Rio bingung saat melihat pesannya yang sudah di baca Ify tapi sama sekali tidak ada balasan dari gadis itu. Membuat Rio berpikir jika Ify pasti marah padanya. Dan Rio semakin bingung ketika menghampiri Ify di kelas saat pulang sekolah, gadis itu juga tidak ada. Tapi kata salah satu teman kelasnya, Ify ijin pulang dulu karena sakit.
Rio pun menyerah untuk mencari Ify. Dan berniat menemui Ify nanti malam saja di rumahnya. Karena panggilan Rio daritadi juga tidak di angkat. Sepertinya Ify benar-benar marah saat ini. Wajar, sih. Rio juga sadar dia sudah keterlaluan menghina Ify tadi. Ah sudahlah! Soal Ify, Rio pikirkan lagi nanti.
"Pulang?" tanyanya pada Shilla yang baru saja keluar dari kelasnya. Setelah tidak bisa menemui Ify di kelasnya, Rio beralih ke kelas Shilla. Teringat jika sahabatnya itu pasti tidak mau bertemu Gabriel dulu dan memutuskan pulang sendiri naik angkot.
Shilla hanya mengangguk. Wajahnya terlihat sembab sekali. Jelas saja karena Shilla sudah banyak menangis tadi.
"Nggak mau kemana dulu gitu? Makan es krim?" Tawar Rio ingin menghibur Shilla agar tidak sedih lagi.
"Ke taman beli telur gulung?" tawar Rio lagi menyebut salah satu makanan yang Shilla suka.
"Emang jam segini udah ada?" tanya Shilla mulai tergiur mendengar nama makanan itu.
Rio terkekeh seraya mengusap air mata Shilla yang baru saja jatuh. "Gue ada nomornya pak Ahmad. Nanti di jalan kita coba telepon."
"Serius?" Shilla tampak surprise.
"Seriuslah!" sahut Rio yakin.
Shilla langsung mengangguk semangat. Terlalu banyak menangis membuat perutnya jadi lapar. Apalagi sekarang dalam bayangannya ada gambar telur gulung yang di lumuri dengan saos sambal. Hmm pasti enak sekali rasanya.
Saat di jalan, Rio benar-benar menghubungi Pak Ahmad. Tukang telur gulung langganan Shilla dari mereka masih SMP. Dan herannya Pak Ahmad masih rajin menekuni pekerjaan itu. Tapi Rio beserta Shilla bangga pada Pak Ahmad. Karena berkatnya jualan telur gulung, bisa menyekolahkan anaknya hingga masuk di universitas ternama. Jurusan kedokteran dan itu tidak main-main.
"Waduh berdua nih sekarang." kata Pak Ahmad menyambut kedatangan Rio dan Shilla. Tapi ucapannya itu hanya di tujukan pada Rio.
Rio tertawa saja. "Iya, Pak. Baru berhasil ini bujuknya." Melirik Shilla yang kini mengernyit bingung padanya. Rio terkekeh seraya mengusap kepala gadis itu.
"Wah jangan gitu neng, kasihan atuh den Rio nya. Udah sering borong jualan Bapak tapi masih aja di tolak." Pak Ahmad tertawa lalu mulai menyiapkan adonan telur dan tusukannya.
Shilla tersenyum tipis. Tapi tangan kanannya langsung bergerak mencubit lengan Rio dan memutarnya. "Kamu ngomong apa sama Pak Ahmad?" bisik Shilla gemas.
Rio tertawa pelan sambil menahan sakit karena cubitan Shilla itu tidak pernah tidak sakit.
"Biasa ya Pak. Bikinin kita sepuluh tusuk. Sisanya bisa Bapak tawarin ke anak-anak di sini."
Rio mengulurkan dengan dua tangannya pada Pak Ahmad. Sebuah amplop coklat yang entah isinya berapa. Tapi sepertinya Pak Ahmad tahu. Karena ini bukan yang pertama kalinya. Hingga membuat pria yang rambutnya sudah beruban itu langsung menangis tanpa komando.
"Aduh den Rio. Makasih banyak den. Makasih!"
Rio hanya mengangguk saja. Membiarkan kedua tangannya di tangkup oleh Pak Ahmad. "Bapak cuma bisa bales dengan doa, den." Pak Ahmad menghapus air matanya dengan handuk lusuh yang tergantung di lehernya.
"Itu udah lebih dari cukup, Pak. Makasih juga udah nemenin Rio selama ini. Jangan pernah nyerah untuk terus berjuang demi keluarga ya Pak."
Pak Ahmad mengangguk-angguk. "Pasti den. Pasti." Pak Ahmad mulai melepas tangan Rio.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintaimu (New Version)
RomanceKamu adalah hal yang aku mau Tapi aku adalah hal yang tak ingin kau tahu Kamu adalah tempat yang selalu ingin ku tuju Tapi aku adalah angin lalu bagimu Hey! Sedikit saja Sedikit saja lihatlah aku Aku di sini berdiri tepat di belakangmu Aku tidak kem...