38.Izin|R.I.Q|

15.3K 1.4K 13
                                    

"Maafin gue karna gak pernah bisa belain lo selama ini kalau ada yang ngehina atau nyakitin lo Quin" Gumam Vano yang sedang duduk di tepi kasur Quinza.

"Gue tau gue bersalah banget, lo pasti gak bisa maafin gue kan. Gak papa gue bakal terima, itu hak lo buat maafin gue atau gak. Tapi tolong lo harus sembuh, gue gak suka kalau lo sakit gini" Tambahnya.

Mata Quinza memang terpejam. Namun telinga gadis itu mendengar semua yang di ucapkan oleh Vano, walau terdengar lirih.

Quinza membuka matanya yang terpejam secara perlahan. "Gue gak berhak buat maafin ataupun gak maafin lo Vano, karna gue yang dulu bukan gue yang sekarang. Jadi gak ada gunanya lo ataupun mereka bertiga minta maaf sama gue sebenernya" Ujar Quinza secara tiba-tiba.

Vano yang sebelumnya tidak menyadari bahwa Quinza telah bangun pun tersentak kaget. Namun hanya untuk beberapa saat saja, sebab detik berikutnya ia sudah bertingkah biasa saja.

"Maksudnya lo yang sekarang bukan lo yang dulu itu apa?" Tanya Vano penasaran pada ucapan Quinza.

"Lo gak perlu tau. Intinya gue gak berhak buat maafin ataupun gak maafin kalian semua, dan yang nguping di luar gak usah nguping kalian, gak guna" Ketus Quinza seraya menyenderkan badannya pada sandaran kasur.

Pintu itu pun terbuka, dan benar saja. Di luar terdapat ketiga putra keluarga Arieno yang sedang menguping pembicaraan mereka di dalam sini.

"Plis maafin kita Quin" Pinta Varo pada Quinza sembari memohon dengan sangat pada Quinza. Begitupun dengan kedua Abangnya yang lain, mereka melakukan hal yang sama.

"Gue gak berhak buat nentuin itu. Lagian gue emang bukan adik kandung kalian, harusnya kalian seneng kan? Tuduhan kalian ke gue kalau gue cuman benalu gak tau diri dan cuma numpang di sini?" Sindir Quinza.

Mereka bertiga khususnya Cris dan Varo yang paling sering membuat Quinza menangis memohon bahkan sampai bersujud memohon maaf dari Quinza di kamar itu.

"Gue berhasil buat mereka bersujud mohon maaf dari gue" Batin Quinza berteriak keras dengan bahagia.

"Sorry tapi gue gak akan bisa maafin kalian. Gue mungkin bisa maafin kalian, tapi kita gak akan bisa kayak dulu lagi. Mending kalian semua keluar, gue mau istirahat" Usir Quinza pada ke empat putra Bianca dan Dion.

Mereka berempat tidak dapat membantah perkataan Quinza. Mereka tidak ingin membuat sang adik lebih benci dan marah pada mereka lagi.

Quinza mengambil handphone nya yang terletak di atas nakas, dan memencet nomor seseorang untuk melakukan panggilan telepon.

"Halo Ci, gue minta tolong boleh gak?" Tanya Quinza pada orang di seberang sana.

"Minta tolong apa?" Tanya orang itu balik.

"Tolong titip izin ke guru yah, soalnya hari ini gue gak bisa ke sekolah. Soalnya gue lagi sakit" Jelas Quinza pada orang di seberang.

"Ou,, ok tenang aja nanti gue sampaiin. Nanti pas balik gue sama Kayla bakal mampir ke situ buat jengukin lo ok" Ujar Luci pada Quinza.

"Ok" Balas Quinza seraya mematikan sambungan telepon nya.

Setelah selesai menelfon Quinza pun meletakkan kembali handphone nya ke atas nakas. Kepala Quinza masih terasa berdenyut jika bermain handphone terlalu lama.

"Gue mesti cari ke mana keluarga Quinza yang asli. Gak ada jejak soal mereka, bahkan Mamah sama Papah aja gak ketemu sama mereka" Monolog Quinza yang teringat akan ucapan orang tuanya tadi malam.

Quinza menghela napasnya pelan. "Huft, yaudahlah pikirin itu nanti aja. Gue minta tolong sama anak-anak lain aja lah nanti buat di bantuin" Tuturnya.

Tidak berselang lama, pintu kamar Quinza di ketuk oleh seseorang. Quinza mendengar suara Bianca yang mengetuk nya dan akhirnya membiarkan Mamah angkatnya itu masuk ke dalam.

❀❀❀❀

Jumlah kata, 579 kata
Tanggal publish, 27/08/2021

Rora Is Not Quin [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang