Entitled49

40 6 4
                                    

Tuk. Kepala Monice mengantuk lengan Ji kemudian matanya yang tertutup kembali terbuka. "Hn. Maaf, aku ngantuk..." Ia beranjak dari tempat duduknya menaiki tangga menuju kamar penginapannya. 

Mereka tengah berada di lobi usai makan, duduk mengobrol, sengaja membiarkan gadis itu lelah duluan. Setelah memastikan gadis itu tidak terlihat lagi dari arah mereka, Ji baru bertanya, "Bagaimana kondisinya di Istana Musim Panas?" 

Informan yang kemudian diketahui namanya Abel menjawab, "Yang Mulia Raja dan Ratu memperlakukannya seperti anaknya sendiri." 

"H?" Ji pikir ia akan kesulitan disana, jadi ia agak sulit mempercayainya. "Apa yang dikatakan dokter tentangnya?" 

Abel menggeleng, "Aku hanya menyampaikan informasi dan tidak bertanya apapun tentang Lady. Kali pertama ia terlihat begitu buruk, tapi kali kedua dan kemarin ia tampak baik-baik saja." Ia menyampaikan pengamatannya. 

Setelah menghantar kepergian Abel. Tinggal Ji dan Andrass saja. Andrass berdecak, "Serius, sampai segitunya?" Atensi Ji mengarah ke suara Andrass, tidak mengerti maksud perkataannya. 

"Kau mengirim orang bernama Abel itu ke kapital untuk mencari informasi.. hanya untuk menjauhkan dia dari Monice, kan?" Andrass menyeringai, ia itu tahu benar apa yang tengah Ji khawatirkan. "Orang itu hanya tiga tahun lebih tua dari Monice, sudah mengendarai kuda bersama, juga orang kepercayaan Monice.. hm? Kau cemburu kan?" 

"Hah! Cemburu dengan orang seperti itu?" Ji tidak mengakuinya, tapi ekspresi Andrass justru semakin mengejeknya.

"Tentu saja.. pertama kau sudah hampir tidak bisa melindungi statusmu sebagai putra mahkota. Kedua kau bisa saja menjadi buronan seumur hidup kalau kakakmu naik tahta. Monice butuh seseorang yang lebih stabil meskipun statusnya tidak seberapa." 

Ji mengernyit, "Kau memang suka membuatku menyesal. Aku saat itu pasti gila mengangkatmu menjadi pengawal."

"Ya.. Yang pasti bukan aku, aku kan bakal ikut jadi pelarian karena aku pengawalmu." Andrass masih meneruskan topiknya membuat Ji menghela napas panjang. Ji sudah malas mendengar Andrass, ia memilih berdiri dan menuju kamarnya. 

Andrass menatap ke arah jendela kaca. Butiran putih terlihat remang-remang turun. Salju pertama turun tahun ini, musim dingin sudah tiba. "Hahh..." Ia menghembuskan napasnya panjang. 

Andrass tahu Monice, gadis itu tidak pernah baik-baik saja. Dari situ ia bisa tau Ji juga tidak akan baik-baik saja, maupun dirinya sendiri. Mereka bertiga itu sama lemahnya, saling bergantung pada satu sama lain. 

Ia tidak tau masa depan seperti apa yang menanti. Namun setidaknya, pemandangan salju malam ini ia nikmati dengan baik. 

.

.

.

Thea berpamitan kepada raja dan ratu. Ia memilih untuk kembali ke kapital dan menunggu kepulangan nonanya daripada berdiam di Istana Musim Panas. 

Kedatangan gadis itu seperti angin topan lewat. Hanya sebentar tapi dampaknya besar. Istana Musim Panas jadi terasa sepi. Mata mereka yang pekerjaannya mengawasi gerak-gerik Monice kehilangan objeknya. 

"Berikan pendapat Anda, Tuan Blaine." Ratu meminta pendapat dokter ahli itu. 

Salju belum turun ke Istana Musim Panas tapi udara sudah sangat dingin. "Mohon maaf karena pengetahuan saya sangat terbatas.. selama tidak ada yang memicu stressnya, penyakitnya tidak akan kambuh begitu parah." 

"Gadis itu tampak begitu tabah dengan situasinya sehingga ia bisa bertahan sampai sekarang ini. Kalau ia mempertahankannya mungkin ia bisa hidup lama.. saya tidak bisa memastikannya." 

My Moca II : MoniceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang