29. A Jerk

450 57 89
                                    

"Fy!" panggil Deva sambil berlari menghampiri Ify. Membuat gadis itu menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Dia tersenyum menyambut Deva yang berlari kecil ke arahnya.

"Gimana, udah nggak malu lagi?" goda Ify saat Deva sudah berhenti depannya.

Deva terkekeh pelan. "Mau gimana lagi? Gue udah kangen banget sama lo."

Ify langsung menatap Deva datar hingga memancing tawa kecil cowok itu. "Lo kemana aja seminggu ini?" Tanyanya kemudian.

BRAK

Tapi, belum sempat Ify menjawab  tiba-tiba ada salah satu siswa menabrak bahu Ify. Hingga membuat Ify hampir jatuh dan untung saja Deva langsung menahan kedua bahunya.

"Maaf, Fy maaf. Gue nggak sengaja." Sesalnya takut.

"Woy!" marah Deva menatap tajam pada cowok yang kini langsung melarikan diri karena takut pada Deva. Tak berselang lama dari arah yang sama dua teman cowok tadi langsung berlari juga. Sepertinya mereka sedang bermain.

"Udah, nggak apa-apa Dev."

"Bocah banget, sih. Udah gede juga main kejar-kejaran." Dumel Deva masih kesal ketika ingat Ify yang bisa saja jatuh karena ulah mereka.

Ify tersenyum geli menatap Deva yang mengomel. "Justru harusnya kita emang butuh waktu juga main kayak anak kecil gitu, Dev." Gumamnya pelan. Menatap Deva dengan senyum. Membuat Deva yang tadi masih memasang wajah kesal langsung berpaling. Agar wajahnya yang tiba-tiba memerah tidak di lihat oleh Ify.

"Jadi dewasa itu berat. Makanya kita perlu buat sementara pura-pura jadi anak kecil." Ify mengedikkan bahunya.

"Ya, contohnya kayak mereka tadi. Mungkin dengan gitu kita bisa ngalihin semua pikiran kita dari berbagai masalah."

Deva menatap Ify serius. "Hidup lo berasa kayak berat banget, ya? Lagian kita kan masih sekolah, Fy. Masalah apa sih? Paling juga berat-beratnya ngerjain tugas sama ngadepin ujian."

Ify tersenyum kecil lalu melanjutkan langkahnya. Iya, Deva benar. Sebagai pelajar, harusnya memang hanya itu yang dia pikirkan.

"Hm tapi kalau soal masalah berat-" Deva menatap punggung Ify sambil tersenyum. Lalu berjalan di samping Ify.

"Masalah terberat gue sekarang ya, gue belum bisa raih hati lo. Berat banget itu, sumpah!" Lanjutnya terdengar berlebihan tapi juga nadanya seperti memang sengaja di buat heboh.

Ify tertawa kecil seraya meninju pelan lengan Deva. "Garing!" sungutnya.

Membuat Deva terkekeh dan tangannya gemas ingin mengusap kepala Ify. Tapi, Deva berusaha menahannya. Berusaha sadar akan posisinya. Ify mau terbuka seperti ini padanya saja Deva sudab bersyukur.

"Lo beneran udah putus sama Rio, ya?" tanya Deva hati-hati. Tidak enak sebenarnya karena takut membuat Ify jadi sedih lagi. Tapi, Deva terlanjur penasaran dan ingin memastikan hal itu dari Ify sendiri.

"Lupain aja kalau itu buat lo-"

"Iya, udah." Sela Ify cepat tanpa menoleh. "Gue udah putus sama dia." Lanjut Ify memelan.

Deva semakin merasa bersalah karena Ify terlihat murung lagi sekarang. Dia menghela panjang. "Tahu nggak sih, Rio itu cowok terbego di sekolah ini."

"Dia selalu masuk sepuluh besar paralel, Dev." Tanggap Ify tenang. Dia tahu maksud Deva, hanya saja Ify memang sengaja mengatakan itu. Ify tidak mau berbangga diri atau di banggakan oleh Deva. Sementara Ify merasa dirinya juga tidak cukup baik.

"Iya, sih." Pasrah Deva. Soal otak memang dia kalah di banding Rio. Ah bahkan memenangkan hati Ify pun dia kalah. Sial!

"Hahaha ish Deva!" gemasnya.

Mencintaimu (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang