"Istirahat." Kata Alvin pelan seraya menarik selimut Ify yang kini sudah terbaring di atas brankarnya. Seusai menangis di depan Rio tadi, Ify hanya menatap Rio tanpa mengatakan apa-apa. Lalu beralih mencari keberadaan Alvin dan meminta agat di antar untuk pergi.
Sampailah kini mereka di ruangan Ify. Sedangkan Rio hanya mengangguk kecil pada Alvin. Berusaha mengerti dan memahami keadaan Ify yang masih tidak mudah untuk ia dekati.
"Kenapa?" tanya Alvin mendapati wajah Ify yang tampak gelisah. Dia duduk di tepi brankar dengan pandangan tak lepas dari wajah Ify yang kini juga menatapnya.
"Mau ngasih Rio kesempatan?" tanyanya lagi.
"Tapi lo nggak akan ninggalin gue, kan?" Kalimat itu sudah seperti password Ify ketika berbicara dengan Alvin.
"Iya, gue nggak akan pergi. Gue nggak akan kemana-mana." Dan Alvin selalu memberikan jawaban yang sama. Meski begitu, Ify tidak bosan mendengarnya. Ify justru merasa tenang karena Alvin masih akan selalu ada untuknya.
"Tapi, gue serius kalau lo mau kembali sama Rio dan mulai semua dari awal. Gue akan tetap dukung lo."
"Lo nggak cemburu?" Tanya Ify ingin tahu.
Alvin tersenyum tipis. Tangan kanannya terulur untuk mengusap sisi wajah Ify dengan lembut. "Tentu aja gue cemburu. Tapi, perasaan gue nggak terlalu penting. Karena kebahagiaan lo adalah hal yang gue utamain selama ini."
Jawaban Alvin membuat Ify terpaku. Sehingga membuat keadaan menjadi cukup hening karena keduanya saling beradu pandang. "Gue kemana aja selama ini?" gumam Ify penuh tanya.
"Kenapa gue harus lari-lari nggak jelas ngejar Rio. Padahal ada lo yang selama ini tulus jagain gue."
"Gue udah pernah bilang, Fy. Jangan tempatin perasaan gue jadi beban buat lo." Tegas Alvin tidak suka jika Ify merasa bersalah tentang perasaannya. Sehingga membuat Ify yang ingin memperoleh kebahagiaan menjadi terhambat karenanya.
Ify menggeleng pelan dengan wajahnya yang bingung. "Nggak tahu. Rasanya aneh, di sini-" Ify meraba dada kirinya sendiri.
"Rasanya udah beda. Nggak kayak dulu lagi," gumamnya kemudian. Lalu menatap Alvin seolah meminta jawaban.
"Gue nggak benci sama Rio. Gue udah nggak marah sama dia. Tapi, rasanya udah nggak kayak dulu." Ify mengernyit bingung. Dia sendiri tidak mengerti apa yang sebenarnya saat ini dia rasakan.
"Rasa ingin di miliki dan memiliki itu udah nggak terlalu menggebu kayak dulu. Hambar, Vin. Dan gue juga nggak tahu kenapa."
"Ya udah jangan terlalu di pikirin. Nanti lo malah pusing dan sakit lagi. Istirahat yang banyak biar cepet sehat." Kata Alvin berusaha menenangkan.
"Gimana kalau ternyata perasaan gue udah berubah. Gimana kalau ternyata gue udah move on? Dan-" Nada bicara Ify memelan, terkesan ragu dan juga takut. Tapi, Ify ingin mengatakannya.
"Gim-gimana kalau gue mulai suka sama lo?"
Jantung Alvin rasanya mau keluar saja mendengar hal itu. Rasanya, bahagia? Tentu. Tapi, Alvin berusaha tenang dan tersenyum tipis. "Lo lagi bingung aja sekarang. Pelan-pelan, Fy. Gue nggak akan kemana-mana kok."
"Lo nggak seneng?" tanya Ify tampak kecewa melihat respon Alvin.
Alvin tersenyun kecil lalu mengangguk. "Seneng," jawabnya singkat.
"Kalau seneng kenapa biasa aja mukanya?" protes Ify.
Alvin terkekeh pelan. Ify-nya yang manja telah kembali. Dia lantas menatap Ify lekat dengan senyum kecilnya yang perlahan mengembang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintaimu (New Version)
RomanceKamu adalah hal yang aku mau Tapi aku adalah hal yang tak ingin kau tahu Kamu adalah tempat yang selalu ingin ku tuju Tapi aku adalah angin lalu bagimu Hey! Sedikit saja Sedikit saja lihatlah aku Aku di sini berdiri tepat di belakangmu Aku tidak kem...