46. Siblings

423 55 124
                                    

Tiga hari sudah berlalu. Dan itu artinya, Rio telah selesai menjalani hukumannya untuk libur di rumah. Rio sampai di sekolah sekitar satu jam sebelum bell. Sehingga belum cukup banyak siswa yang saat ini memenuhi koridor. Rio berangkat pagi bukan karena dia rajin. Melainkan sudah beberapa hari ini dia tidak bisa tidur. Tepat setelah perdebatannya dengan Alvin hari itu. Rio tidak bisa berhenti memikirkan Ify. Terutama pelukan gadis itu yang mungkin hanya bisa membuatnya tenang.

"Wah gue nggak nyangka ternyata Kak Ify anaknya kayak gitu."

"Iya bener nggak nyangka banget gue."

"Padahal selama ini dia nggak sombong, ya?"

"Iya kok bisa, sih."

"Jahat banget jadi orang."

Gumaman-gumaman penuh dengan asumsi itu membuat langkah Rio kontan berhenti. Dia menoleh ke arah mading. Tempat di mana sumber suara itu berasal. Berusaha tenang dan tidak terpancing emosi, Rio melangkah mendekat ke arag sekumpulan anak-anak yang pasti terkenal rajin karena berangkat sepagi ini.

"Ada apa?"

"Astaga, Kak Rio!"

"Astaghfirullah ngagetin aja Kak."

Salah dua di antara sepuluh cewek itu berceletuk kaget mendengar ada suara lain masuk. Semakin kaget karena tahu ternyata pemilik suara itu adalah Rio. Kakak kelas idola mereka.

"Siapa yang pasang ini?" Tanya Rio mengambil satu buah foto yang tertempel di mading.

"Nggak tahu, Kak. Kita dateng udah ada di sini tadi." Jawab salah satu di antara mereka. Dan Rio, lupa siapa namanya.

"Pergi." Gumam Rio tanpa beralih dari foto yang kini di pegangnya.

"Oke." Dia menjawab pelan lalu memberi kode semua temannya untuk segera pergi. Tidak ingin melawab karena aura Rio saat ini terasa menyeramkan. Terlebih mereka hanya adik kelas di sini.

"Oh ya, tunggu!" seru Rio membuat mereka langsung berhenti melangkah dan menatap Rio penuh waspada.

"Tutup mulut kalian kalau masih mau tenang sekolah di sini." Kata Rio tenang dan terdengar tidak main-main. Seolah menunjukkan jika apa yang ia ucapkan adalag sebuah mantra kematian jika di langgar. Membuat semua cewek itu langsung mengangguk patuh. Lalu berbalik dan melanjutkan langkah mereka yang sempat tertunda.

Rio kembali menatap foto yang di pegangnya. Di sana, terlihat Ify sedang menjambak rambut seorang anak kecil. Rio beralih mengamati semua foto yang tertempel di mading. Dan semua foto itu menunjukkan Ify berperan sebagai pembuly kejam yang menyiksa adik kelasnya. Tanpa pikir panjang lagi, Rio mengambil semua foto itu dan ia letakkan di dalam tas. Kemudian Rio menatap ke atas. Dia tersenyum simpul ketika melihat ada kamera cctv terletak di sudut langit-langit yang mengarah pada mading.

"KAK RIO!"

"Shit!" umpat Rio langsung. Dia sudah sangat hafal dengan suara itu. Pura-pura tidak dengar, Rio tetap melanjutkan langkahnya.

"DIH SOK SOK-AN NGGAK DENGER! GUE SUMPAHIN LO BUDEK BENERAN YA!"

Rio masih enggan menoleh dan tetap berjalan dengan santai. Sampai akhirnya dia langsung berdecak ketika merasakan sebuah tangan kecil mendorong kepalanya dari belakang.

"Anjir lo!" sembur Rio kesal.

"Ih Kak Rio kasar. Aku bilangin Papa lho."

Rio menatap sang adik dengan sengit. "Bodo amat!"

Acha terkekeh senang. Ya, dia sangat senang karena keinginannya untuk pindah sekolah akhirnya terpenuhi. Dan itu berkat perjuangannya membujuk sang Papa.

Mencintaimu (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang