Rio benar-benar pingsan. Ify katakutan saat berusaha membangunkan pemuda itu tapi tidak mendapat sahutan. Membuat bayangannya ketika melihat wajah pucat Alvin kala itu menghantuinya. Ify menangis hingga tergugu karena terlalu mengerikan jika benar Rio akan pergi seperti Alvin. Sambil menangis, Ify berusaha menghubungi Cakka hingga tak lama pemuda itu datang bersama Gabriel dan Obiet.
Mereka bertiga lantas mengangkat tubuh Rio hingga menuju UKS. Di sana, Rio langsung di periksa oleh dokter yang di panggil oleh pihak sekolah.
Kabar tentang pingsannya Rio, tentu saja langsung menyebar di satu sekolah. Membuat nama Ify semakin melejit sebagai pembawa sial bagi orang-orang di dekatnya. Membuat mereka semua semakin sinis ketika tak sengaja berpapasan dengan Ify. Membuat mereka semakin gencar membicarakan dan menjelekkan Ify. Intinya, tak ada lagi kebaikan Ify di mata mereka.
Masih di selimuti ketakutan dan kesedihan, Ify memilih untuk menyendiri. Ify terpaksa bolos di jam berikutnya setelah istirahat tadi. Sedangkan Rio, mungkin sekarang sudah sadar dan masih di UKS.
"Mau sampai kapan?"
Ify sontak menoleh kaget. Dia nyaris tidak percaya mendengar suara itu kini berada tak jauh darinya. Menandakan bahwa sang pemilik suara sengaja menyusulnya di tempat ini. Ruang Osis yang kebetulan tadi ada Rahmi. Niat Ify yang semula ragu untuk masuk, ternyata terbaca oleh cewek itu. Karena Rahmi kebetulan baru saja ingin keluar dan di depan pintu dia melihat Ify.
Ketika Ify hendak melangkah pergi, Rahmi menahannya lalu mengatakan satu kalimat yang membuat Ify ingin menangis. Satu kalimat yang entah kenapa sangat Ify butuhkan dalam situasinya seperti ini.
"Masuk aja. Mereka nggak akan berani nyusul lo ke sini."
Menandakan bahwa, di sekolah ini masih ada anak yang berada di pihaknya.
"Sivia-" Gumam Ify pelan dan bahkan nyaris seperti bisikan yang hanya bisa di dengar oleh angin.
"Mau sampai kapan lo nutup diri?" tanyanya lagi. Ify langsung bangkit dari duduknya. Pandangan Ify tak lepas dari Sivia yang menutup pintu sambil tetap mengarah padanya.
"Sampai kapan lo ngerasa kalau lo itu sendiri?" Kali ini kedua mata Sivia tampak memerah. Entah dia sedang menahan amarah atau ingin menangis. Tapi, jika mendengar dari nada bicara gadis itu. Ify menebak jika Sivia memang sedang marah sekaligus ingin menangis. Dan Ify semakin diam saat melihat Sivia mulai berjalan mendekat padanya.
"Lo anggap gue apa selama ini, heh?" benar, Sivia marah. Tapi, meskipun marah sorot mata gadis itu menunjukkan sebuah tatapan kekecewaan. Sedang Ify yang semula hanya diam tak mengerti seketika terhenyak. Dia mulai paham, dia mulai mengerti sampai rasanya tidak bisa membela diri.
"Siv-"
"Hampir tiap hari, saat kita ketemu di sekolah-" nada suara Sivia memberat. Menandakan dia sedang menahan tangis. Dalam ingatannya kini berputar sebuah rekaman kebersamaannya dengan Ify dari awal pertemuan saat MOS hingga saat ini. Semua kebersamaan itu masih teringat jelas dalam benak Sivia. Apalagi ketika dia mengomel dan Ify hanya menanggapinya dengan tawa menggemaskan. Saat keduanya sama-sama di hukum karena ketahuan mengobrol saat jam pelajaran berlangsung. Atau ketika dia mendengar celotehan Ify tentang perasaannya pada Rio. Dan masih banyak hal lagi yang hampir setiap hari mereka lakukan bersama.
"Gue selalu cerita apapun aama lo tentang kehidupan gue." Tekan Sivia membuat Ify langsung menunduk. Dia mengerti arah pembicaraan Sivia, sangat mengerti. Karena itu, tak ada niatan bagi Ify untuk membantah.
"Bahkan saat gue kesel sama nyokap aja gue cerita sama lo. Tentang kejengkelan gue sama kesibukan bokap. Atau tentang gue pengen punya adek tapi nggak bisa. Tentang Oma gue yang bawel. Tentang Opa yang sayang banget sama gue. Sepupu-sepupu gue yang gayanya pada selangit. Pegawai di rumah gue yang asik-asik-" Sivia menggeleng sambil tersenyum miring.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintaimu (New Version)
RomanceKamu adalah hal yang aku mau Tapi aku adalah hal yang tak ingin kau tahu Kamu adalah tempat yang selalu ingin ku tuju Tapi aku adalah angin lalu bagimu Hey! Sedikit saja Sedikit saja lihatlah aku Aku di sini berdiri tepat di belakangmu Aku tidak kem...