36

786 95 31
                                    

Morningg!!!

Hehe







Usai mengurus pemakaman adiknya dan menyerahkan Aruna pada Andre maka apalagi yang Jessie lakukan selain kembali ke rumah. Hari ini cukup melelahkan. Hidupnya sudah semakin hancur berantakan karena orang-orang yang ia sayang mulai satu persatu pergi.

Sekalipun Jessie tak menyukai mengurus Aruna, sebagai ibu hidupnya pun seperti tak tenang telah jauh dari anaknya.

"Babe."

Jessie menatap kesal Tian yang tidur tenang di atas tempat tidur, sementara dirinya sudah cukup sibuk hari ini melakukan kegiatan yang menguras tenaga tanpa bantuan pria itu.

Tiga tahun menikah tak terlalu membuat Jessie bahagia. Mereka hanya tinggal di sebuah apartemen kecil.

Pekerjaan Tian yang tak jelas backgroundnya sampai membuat Jessie harus ikut mencari nafkah. Selama sudah tinggal bersama lagi ia selalu menemukan Tian yang cenderung mengurung diri di dalam apartemen.

"Kamu tidur terus, aku udah capek lho ngurus semuanya sendiri. Kamu bilang kamu mau kita kerja sama menghancurkan Andre." Jessie membuka kemeja hitam yang dipakai sehingga hanya menyisakan bra, ia merangkak menaiki ranjang itu, kemudian langsung bersembunyi di pelukan suaminya.

Tian mengerang kesal, mau tak mau membawa Jessie ke dalam pelukannya meskipun matanya masih sangat ngantuk.

"Apa yang udah kamu lakuin memangnya?" tanya Tian dengan suara serak dan mata yang masih terpejam.

"Andre hampir membusuk di penjara, tapi ternyata bukan dia pelaku yang membunuh Junior. Jeffreyan..." Jessie terkekeh ketika Tian menghisap ceruk lehernya. Wanita itu selalu suka saat sang suami menyentuhnya.

"Siapa itu Jeffreyan?" tanya Tian.

"Bocah ingusan itu yang menghabisi adik aku, Babe. Dia gak suka karena tahu kalau Junior hampir melenyapkan nyawa bayinya Fara," ucap Jessie. Ia mendesis pelan karena sentuhan gila Tian sangat memabukkan.

"Oh soal yang obat tidur itu." Tian menjauhkan tangannya. Ia meraih dagu Jessie lalu menyambar bibir kecil itu untuk dicium.

Jessie meremat kaos Tian karena ciuman yang semakin dalam. Tak tinggal diam, sesekali Jessie menjambak rambut Tian saat sudah mulai masuk dalam permainan mereka.

"Tapi aku mengantuk. Gak dulu ya, sayang." Setelah berhasil memancingnya Tian malah menjauh. Keduanya intens berhubungan intim. Kadang kala lebih banyak Jessie yang meminta dan Tian kerap tak ingin. Ia hanya sekedar menggoda istrinya.

"Kamu selalu kayak gini. Okay tadi malam gagal karena aku kaget dengan berita Junior, tapi sekarang kita udah berdua doang. Aruna udah sama ayahnya." Jessie memaksa tangannya masuk pada bagian bawah sang suami yang langsung berdecak kesal.

"Kenapa kamu kasih Aruna sama Andre? Udah berapa kali aku bilang, Aruna tetap harus sama kita!" tekan Tian.

"Aku yakin dia lebih aman dengan Andre," kata Jessie.

Tian menjauhkan tangan Jessie yang tak bisa diam.

"Kita bisa berdua sekarang, Tian. Ayo pergi dari sini. Ke luar negeri? Kita bisa program bayi tabung. Aku mau punya anak dari kamu." Jessie kembali bicara.

Dan pasti selalu itu yang dikatakan. Hampir membuat kepala Tian pecah karena hapal betul mengenai itu.

"Aku gak bisa punya anak. Kamu udah makan? Aku siapin ya." Tian mengalihkan pembicaraan.

My Everything✔️ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang