istirahat mulai sekarang."
"Lady Mira, Tuan George sudah menunggu di kereta." Pelayannya sudah menghampirinya. Mira dan Ji saling tersenyum sebelum Mira berjalan pergi.
Ji memandang langit biru yang cerah. "Dasar Eli.. bagi gadis itu hanya kau yang indah. Tega sekali kau membuatnya sebagai alasan kematianmu.. Tega sekali kau membuatku merasa begitu berdosa seperti ini." Ia tersenyum sedih, ia juga punya banyak cerita yang belum disampaikan. Ia juga punya pertanyaan yang harus diselesaikan.
"Apa yang akan kau lakukan? Kau tidak bisa kembali meskipun gadis itu berubah menjadi mayat hidup kehilangan sumber energinya." Ia berharap saat itu juga Eli datang ke sebelahnya, setidaknya berdiri disana.
"Bagaimana aku harus membantunya?"
"Ini mengerikan." Harinya kini selalu terasa ganjil karena perubahan tanpa peringatan.
.
.
.
"Mo.. hm? hari ini juga kau belum mengenalku?" Andrass mengacak rambut Monice. "Ini makan." Ia memberikan apel iris itu kepada Monice.
"Kalau begini caranya semua juniormu pasti akan mengalahkanmu tahun depan. Aish." Ia memasukkan apel itu ke dalam mulutnya.
"Sebenarnya aku lebih suka kalau kau tetap begini.. Kurasa akan lebih mengerikan kalau kau ingat apa yang terjadi ya kan.."
"Tapi kau semakin kurus, tidak pernah tersenyum, warna kulitmu juga berubah menjadi pucat karena tidak pernah latihan di bawah terik matahari.."
"Haruskah aku menarik Eli kembali kesini?" Andrass tersenyum linglung, "Apa fraksi holistik bisa melakukannya ya?"
Ia berbicara pada Monice. Tapi gadis itu hanya diam. Sudah beberapa hari dan mereka sudah menyerah mencoba menyadarkan Monice kembali.
"Tsk, kemana anak rakus yang biasanya aku kenal? Kenapa begitu lama untuk seiris apel.."
"Mereka jadi berubah coklat.."
Andrass sendiri hanya menemuinya sehabis makan pagi. Ia hanya memeriksa apakah gadis itu baik baik saja.
Sementara ketika siang dan malam ia sengaja tidak mendekat ruangan itu. Karena ia tidak ingin menumpuk kebencian kepada keluarga yang tidak ia kenal, keluarga yang berani menyakiti orang yang tidak bisa melawan.
Sarah harus memaksa gadis itu meminum obatnya setiap jamnya tiba. Atau gadis itu akan kesakitan akibat beberapa organ dalamnya yang luka.
Sementara Ji harus menahan diri di depan Mira.
Bagaimana bisa ia mengobrol dengan tenang.
Monice tengah sekarat di ranjang, sementara Mira mengajaknya bersantai dan makan makanan enak.
Ia tidak bisa lupa fakta siapa yang membuat gadis itu menjadi mayat hidup.
Masa ia harus berterima kasih, karena mereka Monice kehilangan ingatannya?
SR:
There's a point o two(.02) bcz yeah, I actually have finished writing 5 chapters but I don't feel like it. Eventually, the idea was flowing so I just wrote and... yea this is not bad??
Thanks for the vote, that's means a lot to me!
Yea ofc!! I was actually ready to dump this story.
I WAS EVEN THINKING OF DELETING THIS. SO THANK YOU FOR THE VOTES!
KAMU SEDANG MEMBACA
My Moca II : Monice
FantasySeorang gadis yang kehilangan, tidak berharap sebuah akhir yang bahagia, ia ingin akhir yang secepatnya. Tapi seseorang mengikat dirinya tetap tinggal, "Aku tidak akan memaafkan dunia, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri kalau aku kehilangan ka...