61

325 46 16
                                    

Ternyata bekerja itu berat. Mencari uang dari hasil keringat sendiri tidak mungkin bisa didapatkan secara instan. Fara menyeka kuat meja di depannya sementara tampak lengan panjangnya yang lain memijat pundaknya yang rasa-rasanya sudah akan patah karena sangat pegal.

Dia memang sudah diberitahu Javiar kalau kafe cowok itu akan ramai pengunjung setiap harinya. Ini masih hari pertama Fara bekerja malah ia sudah kepikiran ingin berhenti bekerja besok.

Fara harus beradaptasi dengan keadaan itu di mana dirinya harus mulai menafkahi sendiri kedua anaknya sekarang. Padahal banyak yang sudah tahu kalau ia dulunya sangat bergantung pada kehidupan mewah yang suaminya berikan.

"Semangat Ra dua jam lagi lo bisa pulang." Ia menyemangati dirinya sendiri kala menatap jam di tangannya.

Secepat itu Fara mengambil langkah langsung mencari pekerjaan padahal pun belum tahu nasib pernikahannya benar-benar akan bercerai atau tidak. Fara tahu benar Andre saat ini tengah mencari-cari dirinya.

Itupun diberi tahu Javiar dan Erlangga karena keduanya terus ditelpon oleh suaminya itu. Sampai-sampai karena terlalu geram nomor Andre kompak mereka blokir.

Kenapa tidak menghubungi Fara langsung?

Ponselnya rusak.

"Gaji pertama lo buat beli apa entar?"

"Kaget oncom!"

"Woy muka ganteng gue!!!"

Fara menyemburkan tawa tapi dihiasi perasaan kesal yang masih tersimpan ketika Javiar mendatanginya.

Kenapa dia tertawa? Refleks saja tadi Fara melemparkan kain lap yang di genggamannya ke depan wajah adiknya karena cowok itu membuatnya terkejut.

"Maaf Bos hehe. Lagian sih lo pake ngagetin! Gue kan lagi serius kerja, Javiar."

Javiar memutar bola matanya kesal. "Jawab pertanyaan gue, Marni!"

"Heh nama gue udah bagus Fara ya malah dipanggil Marni! Gaji pertama gue buat apa? Ya buat beli susu anak gue lah pake nanya," jelas Fara meski sewot.

"Oh kirain buat ngurusin surat cerai lo. Soal susu ataupun kebutuhan Ariel sama Adrian gak papa Far gue yang nanggung. Lo gak usah kerja-" Belum Javiar selesai bicara tapi Fara sudah menegurnya.

"Javiar stop mengasiani kakak lo ini," ujarnya.

"Gue cuma mau lo bisa buktikan ke Andre kalo lo pun bisa jadi wanita terhormat. Lo bisa kuliah, kerja dapetin jabatan tinggi. InsyaAllah gue mampu nafkahin lo Kak." Ini janji Javiar dia tidak mau Fara direndahkan lagi oleh banyak orang. Terkhusus keluarga pihak suaminya itu. Kakaknya mampu sukses dengan cara terhormat. Tanpa perlu mengemis kepastian dari Andre yang pernah berjanji akan menamatkan studi Fara yang terputus di tengah jalan.

Pun sebenarnya dia tidak benar-benar menerima Fara sebagai pegawai kafenya. Javiar cuma mewujudkan keinginan Fara yang hari ini ingin menyicipi dunia kerja.

Kini wanita itu sudah tahu rasanya. Sangat melelahkan.

"Makasih ya Dek. Gue boleh peluk? Di pelukan ini nanti gue harap lo bisa rasain kalo gue sayang banget sama lo juga. Maaf gue gak pernah peduli sama lo karena gue yang egois malah iri dengan kesuksesan lo." Tangis Fara kembali terlihat. Ia mendekap erat tubuh Javiar yang berdiri di depannya seolah tanpa bicara dia telah memberikan izin pada perempuan itu agar memeluknya saat ini.

Javiar mengelus rambut Fara, menenangkannya yang menangis.

"Nangis yang puas, Kak. Habis itu ikut gue ya. Kita belanja baju, susu, mainan, apapun deh buat diri lo sendiri sama keperluannya si kembar," katanya.

My Everything✔️ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang