63

280 47 16
                                    

Tadinya Fara pikir Dierja tidak serius dengan ucapannya yang ingin mengajaknya dan si kembar jalan-jalan mengingat kejadian di kafe di mana Fara ribut besar dengan Andre tanpa direncanakan membuat Dierja pergi tanpa pamit dengannya. Namun, justru kali ini pria itu di waktu sudah menunjukkan setengah delapan pagi ia sudah tiba di rumah Fara.

"Kamu semalem kok asal pergi aja sih Mas. Mana mukanya kayak marah-marah gitu. Kenapa sih?" tanya Fara.

Dierja malahan mengalihkan pertanyaannya.

"Ariel sama Adrian udah siap kan? Kita perginya harus cepat biar gak kena macet," katanya.

"Mereka belum bangun tidur. Aku kira kamu gak jadi ngajakin kami jalan jadinya aku gak bangunin mereka, lihat aku aja masih pake baju rumahan gini." Fara melipatkan kedua lengannya di atas dada menatap Dierja yang wajahnya tidak menunjukkan satu keramahan pun.

"Yaudah kalian siap-siap deh buruan, aku kasih waktu 20 menit buat nunggu ya." Pilot yang satu itu tersenyum tipis untuk Fara lalu ia duduk di kursi teras yang tersedia.

Fara menghela nafas dan mengangguk pelan selanjutnya. "Aku bikinin teh dulu. Maaf ya malah bikin kamu jadi nungguin gini."

"Gak apa-apa, Ra." Sedikit kaget. Melihat Dierja selalu mengingatkannya pada Andre karena mereka memang tidak banyak berbeda. Entah itu dari segi visual sampai beberapa omongan Dierja yang selalu terus membuat Fara otomatis menyamakannya dengan suaminya.

Tak lagi membalas ucapannya, Fara memutuskan masuk ke dalam rumah.

"A-yah..."

"Hei bukan Ariel Sayang, ini Om Dierja. Coba sapa, hai uncle."

Wajah Dierja ceria menemukan Ariel yang datang bersama ibunya yang kembali sembari membawa teh hangat.

Meskipun dia agak terkejut karena Ariel memanggilnya ayah yang mana seperti membuat Dierja ingin cepat-cepat menikah lagi dan mempunyai keturunan.

"Halo Ariel. Cantik banget kamu ya. Baru bangun tidur, iya nak?" tanya Dierja lembut.

Ariel mengangguk seakan paham.

"Yuk pangku Om sini. Mau?" Dia menepuk pahanya karena menginginkan Ariel duduk di pangkuannya.

Maka Ariel pintar dengan langsung nurut. Ia tertawa kecil sembari berjalan ke depan Dierja.

Fara yang memperhatikan tersenyum.

"Mending kamu siap-siap Fara biar aku pegang Ariel dulu," ucap pria yang lebih tua sepuluh tahun dari Fara itu. Ya, Dierja seumuran dengan Andre juga.

"Iya Mas. Makasih ya." Fara mengelus pipi anaknya. "Ariel di sini dulu sama Om, Mama mau mandi."

Di pagi ini sangat sejuk memang paling cocok duduk bersantai di teras rumah.

Ariel menengadah menatap intens Dierja.

"Ayah kok nda puyang telus? Alil ama kakak tanen yo."

(translate : ayah kok gak pulang terus. Ariel sama kakak kangen lho)

Ariel dan Adrian tak lama lagi sudah bertambah umur. Beberapa bulan lagi usia mereka tiga tahun sehingga untuk bisa bicara pun mulai lancar dan fasih.

Dierja mendelik kaget. "Ariel kok manggil Om Ayah dari tadi? Beneran kangen sama ayah kamu ya?"

Tapi bocah lucu itu hanya diam menatap dalam pria yang ia pikir ayahnya.

"Sabar ya Nak nanti Ariel ketemu kok sama ayahnya. Lucu banget kamu, Ariel. Om Dierja gemes." Ia memeluk Ariel kencang yang sama sekali tidak membuat Ariel merasa takut.

My Everything✔️ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang