44

422 57 12
                                    

Andre hanya bisa menatap kosong Fara yang baru saja keluar dari kamar mereka. Istrinya itu tampak sibuk dengan dua koper besar di kedua tangannya.

Malam semakin gelap. Namun, mereka memutuskan untuk menyelesaikannya saat itu juga.

Setelah pengakuan Andre bahwasanya ia yang memberi perintah kepada Jeffreyan agar membunuh Junior, maka Andre akan diserahkan pada pihak yang berwajib. Pun keluarga Fara akan mengajukan gugatan perceraian pada pria itu.

Fara menghela nafas kasar setelah menghadap ke depan Andre yang cuma duduk dengan lamunan yang entah terbang ke mana.

"Mas Andre meskipun aku istri kamu tapi aku gak akan membela tindakan yang udah kamu buat, karena ini salah besar. Aku doain yang terbaik aja yah Mas buat kamu, semoga nanti hukuman yang kamu terima setimpal. Jangan khawatir sama Ariel dan Adrian, aku bakalan jagain mereka. Aku bisa jadi ayah dan ibu buat anak-anak kita, Mas. Aku berterima kasih karena kamu melakukan hal ini kata kamu atas dasar cinta sama aku, kamu cuma terpikirkan mau lindungi aku dan si kembar yang masih ada di dalam kandunganku makanya sampai sangat nekat seperti ini. Untuk itu aku terima kasih karena ternyata kamu peduli sama aku. Selama menjadi istri kamu aku minta maaf yah Mas kalau belum sempurna, belum menjadi istri yang terbaik. Aku pulang ke rumah Ayah Mas bawa anak-anak, kamu jaga diri baik-baik." Terakhir ia menambahkan dengan meraih tangan Andre untuk dicium.

Seakan-akan benar bahwa ini kali terakhir Fara menjadi istrinya. Besok tidak lagi.

"Maafin saya yah, Ra." Hanya itu yang bisa keluar dari mulut seorang Andreas Wiratama. Detik selanjutnya, tatapannya kembali kosong.

Fara pindah atensi yang kini menghadap Ayu-ibu mertuanya.

Sebagai ibu dari Andre hidup Ayu seperti diobrak-abrik. Sejak tadi ia tak bisa tenang. Air mata terus mengucur, cukup menjelaskan bagaimana rasa kecewanya itu.

"Ibu, maafin Fara belum mengenali Mas Andre sampai jauh makanya gak tau hal ini bisa dia lakuin di belakang kita, Bu. Mas Andre yang kita kenal sangat baik dan penurut kan, Bu." Sungguh, Fara dan Ayu sangat rindu dengan sosok Andre yang seperti dahulu. Lelaki penyayang yang memprioritaskan kepentingan keluarga saja.

Dua tahun pernikahan, hanya di tahun pertama Fara merasakan kebahagiaan itu.

Ayu memeluk tubuh menantunya Ibu.
"Mewakili Andre, Ibu minta maaf udah bikin kecewa kamu sama keluargamu, Nduk. Jagain Ariel sama Adrian yang bener yah, habis ini cari pria yang baik, yang sayang sama kamu dan anak-anak kamu, harus lebih pinter lagi lihat-lihat laki-laki. Ya? Mantuku iki ayu hatine raoleh disia-siakan meneh."

Mencium kening Fara dengan penuh sayang disertai senyuman yang hangat. Ayu melepaskan menantu kesayangannya dengan baik-baik.

Fara mengangguk. "Fara pergi yah, Bu, Mas Andre."

Lantas Andre tersenyum tipis secara singkat seolah membalas panggilan itu.

Pun Fara membawa Ariel dan Adrian bersamanya.

Di dalam mobil milik Javiar itu Fara terus diam.

Anak-anak sudah tidur pulas di samping sang kakek.

"Ini akibat dari pergaulan bebas yang kamu bangga-banggakan, kan Fara!" Erlangga menatap sinis dari belakang sana.

Ia memang marah besar pada anaknya. Tak peduli sudah berapa kali mencaci maki putrinya itu.

Fara hanya bisa menunduk.

"Lihat Javiar, apa ada dia kepikiran terburu-buru menikah seperti kamu? Ayah setuju kamu menikah lebih cepat, tapi laki-lakinya yang jelas, baik, bukan yang udah bikin kamu hamil duluan baru bisa dinikahin! Kamu baru umur dua puluhan lho Far tapi udah kayak gini hidupnya. Malu banget Ayah." Erlangga mengusap wajahnya penuh frustasi. Tak menyangka harus menjemput anaknya pulang ke rumah membawa masalah sebesar itu.

Sampai di rumah pun penderitaan Fara tak sebatas dimarahin ayahnya.

Erlangga menampar Fara sangat keras hingga ujung bibir si cantik berdarah.

"Maafin Fara. Udah Ayah, sakit."

Tapi tak ada satu pun ucapan Fara yang didengar.

Erlangga marah selain karena anaknya itu bodoh mendapatkan suami yang salah, ia juga marah karena Fara tak bosan-bosan berhubungan dengan keluarga mantan istrinya.

"Ayah juga yang setelah ini nafkahi kamu sama anak-anak kamu kalau udah gini, kan!?" bentak Erlangga lagi-lagi.

Fara menggeleng. "Fara janji bakalan cari kerja."

Alih-alih mendengarkan omongan anaknya itu, Erlangga memilih pergi dengan wajah yang sangat merah karena amarahnya menumpuk.

Tangis Fara pecah di ruangan itu. Ayahnya membawa ke dapur untuk mereka mengobrol berdua saja. Tapi bukan obrolan ke arah menasehati karena Fara yang mendapatkan masalah ini, ayahnya malah memukulinya.

Sudah biasa. Tapi tetap saja, Fara takkan pernah bisa menerima.

Sakit.

Fara takut.




Melihat anak-anaknya yang tertidur nyenyak di kamar Javiar, mati-matian Fara untuk tidak menangis.

Di rumah itu tak ada yang menolong apalagi menenangkannya.

Bahkan Javiar cuma bisa diam karena ia sudah capek.

"Lo tidur di sini aja, gue tidurnya di ruang tengah." Adiknya menjadi sangat dingin pada Fara.

Fara memegang jari-jari Javiar yang otomatis berhenti di ambang pintu itu.

"Pasti lo marah juga sama gue," ujarnya.

"Iya. Dulu, kalo aja lo mau bersabar dikit nunggu gue nyari duit pinjeman buat berobat Ayah gak akan Ra lo kenal sama Andre, sampe dihamili dia. Ceroboh banget lo. Tapi yah gimana lagi udah kejadian, lo kuat yah, Kak." Javiar keluar dari kamar itu. Pikirannya kacau, sejak tadi ia mau marah namun terus dipendam sehingga wajar bicara pun terkesan ketus pada Fara.

Ia masih belum bisa menerima hidup kakaknya dihancurkan oleh orang tak dikenal macam Andre.











Duh publish lagi wkwk

Komen dong sepi amat

Udah pada gasuka yah

Vote comment!!!

My Everything✔️ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang