Entitled58

47 8 1
                                    

Kini tinggal Monice dan Ji yang berada di samping raja dan ratu. "Bagaimana? Apa pernikahan kalian sebaiknya dilaksanakan juga setelah pernikahan Ai?" Ratu mengusulkan. 

"En." Ji mengangguk kuat membuat Monice agak tersentuh dengan keyakinannya. 

"Monice.. kau yakin dengan Ji?" Ratu tau dengan sifat Monice yang seperti itu banyak orang pasti menyukainya. Entah sudah berapa surat lamaran yang ia tolak, kan?

"En.." Monice agak malu mengatakannya. 

"Ah.. selagi belum terlalu malam, panggil Tuan Blaine kemari, biar ia memeriksa Monice." Seolah ada yang mendorongnya, tubuh Monice tersentak mendengarnya. 

Serius? Di depan Ji? Kalau Ji jadi jijik dengannya bagaimana?

"Ah, Yang Mulia.. saya sudah mengantuk, masih harus kembali ke bangunan untuk memeriksa pekerjaan saya.." Monice mencoba mencari alasan. "Tidak bisakah saya kembali?" 

Oh. Ratu melihat Monice menyadari sesuatu. Ia mengarahkan matanya sebentar menatap Ji kemudian kembali menatap manik perak Monice. "Kau pasti lelah, besok juga ada pesta yang harus dihadiri," Ratu tersenyum, "Ji.. antar dia pulang." 

Ji mengangguk, berpamitan dan menggandeng Monice. 

Monice dan Ji duduk berhadapan di dalam kereta kuda. "Monice, besok aku akan menjemputmu ke pesta." 

Monice mengangguk. 

.

.

"Nona bangun! Pesta kali ini Pangeran Ji mengundang Anda secara pribadi, kita sibuk hari iniii!" Thea begitu semangat membangunkan Monice. Membuka gorden kamar dan mengguncangkan tubuh Monice. 

"Pestanya masih nanti malam.." Tanggap Monice sambil mengucek matanya dan beranjak duduk.  

"Aku sudah menyiapkan banyak sekali rempah-rempah mahal kemarin sehingga anda bisa tampil maksimal di depan publik kali ini." 

Monice menatap Thea lucu, "Kau semangat sekali, kau juga datanglah.. Andrass mengundangmu kan?"

"Nona.. bagaimana bisa.. saya?" Andrass hanya akan dipermalukan kalau dia datang bersamanya.

Monice menatap Thea kemudian menghela napas. "Selama Andrass tidak peduli kenapa mengkhawatirkan tanggapan orang lain?" Monice berdiri dan Thea membuntutinya masuk ke ruang mandi. 

Monice membiarkan Thea menuangkan begitu banyak hal ke dalam bak mandinya sementara ia membaca beberapa surat yang datang. Thea terdiam melihat bekas luka yang ada pada perutnya dan punggungnya ini sudah beberapa kali tapi ia masih merasa ngeri. "Berhenti lihat-lihat, cepat selesaikan," tanggap Monice sambil kembali meneruskan surat yang ia baca. 

"Apa masih sakit?" Ini yang paling Monice tidak suka, setiap saat selalu ada pertanyaan yang sama. Sejak mereka tahu ia ini mudah sakit mereka selalu menanyakannya, apa ia baik-baik saja.. apa ia merasa sakit. 

"Sakit." Kalau ia mengatakannya begitu, Thea hanya akan menangis. Padahal tangisnya tidak membuat sakitnya menghilang. Jangan buang-buang air mata, Thea.

"Cepat, airnya sudah semakin dingin." Monice berhenti membaca surat itu dan meletakkannya pada kursi. "Ah, baik.. saya akan membilas rambut nona.." 

Thea itu orang yang manis, sensitif, dan pengertian. Monice merasa beruntung mendapatkan pelayan yang sepertinya. 

.

.

Ji menjemput Monice dari belakang pintu restorannya. Gaun berwarna wine dengan aksesoris putih. Mungkin konsepnya seksi, tapi dengan wajah Monice apapun jadi terlihat imut. 

My Moca II : MoniceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang