42. Worried

437 58 156
                                    

Rio dan Fikri tengah berdiri di depan meja Kepala Sekolah. Keduanya menunduk dengan ekspresi yang berbeda. Rio menampilkan wajah datarnya menahan emosi sementara Fikri tersenyum sinis. Sambil pura-pura menahan sakit di sisi wajahnya akibat pukulan dari Rio.

"Sekarang jelaskan alasan kamu kenapa memukul Fikri, Rio?"

Rio mendongak lalu menolah pada Fikri dan menajamkan tatapannya. "Karena dia pantas di pukul Pak," ujarnya tenang.

"Kamu!" Geram Pak Handi, selaku kepala sekolah di SMA Bintang ini. Dia tampak ingin marah tapi berusaha menahannya.

"Bapak benar-benar tidak mengerti, Rio. Kamu ini di kenal sebagai siswa yang rajin dan pintar tapi kenapa bisa menjadi anak brutal seperti ini? Dan kamu Fikri-" Pak Handi menatap Fikri tegas.

"Apa yang kamu lakukan sampai membuat Rio marah?"

Fikri sontak mendongak dan wajahnya tampak tak terima. "Saya nggak ngapa-ngapain, Pak. Tiba-tiba aja Rio nyerang saya. Banyak juga saksinya. Kalau Bapak nggak percaya Bapak bisa tanya semua anak yang ada di kantin tadi," jelasnya lalu merintih kesakitan sambil memegang pipinya yang lebam.

"Benar begitu, Rio?" Tanya Pak Handi beralih menatap Rio lagi. Sedangkan Rio tak menjawab apa-apa selain mengepalkan kedua tangannya. Mata tajamnya tak lepas juga dari Fikri. Teringat pada semua pesan Fikri yang di kirim pada Ify tadi, membuat Rio lebih ingin menghancurkan wajah cowok ini.

"Tuh Pak. Dia aja sekarang mau pukul saya lagi." 

"Rio!" Sentak Pak Handi saat melihat Rio ingin melayangkan lagi tinjuannya.

"Dia pantas di hajar, Pak." Balas Rio emosi.

Fikri tersenyum sinis lalu mendekatkan wajahnya dan berbisik. "Oh ya? Nggak usah sok suci lo jadi orang. Perlu gue sebar video kal-"

BUGH

"Astaga Rio!" Seru Pak Handi bangkit dari kursinya lalu menghampiri Rio. Segera Pak Handi menahan bahu Rio yang ingin memukul Fikri lagi.

"Sudah, Rio! Berhenti!" Bentak Pak Handi mendorong Rio agar menjauh dari Fikri.

"Bapak lihat sendiri, kan?" Fikri bangkit berdiri sambil menampilkan wajahnya tampak kesakitan.

"Saya nggak ngapa-ngapain tapi dia mukul saya lagi." Adu Fikri tersenyum sinis pada Rio.

"Baik, kamu tenang dulu, Fikri. Dan kamu Rio." Beralih menatap Rio. Pak Handi sekarang berdiri di antara Rio dan Fikri. Berjaga-jaga agar Rio tidak lagi melayangkan pukulannya.

"Bapak akan diskusikan masalah ini dengan guru Bk. Sekarang-"

"Saya nggak terima, Pak. Saya  mau bawa masalah ini ke jalur hukum. Saya minta Bapak telepon Papa saya sekarang." Sela Fikri menatap Rio penuh tantangan.

Pak Hadi tampak terkejut lalu mengurut keningnya pusing. Sedangkan Rio masih mengeraskan wajahnya pada Fikri. Rio masih belum puas menghajar Fikri. Rio masih ingin meluapkan amarahnya ketika ingat pesan yang tadi di bacanya.

"Fikri, kalian masih pelajar. Tidak perlu sampai harus bawa-bawa polisi segala. Biar pihak sekolah yang menghukum Rio."

"Tapi saya korban di sini, Pak. Dan saya merasa sangat di rugikan. Rio juga menghancurkan hp saya. Terlebih dia sama sekali nggak nunjukin rasa bersalah."

Pak Handi menghela lagi. Semakin pusing dia menghadapi dua siswa yang sangat bertolak  belakang ini. Rio memang terkenal sebagai anak yang cukup pintar dan jarang melanggar aturan. Sedangkan Fikri, terkenal sebagai siswa yang sombong karena kekayaan orang tuanya. Dan, di sini, Pak Handi sama sekali tidak menyangka jika Rio justru menjadi penyerang.

Mencintaimu (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang