Rio masuk lagi ke dalam kamarnya setelah baru saja kembali dari ruang kerja Aditya. Banyak hal yang Rio bahas bersama dengan Papanya itu. Dari masalah Ray yang menghilang, hingga upaya Aditya untuk mencari tahu lebih lanjut tentang kematian Bunda Ify. Berujung pada Aditya yang menceritakan tentang alasannya bercerai dulu. Fakta itu cukup mengguncang perasaan Rio. Terlalu kaget sekaligus tidak menyangka. Rio bahkan tidak ingin percaya tapi mengingat hal itu sudah terjadi, Rio tidak tahu harus bagaimana menyikapi kenyataan itu. Terlebih ketika melihat wajah Ify yang kini tampak tertidur dengan lelap, Rio kembali di hantui rasa bersalah. Dan Rio, tidak tahu bagaimana menghadapi Ify untuk ke depannya.
"Papa masih belum tahu keberadaan anak itu." Kata Aditya menjawab pertanyaan Rio tentang seorang yang selama ini berusaha mencelakai Ify ketika di sekolah.
"Sejauh ini, Papa cuma tahu kalau dia anak dari tukang kebun di rumah orang tua Sintya. Anak itu terpaksa menuruti semua perintah Sintya karena dia butuh biaya untuk pengobatan Ayahnya yang menderita gagal ginjal."
"Iya. Dia pasti cari orang baru juga, Pa. Nggak mungkin Ray masih di pakai karena udah ketahuan sama Rio." Rio menggeleng frustasi. Menyesali kebodohannya.
"Harusnya Rio diam aja waktu itu dan tetap mantau dia."
"Nggak apa-apa. Tindakanmu nggak sepenuhnya salah. Seenggaknya mereka tahu. Kalau Ify nggak akan semudah itu di sentuh sama mereka." Tanggap Aditya menenangkan.
"Papa akan cari cara buat bis ketemu sama Dion," lanjutnya.
Rio menatap Aditya takjub. Dia benar-benar tidak menyangka jika Papanya ternyata dulu pernah dekat dengan orang tua Ify. Bahkan terlihat sangat dekat. Terlebih ketika Rio menceritakan tentang kisahnya dengan Ify. Aditya yang mulanya marah dan kecewa, meminta Rio untuk tetap maju memperjuangkan gadis itu.
"Kenapa Papa jadi semangat banget?" tanya Rio ingin tahu. Dia benar-benar ingin tahu apa yang sebenarnya ada di dalam pikiran Papanya.
Aditya tersenyum sendu. "Karena Papa memang harus bertindak untuk mereka," katanya dengan sorot mata yang terlihat sedih dan penuh penyesalan.
"Oh, ya kalau kamu mau ketemu sama Mama, Papa bisa bantu cari." Kata Aditya tiba-tiba ingin membahas hal itu
Rio menggeleng pelan. "Nggak, Pa. Buat apa Rio cari Mama yang udah nggak peduli sama anak-anaknya sendiri."
"Mama kamu nggak salah." Aditya berusaha menjelaskan. Sorot matanya tampak menunjukkan penyesalan yang mendalam. Dia menatap Rio yang sejak tadi duduk di depan meja kerjanya. Sedang Aditya mulai menyandarkan punggungnya pada kursi. Guna sedikit merilekskan diri untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada Rio. Putranya kini sudah dewasa dan Aditya rasa ini adalah waktu yang tepat untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.
"Maksud Papa?" Tanya Rio tak mengerti. Selain itu, dia juga mulai penasaran. Ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada orang tuanya dulu.
"Mama marah sama Papa karena dulu, Papa yang bantu Dion buat nikah sama Sintya."
Rio langsung diam seribu bahasa. Aditya memang terdengar lancar mengatakan hal itu. Tapi, Rio merasa berat sekali mendengarnya. Apa? Papanya bilang apa tadi?
"Sejak saat itu, Mama dan Papa sering bertengkar. Akhirnya Papa emosi sampai mengeluarkan talak buat Mama. Mungkin Mama yang terlanjur kecewa sama Papa saat itu langsung setuju. Papa larang Mama buat bawa kalian. Dan set-"
"Pa-" Sela Rio menatap Aditya penuh luka. "Papa bercanda, kan?"
Aditya menatap Rio penuh sesal. "Papa maunya gitu. Tapi ini kenyataan. Dulu, Papa nggak tahu harus cari kerja di mana lagi karena Papa baru aja di pecat. Dan kebetulan Pak Permana, Ayah Dion menawari pekerjaan pada Papa. Dengan syarat, Papa harus menjebak Dion untuk tidur bersama Sintya di dalam hot-"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintaimu (New Version)
RomanceKamu adalah hal yang aku mau Tapi aku adalah hal yang tak ingin kau tahu Kamu adalah tempat yang selalu ingin ku tuju Tapi aku adalah angin lalu bagimu Hey! Sedikit saja Sedikit saja lihatlah aku Aku di sini berdiri tepat di belakangmu Aku tidak kem...