Entitled17

65 11 3
                                    

Tring! Tang! Tang!

Tidak lagi berlatih menggunakan pedang kayu di lapangan terbuka bersama teman-temannya, Monice berduel dengan Ji di ruang latihan istana menggunakan pedang sungguhan.

"Kau.." Ji tersenyum miring, "Gaya bermainmu berbeda dengan Eli."

Berbeda dengan Ji yang masih bisa berbicara, Monice memfokuskan kekuatannya untuk menahan dan menghindar.

"Hah!" Setiap serangan Monice berhasil di tahan oleh Ji.

"Kau sedikit lebih cepat, tapi masih belum cukup."

Monice menahan tubuhnya agar tidak terdorong ke belakang.

Tang! Pedang Monice terlempar ke belakang dan Ji berhasil mengarahkan pedangnya ke leher Monice.

"Yah.. kau kecil, kau tidak mungkin mengalahkanku bermain pedang." Ji menyarungkan kembali pedangnya.

Monice berdiri, mengambil pedang dan menyarungkannya. "Kau menguasai semua teknik dengan benar, apa Pascal mengajarimu?"

"Liel."

"Ah, pantas.." Ia mengelap keringat hasil duelnya dengan Monice.

"Kau lapar?" Ji sudah hapal kalau Monice jarang bicara artinya dia lapar. "Aku ada acara makan siang dengan Gubernur Arda, kau boleh mengambil istirahat lebih."

.

.

.

Di dekat pintu dalam ruang kerja Ji, Monice bertatapan canggung dengan Mira yang tengah duduk di sofa.

Mira menatap Monice dari ujung ke ujung. Pakaian dengan lencana emas di dada yang menunjukkan ia bekerja di bawah perintah keluarga kerajaan.

Mira menatap Monice dengan kesal.

"Nona Muda George, Pangeran Ji tengah rapat. Apa Anda ingin menunggu."

"Jijik." Melihat Monice masih berani berbicara membuatnya merasa jijik. "Anak tidak tahu diri, berani-beraninya menggoda Pangeran Ji."

Mira berdiri kemudian berjalan mendekati Monice. Gadis itu hanya diam, Mira tidak ada hubungan apa-apa dengannya.

Mira meletakkan poni Monice ke belakang telinga, "Tekadmu untuk hidup besar juga ya.." sarkas Mira.

"Bocah tengik.. kau_"

Plak!

"Harus ditangani dengan cara khusus ya.."

Monice membelalak, tidak percaya Mira akan menampar dirinya sendiri. "Lady Mi_"

Plak!

Mira menatap Monice dari sudut matanya, "Tolong jangan sebut namaku dengan mulut kotor itu," ucapnya kecil setelah menampar kembali dirinya sendiri.

Klek.

"Kau menampar ku??" Suara Mira bagai orang yang kehilangan nyalinya. "Baiklah, aku minta maaf atas kelakuan keluargaku saat itu.. Aku minta maaf, Moca.."

Syd yang melihat dari belakang Ji, langsung mendekat ke arah Mira. "Lady Mira.. Anda baik-baik saja?" Syd bisa melihat pipi kanannya yang memerah.

"Monice, apa yang kau lakukan pada seorang Lady?" Syd menanyakan kewarasan gadis itu.

Monice melangkah mundur matanya menatap tidak percaya, "Nona Muda, Anda sendiri yang melakukannya.. kenapa Anda.."

Mira justru menambah sandiwaranya dengan air mata buaya. "Pangeran Ji, aku minta maaf sudah membuat keributan di ruang kerja Anda, hiks.."

Ji mendekat ke arah Mira. Sementara Mira langsung memeluknya. "Maaf atas apa yang terjadi Lady Mira.."

Monice menatap tidak percaya. Padahal ia tidak berbuat apa-apa, tapi ia sudah membuat Pangeran Emeria meminta maaf atas namanya.

"Aku_"

"Monice, keluar dan tenangkan dirimu. Aku akan meminta penjelasanmu nanti." Ji menuntun Mira duduk ke sofa, meninggalkan Monice berdiri hampir menangis.

Merasa begitu malu, Monice berlari keluar dari bangunan istana. Ia bersembunyi di balik pohon dan menangis.

Sementara di ruang kerja, Ji berusaha menenangkan diri mengatasi permainan Mira.

"Lady Mira, Anda pasti sangat terkejut.. Bagaimana ini.." Syd mencoba menenangkan gadis itu sementara Ji hanya melihat memar di pipi Mira dengan diam.

"Lady Mira, bisa Anda ceritakan apa yang terjadi? Bagaimana bisa Monice sampai melayangkan tangannya pada Anda?" Ji duduk bersebelahan dengan Mira.

"Aku meminta maaf karena sudah salah memperlakukannya terakhir kali, hiks.. tapi dia malah menamparku.. aku kaget dan sakit sekali, hiks.." Tangan Mira bergelayut pada pakaian Ji.

Raut wajah Syd langsung merah, "Dasar ga_"

"Syd, keluarlah." Perintah Ji sebelum Syd berkata yang tidak-tidak.

Mira memeluk Ji dan Ji mengelus punggung untuk menenangkannya. Ia membiarkan sejenak waktu hanya diisi tangisan Mira. 

"Lady Mira.. Gadis itu terluka parah karena perlakuan keluarga kalian." Ia mencoba mengatakannya pelan. 

"Huh?" Mira tidak percaya apa yang didengarnya, tapi ia masih memeluk Ji.

"Anda sudah meminta maaf dengan tulus. Saya harap Anda mau menerima sedikit hukuman dari perbuatan Anda dan membiarkan kejadian ini berlalu."

Senjata makan tuan. Mira hanya bisa mengangguk meremas kemeja Ji.

Gadis itu naik ke kereta diantar oleh Ji sendiri.

Ji berjalan ke taman, melihat gadis yang menangis di samping pohon. "Ah.. aku membuatnya menangis lagi.." Ji berjalan mendekat dan berjongkok.

"Monice." Ji hendak memegang tangan Monice, tetapi Monice menolak tangan Ji. "Aku tahu kau tidak melakukannya."

Monice menatap Ji.

"Daritadi kau disini?" Ji merasa bersalah membuat gadis itu menunggu lama.

"A_ hiks_ku_ tidak_ hiks_mela_hiks_" Monice justru semakin menangis karena tidak bisa menjelaskannya dengan benar.

"Lady_hiks Mira uwaa.." 

Ji memeluk gadis itu, "Aku tau, aku tau.." Tangannya mengusap kepala gadis itu.

"Maafkan aku.."

Ji memeluk Monice sampai tangisnya reda. Alis dan hidung gadis itu memerah.

Monice menghapus air matanya. Perasaannya sudah jauh lebih tenang.

Monice melepas pelukannya dan melihat wajah Ji yang tangannya mengusap pipinya. Ia kaget menyadari apa yang sudah ia lakukan dan berdiri.

"Ma_maaf Pangeran.." Monice sudah membasahi baju Pangeran Emeria dengan air mata dan ingusnya. 

Sudut bibir pangeran Ji melengkung ke atas melihat tingkah laku Monice. Setidaknya  Ji ikut berdiri, "Imut sekali, cup."

Wajah Monice langsung berubah semerah tomat ketika Ji mencium keningnya.

"Hari ini sudahi dulu, kau boleh pulang." Ji mengusap kepala gadis yang mematung itu kemudian berjalan menjauh.

"A-a-pa.." Monice merasakan jantungnya berdegup seolah hendak keluar dari dadanya. Ia memegang keningnya, bertanya-tanya mengapa Ji melakukan itu kepadanya.

My Moca II : MoniceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang