"Lo yakin gak bisa buka hati sedikit buat gue Tin?" Tanya Quin sekali lagi pada pria yang ia panggil Tin itu.
Pria itu mengangguk mantap sebagai jawaban. Quin terkekeh kecil melihat tanggapan Austinnya.
"Yaudah, selamat yah. Gue do'ain semoga kalian bahagia. Gue bakal pergi dari hidup lo, mulai sekarang gak akan ada lagi Quinza yang selalu ngejar lo. Quinza yang selalu bucinin lo, yang selalu nungguin lo, Quinza yang rela jadi Queen Bullying demi lo. Yang rela ngelakuin apa aja buat lo. Bye" Lugas Quinza dengan lantang.
Setelah mengucapkan itu Quinza meninggalkan pria itu dengan keterdiaman yang menerpa dirinya. Hati kecil pria itu seakan meronta mendengar apa yang di ucapkan oleh Quinza barusan, seakan tidak terima akan apa yang di putuskan oleh sahabat nya itu.
Quinza mengendarai mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia membelah jalanan kota yang tidak terlalu padat dengan mudah, pada saat ia hendak membelokkan mobilnya, tiba-tiba saja sebuah truk menabrak mobilnya.
Kecelakaan yang cukup besar pun terjadi di jalan raya yang tidak terlalu padat itu. Banyak warga yang mengerumumi kedua mobil yang bertubrukan itu.
Warga yang ada di sana dengan segera menelfon ambulance untuk membawa kedua korban kecelakaan itu, khususnya perempuan yang tak lain adalah Quinza itu untuk ke Rumah Sakit terdekat.
~~~~
Brukk
"Gimana keadaan Quinza, Om, Tante?" Tanya seorang pria yang tadi di temui oleh Quinza di restauran."Hiks, gak tau, dokter lagi nanganin Quinza di dalam Austin" Jawab seorang wanita paruh baya.
Ia adalah Bianca, Bianca Olivia Arieno, Mamah dari Quinza. Dan Dion Kara Arieno adalah Papah dari Quinza.
Sedangkan pria yang tadi di temui oleh Quinza di restauran adalah Austin, Austin Gavion Fibert, ia adalah sahabat yang di cintai oleh Quinza, begitu pun sebaliknya. Namun sayang sekali, sebab Austin sama sekali tidak menyadari perasaannya pada Quinza.
Cukup lama menunggu, seorang dokter pun keluar sembari melepas masker yang ia gunakan. "Keluarga pasien?" Tanya dokter wanita muda itu.
"Saya Mamahnya dok. Gimana keadaan putri saya?" Tanya Bianca dengan tergesa-gesa pada dokter wanita itu.
Dokter itu menghela napas kecil, "Putri Ibu sudah melewati masa kritisnya, namun sekarang ia di nyatakan koma" Tegas dokter itu pada keluarga pasiennya.
Keluarga Quinza kaget mendengar hal itu, walau yang menanggapinya dengan sedih hanya orang tua Quinza saja. Sebab keempat kakak dari Quinza menanggapi keadaan Quinza dengan biasa saja.
Sedangkan Austin merasa hatinya berdenyut nyeri mendengar sahabatnya di nyatakan koma.
"Kira-kira berapa lama putri saya di nyatakan koma dok?" Tanya Dion pada dokter itu.
"Kalau soal itu, maaf kami tidak dapat pastikan pak, bisa saja tiga hari, seminggu, sebulan, bahkan setahun atau lebih. Ini terjadi akibat benturan yang cukup keras pada bagian kepala pasien, sehingga menyebabkan sebuah kerusakan pada bagian otak yang mengontrol kesadaran pasien" Jelas dokter itu dengan teliti.
Setelah beberapa saat, Quinza pun di bawa menuju ruang rawat VIP rumah sakit itu.
"Hiks,, kamu cuman izin pergi keluar loh sama Mamah Quin, tapi ini kenapa malah gak mau balik? Sekalinya balik gak mau buka mata" Celoteh Bianca memandangi wajah pucat pasih putrinya.
Kulit Quinza memang berwarna putih susu, sama persis seperti milik Bianca yang memang berdarah Korea-China dan di padukan dengan Papahnya yang berdarah Thailand-Indoesia.
Namun sekarang kulit dari putrinya bukan lagi berwarna putih susu seperti sebelumnya, sekarang kulit putrinya justru berwarna putih pucat bak mayat.
"Kamu yang sabar sayang. Quin cuma tidur kok, dia istirahat, mungkin dia kelelahan makanya mau bobo dulu" Tukas Dion berusaha menghibur istri kesayangannya.
❀❀❀❀
Jumlah kata, 567 kata
Tanggal publish, 10/08/2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Rora Is Not Quin [TAMAT]
FantasyFOLLOW AUTHOR SEBELUM BACA! FOLLOW MY IG, @mimiu.rara ENTAR YANG MAU DI FOLLBACK SILAHKAN DM [TAMAT] [Proses Revisi typo] Proses penerbitan [Beberapa part telah dihapus] Rora gadis dengan kepribadian random yang meninggal akibat tersedak boba yang...