Ify menatap tangan kanannya yang sudah selesai di perban setelah tadi di bersihkan dan di olesi betadine. Meski rasanya nyeri, tapi Ify masih bisa menahannya. Toh, luka di tangannya akan mengering dalam beberapa hari.
PRANG PRANG PRANG!
Ify dengan kencang mengadukan dua tutup panci. Hingga menimbulkan suara yang cukup memekakan telinga. Cukup tersebar di segala penjuru rumah. Hal itu Ify lakukan ketika dari kamarnya dia mendengar suara ketibutan di lantai bawah. Membuat Ify langsung keluar dan turun menuju dapur. Menganggetkan Mbok Ranti tapi perempuan tua tidak ada niat untuk melarang Ify. Karena apa yang Ify lakukan bisa membuat tuan besarnya berhenti memukuli istrinya.
"Ify!" Seru Bunda berlari menghampiri Ify yang kini menatap tajam sang Ayah. Sedang Dion langsung membuang muka lalu beranjak pergi keluar rumah.
"Sayang, kenapa kamu keluar? Kebangun, ya? Bunda antar lagi ke kamar, yuk?" tanyanya setelah berlutut di hadapan Ify untuk menyamakan tinggi putrinya.
Setelah melihat Dion pergi, Ify menatap wajah Bundanya yang terlihat tidak baik-baik saja. Banyak bekas pukulan di sana dan matanya menampakkan kesedihan.
"Ini kasih Bunda, ya?" Pinta Bunda mengambil alih dua tutup panci dari tangan putrinya. Lalu Bunda serahkan pada Mbok Ranti yang langsung berjalan mendekat.
"Bunda." Lirih Ify menahan tangis. Kedua tangan kecilnya menyentuh Bunda dengan hati-hati.
"Iya, sayang Bunda nggak apa-apa kok, nak." Kata Bunda menenangkan putri kecilnya yang baru berusia tiga belas tahun.
"Bunda-" Akhirnya Ify terisak karena tidak tega melihat Bundanya. Tidak kuat mengingat ketika sang Ayah dengan tega memukuli perempuan yang telah melahirkannya.
"Sayang, kok nangis? Ify kenapa, nak? Ada yang sakit?"
Ify menggeleng sambil memeluk Bunda tanpa menghentikan tangisnya. "Ayah jahat." Lirihnya terisak. "Ayah jahat, Bunda."
Tangisan Ify melemahkan hati Bunda. Hingga membuat pertahanannya untuk tetap kuat seketika hancur dalam sekejap. Tapi sebisa mungkin Bunda meredam tangisnya.
"Nggak, sayang. Ayah nggak jahat. Ayah cuma capek aja tadi." Memeluk Ify erat. Memberi ketenangan pada putrinya sekaligus menyalurkan luka hatinya yang bernanah.
"Gimana ceritanya?" Tanyanya duduk di samping Ify. Membuat Ify terbangun dari lamunannya di masa lalu. Dia baru saja membersihkan ruang tamu membantu Mbok Ranti. Setelah tadi mengobati luka di tangan Ify.
"Arya." Panggil Ify pelan. Tanpa menoleh dan menatap lurus pada air dalam kolam yang tampak tenang.
"Hm." Gumam Arya mengikuti arah pandang Ify. Kakinya ia gerakkan agar ayunan yang mereka duduki saat ini sedikit bergerak.
"Ini rumah Bunda."
Arya menoleh, ingin rasanya dia menarik Ify dalam pelukannya saat ini. Tapi, Arya cukup sadar diri tentang posisinya. "Iya gue tahu."
"Banyak kenangan gue sama Bunda di sini."
Arya mengangguk senyum. "Iya. Banyak kenangan kita sama Alvin juga."
Ify tersenyum lemah. Arya benar, karena ibu mereka berteman dekat. Dia, Arya dan Alvin kecil sering main di rumah ini.
"Gue nggak rela lihat mereka seenaknya aja masuk rumah ini, Ar." Gumam Ify pelan. Tapi terselip emosi yang berusaha ia tahan di kedua matanya. "Sekalipun mereka dateng sama Ayah, gue nggak rela."
"Fy-" Arya yang sejak tadi menatap Ify kini tertegun ketika melihat air itu dengan mudah mengalir dari mata cantiknya.
"Gue nggak mau-" Lirih Ify membiarkan air marantanya mengalir. "Gue nggak mau lihat Bunda sedih. Setiap kali gue melihat mereka, selalu terbayang wajah terluka Bunda, Ar." Ify mulai terisak. Dia menunduk sambil menekan dada kirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintaimu (New Version)
RomanceKamu adalah hal yang aku mau Tapi aku adalah hal yang tak ingin kau tahu Kamu adalah tempat yang selalu ingin ku tuju Tapi aku adalah angin lalu bagimu Hey! Sedikit saja Sedikit saja lihatlah aku Aku di sini berdiri tepat di belakangmu Aku tidak kem...