Beralih pada Quinza.
Kini gadis itu sudah sampai ke kota dimana orang tuanya tinggal. Ya,, dulu selama ia berkuliah di Harvad University, ia memang tidak tinggal bersama orang tuanya.
Quinza juga yakin, bahwa Mommy dan Daddy nya sudah kembali dari rumah neneknya.
Quinza berjalan di bandara dengan langkah tegas namun terkesan santai dan pasti. Dengan mengenakan style casual, ia melangkahkan kakinya menuju arah parkiran bandara untuk mencari sebuah taksi untuk ia tumpangi.
Berselang kurang lebih lima belas menit, Quinza pun sampai di kediaman keluarga Justina.
Kediaman dengan interior khas Eropa yang sangat indah di pandang. Tentu saja ukuran kediaman itu tidaklah kecil, bahkan kediaman ini lebih besar dari kediaman keluarga Arieno dan keluarga Gadela.
Quinza melangkah masuk, ia menekan beberapa angka pada tombol yang tertempel di dinding gerbang.
Setelah memasukkan beberapa angka, gerbang besar bercat hitam berpadukan emas itupun terbuka dengan lebar.
Seseorang yang berada di dekat gerbang itupun langsung membungkuk menyambut kedatangan seseorang yang baru saja, yang tak lain adalah Quinza.
Penjaga itu membungkuk dan tidak menghalangi Quinza untuk masuk, justru ia mengantarkan Quinza menggunakan sebuah mobil menuju ke pintu utama mansion itu.
Penjaga itu tidak mencegah Quinza, sebab ia tau bahwa seseorang yang bisa membuka gerbang itu hanyalah orang-orang tertentu saja, hanya anggota keluarga pentinglah yang mengetahui password dari gerbang otomatis itu.
Quinza di antara dengan sebuah mobil menuju ke pintu utama mansion itu. Memang harus menggunakan kendaraan, sebab jika berjalan kaki, maka dapat di pastikan ia akan sangat lelah hingga sampai ke depan sana.
Sebab jarak antara pagar depan tadi dengan pintu utama mansion itu sangat jauh, terpaut beberapa ratus meter.
Setelah 10 menit berlalu, Quinza pun sampai ke pintu utama rumah itu. Pintu dengan cat putih tulang yang terlihat sangat kontras dengan cat dinding luar rumah yang berwarna abu-abu.
Tingggg
Suara bel yang di tekan oleh Quinza menggema di dalam mansion megah itu. Tidak berselang lama, pintu yang ukurannya berkali-kali lebih besar dari Quinza itupun terbuka.Menampilkan seorang wanita yang kisaran berumur 19 tahun'an dengan seragam khas maidnya yang berwarna hitam terpadu dengan putih.
Maid itu menundukkan kepalanya dengan hormat pada sang tamu, Quinza. Quinza nyelongong masuk meninggalkan maid itu, bukannya sombong atau mau bersikap seenaknya.
Namun Quinza tau, bahwa di rumah itu tidak ada yang boleh memperlakukan maid dengan terlalu baik bahkan lembut. Sebab mereka harus tetap ingat dengan batasan dan posisi mereka. Dan dengan cara itu lah mereka mengingatkan para maid yang bekerja di sana.
Oleh karnanya, para pekerja di rumah itu sangat disiplin dan sopan, tidak seperti maid yang sebelumnya di temui oleh Quinza di kediaman keluarga Arieno.
"Dimana Tuan Vian dan Nyonya Maisie?" Tanya Quinza to the point pada salah satu maid yang sedang berdiri dengan pandangan tertunduk di sampingnya.
"Tuan dan Nyonya sedang berada di kamar mereka. Akan saya panggilkan" Pamit maid itu masih dengan pandangan menunduk dan berjalan dengan memundurkan kakinya tanpa membalikkan badannya saat hendak meninggalkan Quinza. Sampai ia berjauhan sekitar tiga langkah, baru ia membalikkan badannya.
Quinza menyeringai tipis di wajah datarnya, ketika melihat perlakuan maid barusan. 'Gak berubah' itulah yang di pikirkan oleh Quinza.
Semua pelayanan yang di ajarkan dan di wajibkan oleh para maid di kediaman itu masih sama seperti saat dirinya dulu masih menjadi Aurora. Tidak berubah sedikit pun, tidak ada yang berubah di dalam kediaman itu.
Tidak berselang lama, hanya memerlukan kurang lebih dua puluh menit, Vian dan Maisie pun tiba dengan pakaian mereka yang tidak terkesan formal namun elegan.
"Kamu siapa? Temennya Artha atau Indra?" Tanya Maisie dengan ramah pada Quinza.
Sifat dan suara itulah yang selama ini ia rindukan, sudah beberapa bulan ia tidak mendengarkan suara lembut dan sifat ramah dari Mommynya.
Quinza membalikkan badannya dan tanpa menunggu lama, ia memeluk tubuh indah dari Maisie. Rupa dari Maisie memang sangatlah cantik, dengan kulit yang putih seputih susu, padahal ia sangat jarang perawatan untuk memutihkan kulitnya.
Dengan surai biru muda dan rambut gelombang berwarna coklat terang yang di sanggul dengan asal namun indah. Itulah sosok yang sangat ingin di dekap oleh Quinza selama beberapa bulan terakhir ini.
❀❀❀❀
Maaf ini harusnya kemarin pas malem Mimi up, tp kelupaan krn ketiduran, pdhl ini udh selesai dari sore hik🤧
Jumlah kata, 667 kata
Tanggal publish, 09/09/2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Rora Is Not Quin [TAMAT]
FantasyFOLLOW AUTHOR SEBELUM BACA! FOLLOW MY IG, @mimiu.rara ENTAR YANG MAU DI FOLLBACK SILAHKAN DM [TAMAT] [Proses Revisi typo] Proses penerbitan [Beberapa part telah dihapus] Rora gadis dengan kepribadian random yang meninggal akibat tersedak boba yang...