Entitled22

77 12 6
                                    

"Lady Kannelite, Pangeran Yo datang menemui Anda." Mata panda Monice menatap sayu ke bawahannya. "Hm? En, tolong sajikan teh herbal untuk dua orang." 

Ia mengingat tidak ada jadwal pertemuan hari itu. Kalaupun ada ia pasti belum menyelesaikan tugas yang diberikan. 

Ji masuk, manik mata mereka saling bertemu. "Tsk, hahah," Monice merasa geli melihat kondisi Ji justru lebih buruk darinya. Berwajah merah dan mata sayu, Ji duduk di sofa, menyandarkan tubuhnya yang sudah pegal-pegal. 

"Pertemuannya dibatalkan jadi aku kemari." 

Monice menghela napas mendengarnya, "Seharusnya Anda istirahat dengan benar." Monice beranjak dari kursi kerjanya dan berjalan mendekati Ji. Tangannya memeriksa suhu tubuh Ji.

"Duduk." Ji menarik tangan Monice pelan. Monice kembali berdecak ketika telapak tangannya menyentuh dahi Ji yang hangat. "Kenapa kemari? Seharusnya beristirahat dengan benar di istana." Monice duduk di sebelah Ji. 

Ji hanya tersenyum tipis ketika akhirnya ia bisa meletakkan kepalanya di pangkuan Monice.  "Aku lebih suka disini, tidak ada yang peduli denganku di istana." 

Monice menatap wajah Ji. Tangannya menyapu rambut Ji pelan. Membiarkan Ji tertidur di pangkuannya.

Langit berwarna jingga kemerahan ketika Ji terbangun di pangkuan Monice. "Monice.." Ji melihat Monice yang masih tertidur dengan posisi bersandar sofa yang terlihat sangat tidak nyaman.

Ia memposisikan dirinya untuk duduk, menuang teh yang sudah dingin itu dan meminumnya. Ia membaringkan Monice dengan benar di sofa dan merapikan rambutnya. 

Ia mengamatinya sebentar, mengambil tangan dan menciumnya. "Kau juga harus menjaga dirimu sendiri." Ia mengecup bibir Monice. 

Ji pergi meninggalkan ruangan setelah memastikan Monice tidur dengan tenang. 

"Berkat dan kelimpahan bagi Kerajaan Emeria.." Ulia, pembantu Monice membungkuk, "Pangeran Yo, apa Anda mau meminta jadwal Nona Monice yang baru?" Ji mengangguk, mendapatkan selembar kopian jadwal yang tidak kalah padat dengannya. 

Ji menghela napas membacanya. "Sudahlah, aku pergi dahulu. Pastikan Monice makan tepat waktu!" 

Ulia mengangguk melihat Ji berjalan menuruni tangga. 

.

.

.

Rey merapikan bajunya kemudian mengetuk pintu, mengatakan namanya dan masuk ketika suara Ai menyuruhnya masuk. Rey tidak berani bertatapan dengan Ai yang berdiri menyambutnya. 

"Duduklah, aku ingin bertanya beberapa hal." Ai menunjukkan senyum percaya dirinya dan ikut duduk di sofa. "A-ah, baik," Rey tergagap, ia tidak tahu apa yang akan dibicarakan Tuan Putri dengannya. 

"Heheh, tidak perlu takut." Ai berhenti sejenak dan hanya memandangi Rey dengan senyuman psikopatik miliknya. Rey yang merasa tidak nyaman dengan tatapan Ai hanya bisa menggerakkan tangan dengan gelisah diatas pahanya. "Tuan Putri Yo..?" Ia mencoba mengganti suasana yang tidak nyaman itu. 

"Ah.. maaf.. kau terlihat mirip dengan seseorang.." Yo Ai masih berseringai, "Kau mengingatkanku pada lukisan Pangeran Yo El." 

Perkataan Ai sama sekali tidak mengurangi rasa canggung Rey duduk disana. Pangeran Yo El adalah suami Sarah yang telah meninggal, ia tidak pernah melihat wajahnya jadi ia tidak tahu mirip apanya. 

"Hm.. kau pasti belum pernah melihatnya, ada beberapa lukisan Pangeran Yo El yang disimpan di galeri khusus.. lain kali aku akan membawamu kesana." Ai sengaja menjaili Rey. 

My Moca II : MoniceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang