Entitled50

44 6 6
                                    

Janji? Persetan dengan janjinya! Ji memeluk Monice dan berjalan ke arah kudanya.

Tapi tangan Andrass menghalang jalan Ji. Ia menahan dadanya. "Kita harus ke perbatasan secepatnya." Andrass pernah bilang ia akan merelakan Monice dan mengangkat Ji menjadi raja, ia tidak main-main dengan ucapannya. 

Ji menatap Monice yang napasnya semakin menghilang. "Minggir." Ia menatap Andrass sengit. 

"Jangankan Monice, kita semua tidak akan hidup kalau tidak berhasil menyelesaikan kasus ini." Andrass mengatakan fakta itu, menatap lurus pada Ji. 

"Huh..?" Bagaimana bisa ia menyuruhnya mengabaikan Monice?

Kalau dibalik keadaannya, Andrass adalah Ji dan Ji adalah Andrass. Andrass jelas memilih mundur dari posisi mahkota sedini mungkin. Itu karena Ia tidak lebih tabah daripada Ji. Namun, berdiri dalam situasi yang sekarang, ia merasa itu keputusan terbaik. Sudah tugasnya untuk membuat Ji lebih tabah.

"Kita antar Monice ke perbatasan, urus dia disana." 

Andrass menatap perempuan yang ekspresi tidurnya tengah menahan sakit itu. Monice juga akan menyetujuinya idenya, kan? "Biar aku yang membawanya ke perbatasan." 

Ji melawan ia memeluk Monice mundur, membuat Andrass semakin mengernyit kesal. "Kau ingin mengalah pada kakakmu bahkan setelah ini terjadi?!" Andrass bertanya, gemas dengan tingkah Ji belakangan ini. Kalimat itu membuat Ji terdiam. Andrass segera mematahkan batang panah pada tubuh Monice mengangkatnya dari tangan Ji dan naik ke kudanya. 

"Cepat.. kita harus menyelamatkan keduanya, Monice dan posisimu, bukan begitu?" 

Matahari sudah terbit tapi kenyataannya udara masih begitu dingin. 

Sementara bayangan dari balik pohon itu menunjukkan dirinya, darah menetes dari pipinya. Luka akibat piyau itu membuatnya nyeri. "Monice.." Ia kehilangan fokus ketika piyau itu menggores sampai ke tulang pipinya dan tembakannya meleset. "Kenapa malah aku yang mencelakaimu?" Rey menatap tangannya sendiri, merematnya erat. Misinya belum selesai, ia belum menghabisi nyawa Ji. 

Sementara Ji mengendarai kuda mengikuti kecepatan Andrass dengan mulut yang terkunci dan mata yang kosong. "Eli.. bagaimana? Kau juga merasa aku melakukan hal yang benar?" 

"Apa aku hidup untuk melihat hari ini?" 

"Hmm.. kau menyelamatkan Monice agar Monice menyelamatkanku dan menjadikanku manusia paling tidak tahu diri?" 

"Kak Ai mungkin bisa melakukannya karena ia selalu menggunakan logika." 

"Aku tidak bisa, aku ini hidup dengan hati." 

"Tapi tampaknya hatiku juga sudah rusak" 

"Aku ingin membalas Kak Ai dengan hal yang sama.." 

Air matanya mengalir. Ia tidak akan memaafkan siapapun kalau sampai Monice pergi meninggalkannya, baik dunia ataupun dirinya sendiri. Ia tidak peduli meskipun menjadi pendosa besar. 

Monice segera dibaringkan dan tabib dipanggil. 

Anestesi? Tabib desa tidak mengenal itu. Monice menahan jeritannya ketika panah itu ditarik keluar, darah kembali memaksa keluar dari kerongkongannya. Wajah gadis itu pucat transparan tanpa warna kecuali warna darah yang keluar dari mulutnya. 

Tabib itu menekan lukanya untuk menghentikan darah yang keluar dibantu anak didiknya. 

Setelah empat jam tabib itu baru keluar dari tendanya. "Bagaimana kondisinya?" Andrass bertanya. 

"Kondisinya sangat tidak stabil meskipun lukanya sudah ditangani dengan baik." ucap kakek tabib itu. 

Ji sudah tidak sabar lagi mendengarkan tabib itu dan menerobos masuk ke dalam ruangan. 

My Moca II : MoniceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang