"Dion!" Panggilan itu membuat Dion menghentikan langkahnya. Kemudian menatap malas ke arah Sintya yang tampak marah padanya. Perempuan itu masih berdiri di depan kamar dengan pintu yang masih terbuka. Kedua tangannya bersedekap seraya berjalan menghampiri Dion.
"Aku denger, kamu baru aja dari rumah sakit?"
Dion menatap Sintya tanpa ekspresi. "Iya. Masalah?"
"Tentu aja masalah. Karena kalau kamu mau ketemu anak haram kamu itu harus sama aku!"
"Jaga ucapan kamu, Sintya!" Sentak Dion tajam.
"Apa? Emang bener, kan? Kamu sendiri yang bilang waktu itu di depan anak itu sendiri."
"Kamu tahu kenapa saya melakukan itu." Desis Dion menahan tangis. Dia benar-benar ingin menangis saat teringat bagaimana dengan tega menyakiti darah dagingnya sendiri.
Sintya mengangguk angkuh. "Bagus kalau kamu masih ingat tentang posisi anak itu di keluargamu yang nggak pernah di anggap ada."
Dion berusaha sabar. Menahan emosinya agar tidak membuat Sintya marah. Karena Dion tahu, kemarahan perempuan ini tidaklah main-main. Dion sudah melakukan kesalahan itu dulu, dan dia harus bisa lebih berhati-hati sekarang. Dia harus tetap tenang sampai rencana yang ia susun selama ini bisa berjalan dengan lancar.
"Iya maaf. Lain kali nggak lagi." Kata Dion mengangguk tenang.
Sintya tersenyum puas. "Oke, aku percaya."
"Sintya." Panggil Dion bergerak mendekat. Membuat senyum manis Sintya mengembang.
"Iya, sayang." Sahutnya lembut. Dengan gaya sensual, Sintya mengalungkan kedua tangannya di leher Dion.
"Saya masih pegang omongan kamu buat nggak nyentuh Ify." Bisik Dion tepat di telinga Sintya. Membuat perempuan itu tersentak karena pikirannya yang mengira jika Dion akan mencium lehernya ternyata salah.
"Tapi, kalau kamu berani macam-macam di belakang saya-" Dengan sekali hentakan Dion mendorong bahu Sintya hingga menjauh darinya. Membuat Sintya yang kaget dan siap nyaris saja jatuh karena kedua kakinya terhuyung ke belakang.
"Saya pastikan Chelsea akan mengalami hal yang sama." Lanjut Dion dengan tatapan tajamnya yang masih belum hilang setiap kali berhadapan dengan perempuan itu. Setelahnya, Dion beranjak pergi dari hadapan Sintya menuju kamarnya.
Sesampainya di dalam kamar, Dion langsung membuka jas kerjanya. Lalu ia sampirkan dengan asal di atas sofa. Dion mengusap wajahnya yang tiba-tiba basah karena baru saja air matanya mengalir.
"Sayang-" Lirih Dion dengan nada suaranya bergetar. Sambil menatap foto pernikahannya dengan sang istri kala itu.
"Maaf." Lanjut Dion terisak pilu.
"Aku gagal jaga anak kita. Maaf." Dion semakin larut dalam tangis. Dia mulai merebahkan diri seraya mendekap foto berukuran 4R itu di dadanya.
"Dulu, aku gagal jagain kamu. Sekarang-" Tidak kuat lagi untuk berbicara. Dion meluapkan saja tangisnya saat ini. Tangis karena ketidak berdayaannya. Terlebih, setelah kepergian Alyssa saat itu. Ketika dia berusaha tegas mengambil keputusan. Berencana membawa anak dan istrinya pergi dari negara ini, Dion harus mendapati istrinya telah pergi. Hal yang benar-benar membuat Dion takut setengah mati jika saja hal itu menimpa putrinya juga. Demi apapun yang ada di dunia, Dion tidak ingin kehilangan Ify.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintaimu (New Version)
RomanceKamu adalah hal yang aku mau Tapi aku adalah hal yang tak ingin kau tahu Kamu adalah tempat yang selalu ingin ku tuju Tapi aku adalah angin lalu bagimu Hey! Sedikit saja Sedikit saja lihatlah aku Aku di sini berdiri tepat di belakangmu Aku tidak kem...