Yo Li dan Yo Mia. Mereka menangisi kepergian kedua orang tuanya. Mereka hanyalah bocah yang belum genap delapan tahun ketika Ji memilih mengikut Monice. Selalu dinasehati kalau dunia di luar adalah dunia yang keras, Li dan Mia menggandeng tangan mereka erat.
Mereka berlatih lebih keras, menunjukkan pada orang tuanya bahwa mereka mampu menghadapi seberapa kejam dunia pun. Menjadi anak brilian dengan sifat yang agak kontras daripada anak didikan lainnya.
Li ditunjuk menjadi putra mahkota, tapi mereka berdua sama-sama terus belajar. Mereka berkeliling dunia, mempelajari setiap ilmu bersama. Li akan selalu melindungi Mia dan Mia akan selalu merawat Li. Sampai dewasa umur mereka dan kembali ke Emeria.
Li yang bertubuh tinggi dengan mata hijau yang begitu berkarisma dengan rambut biru laut sama seperti ayahnya. Tanda lahir di bawah mata kirinya sama seperti ibunya. Beberapa untai rambutnya berwarna magenta yang membuat orang-orang pernah mengiranya sebagai pembawa kesialan dan menolaknya menduduki tahta. Tapi firman Tuhan yang datang dari gereja berkata lain. Li adalah hadiah kepada Emeria sebagai sosok pemimpin yang paling tertinggi, tidak ada sebelumnya, dan tidak ada sesudahnya yang sama seperti Li.
Mia memiliki mata perak sama seperti ibunya, rambutnya panjang dengan warna magenta gelap dengan ujung yang selalu memudar dan berwarna hijau muda berapa kalipun ia memotongnya. Ia tegas dan penuh percaya diri. Kecantikannya adalah yang paling terkenal dari seluruh wanita. Para bangsawan dan pangeran seluruh dunia, bahkan yang terkaya ingin melamarnya. Gadis itu adalah yang pertama dan yang terakhir yang tercantik dan begitu murni sampai akhir hidupnya. Ia tidak berkata kasar, tidak berbuat kasar, dan ketegasannya adalah dengan maksud baik. Kemampuan berpikirnya menyandingi Li dan tidak ada orang lain. Howin mencintainya, tapi gadis itu mengabdikan hidupnya hanya pada negara dan gereja.
Buku eksklusif biografi keluarga kerajaan. Li dan Mia membaca kisah hidup kedua orang tuanya. Semua ditulis dibuku itu, tentang permusuhan dengan Ai, tentang ambisi, tentang cinta dan kekuasaan. Tentang kesalahan dan penderitaan.
Kematian ratu kemudian menjadikan Li diangkat menjadi seorang raja baru atas Emeria dan Mia berdiri sebagai penasihat raja dan kepercayaannya.
Era baru Emeria dimulai. Berdiri sebagai seorang raja, Li memiliki beberapa istri dan banyak anak, namun ia menghabiskan waktunya paling lama dengan Mia. Ia menundukkan banyak kerajaan ke bawah naungannya, terkecuali Kerajaan Timur. Kemajuan yang dialami Emeria saat itu melebihi negara bagian manapun, kekuasaan mereka tidak terkalahkan. Tahun kejayaan Emeria berlangsung selama Li dan Mia memimpin untuk lebih dari dua dekade lamanya.
"Ah.. Li, indah sekali." Mia menatap kagum ke arah langit malam dari balkon istana. Li tersenyum tipis, menggandeng tangan Mia, "Jangan takut." menarik tubuh Mia ke padanya. Memeluk adiknya hangat.
"Aku tidak takut." Mia menatap ke wajah Li kemudian kembali menatap ke arah nyala batuan api yang begitu indah.
"Ini mimpi yang mama pernah ceritakan, kan?" Mia merindukan kedua sosok orang tuanya.
Li menatap ke langit yang indah, ia tau ibunya itu memang sosok yang istimewa. "Aku ingin kembali memeluk papa dan mama." Tatapan tegas Mia selalu meluruh kalau membicarakan kedua orang tuanya.
"Kita akan melakukannya.. juga bertemu paman Eli.." Li mengerat kan pelukannya dan menekankan pipinya ke kepala Mia.
"En." Mereka menutup matanya. Batuan meteor itu mulai berjatuhan menimbulkan dentuman keras dan menggoncangkan bumi, menghancurkan seluruh bagian Emeria. Tidak ada yang bisa bertahan dengan kabut debu tanah. Tidak ada yang selamat, seolah kehidupan bumi ditulis ulang.
Jiwa mereka melayang, meninggalkan abu tubuh mereka.
.
.
.
Lelaki kecil dengan mata perak itu bersembunyi di dalam gudang peralatan dan senjata. Wajahnya merah gelap demam dan ia menangis terisak, menggunakan kaus bajunya untuk mengelap ingus dan air matanya. Ia duduk di balik kotak peralatan. Ia membuka bajunya, memeriksa luka memar biru dan luka yang baru dengan garis garis merah.
Tangannya bengkak bekas dari pedang yang terlalu berat. Ia menyandarkan kepalanya pada kotak lompat tinggi. Ia lelah dan demam itu membuat kepalanya terasa begitu berat.
Melihat seorang anak yang tidak menangis dan hanya diam. Menikmati perasaan lega yang didapatkan ketika ia bisa menutup matanya, beristirahat.
Kau tidak mengeluh?
Ia kembali membuka matanya, menatap kosong dan menggeleng, "Aku anak laki-laki, harus kuat. Aku ingin membanggakan nama George."
Lalu kau disini bukannya karena kesakitan?
"Iya sakit.. aku hanya ingin beristirahat sejenak."
Tangannya memainkan sela-sela kayu dan memetik serat-seratnya. Sebuah pikiran terlintas di kepalanya, "Hei.. apa kau bisa kirim aku seorang adik perempuan?" Idenya terasa begitu indah untuknya, "Sama dengan Ayah memperlakukan Ibu dengan lembut. Ayah pasti akan mencintainya."
Hmm.. Untuk apa?
"Untuk aku sayangi.. biar dia bisa menemani aku disaat-saat seperti ini." Disaat-saat ia merasa lelah, sepi, dan sakit.
Ahahah, begitu ya? Aku saja tampaknya tidak cukup untuk menemanimu..?
Lalu.. Kau ingin adik yang seperti apa?"Yang paling biasa, yang paling sederhana, yang bisa menerimaku dan menemaniku." Ia
"Kau akan mengabulkannya?"
Berjanjilah.. kau akan mencintainya apapun yang terjadi. Bahkan kalau dunia menolaknya, kau harus menerimanya.
Ini akan jadi hadiah pertama dan terakhirku untukmu.
"En," Ia mengangguk kecil, matanya yang sudah setengah terbuka itu semakin lama semakin berat. Suara orang-orang berteriak mencarinya dari luar tidak berhasil membuat anak itu terbangun.
Dia sebuah berkat bagimu, Eli.
THE END
__
KAMU SEDANG MEMBACA
My Moca II : Monice
FantasySeorang gadis yang kehilangan, tidak berharap sebuah akhir yang bahagia, ia ingin akhir yang secepatnya. Tapi seseorang mengikat dirinya tetap tinggal, "Aku tidak akan memaafkan dunia, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri kalau aku kehilangan ka...