Shilla enggan menemui Gabriel yang sejak tadi sore duduk di teras rumahnya. Shilla bukannya menyerah. Dia hanya lelah dan butuh waktu untuk istirahat. Terutama dalam menghadapi Gabriel. Karena kesalahan Gabriel kali ini sulit sekali untuk ia lupakan.
Shilla melihat ponselnya yang sejak tadi tergeletak di atas tempat tidurnya. Dan ponsel itu terus-terusan menyala sejak tadi. Panggilan dari Gabriel yang membuat Shilla enggan untuk mengangkatnya. Shilla mencoba tak peduli, lalu kembali fokus membaca dan duduk tenang di meja belajarnya. Tapi, hati kecil Shilla terusik karena dia mulai tidak tega. Gabriel pasti belum makan juga dari tadi.
Dengan cepat Shilla bangkit dari duduknya. Lalu meraih ponselnya yang baru saja menyala setelah tadi mati.
"Oh thanks Good! Akhirnya lo angkat juga." Seru Gabriel penuh kelegaan. Terdengar seperti dia baru saja mendapat juara satu dalam sebuah perlombaan.
"Shilla. Maafin aku, ya? Aku janji tadi yang terakhir."
Shilla menghela berat mendengar kata janji itu. "Pulang."
"Nggak. Aku nggak akan pulang sebelum kamu turun dan temui aku."
"Pulang Gabriel, makan."
"Nggak. Sebelum kamu mau ketemu sama aku." Tegas Gabriel sungguh-sungguh.
"Egois!" desis Shilla pelan.
"Iya. Aku emang egois. Karena aku sayang sama kamu. Dan aku nggak mau kehilangan kamu."
"Tapi cara kamu sebaliknya." Balas Shilla pelan. Menahan emosi dan juga sakit hatinya.
"Makanya sekarang aku minta maaf sama kamu. Dan aku janji, apa yang kamu lihat tadi terakhir. Aku janji, Shilla. Please! Maafin aku, sayang."
Shilla tersenyum lemah. Hatinya tidak lagi tersentuh mendengar semua kalimat Gabriel yang kini terasa memuakkan di telinganya.
"Kamu fasih banget ya bilang janji, tapi nggak pernah kamu terapin." Nada Shilla mulai bergetar menahan tangis. Merasa kecewa pada dirinya sendiri kenapa baru sadar jika Gabriel hanya pintar membual.
"Shill-"
"Kamu denger tadi sore aku bilang apa?" sela Shilla menekankan suaranya.
"Aku capek, Gabriel." Desisnya melirih. "Aku capek." Mulai terisak pelan.
"Aku tahu. Aku ngerti. Udah kamu jangan nangis." Tanggap Gabriel terdengar panik dan cemas.
"Nggak! Kamu nggak ngerti dan nggak akan pernah ngerti!" Seru Shilla.
"Sayang, maaf. Jangan nangis. Aku beneran janji kal-"
"Berhenti bilang janji, Gabriel." Sela Shilla pelan.
"Shilla-"
"Kamu jahat." Isaknya.
"Iya sayang. Aku ngerti-"
"Nggak. Kamu nggak ngerti!" Suara Shilla menajam bercampur dengan tangis yang berusaha dia tahan.
"Kalau kamu ngerti kamu nggak akan tega nyakitin aku! Kalau kamu tahu gimana sakitnya hati aku lihat kamu ciuman sama cewek lain, kamu nggak akan mungkin cuma bilang janji!" tangis Shilla pecah. Dia langsung meletakkan ponselnya di atas tempat tidur dalam kondisi masih terhubung. Sedang kedua kakinya sudah jatuh terduduk di lantai. Di sana, Shilla menumpahkan tangisnya seorang diri.
Tidak! Shilla tidak sendiri. Karena Gabriel masih dengan jelas mendengar suara tangisan Shilla yang semakin membuatnya tersiksa.
Gabriel duduk di depan pintu rumah Shilla. Menyandarkan punggungnya pada pintu. Menekuk kedua kakinya yang sekarang ia peluk dengan satu tangan. Sedang satu tangannya masih memegang ponsel yang tetap ia tempelkan di telinga. Berulang kali mata Gabriel terpejam ketika mendengar suara tangis Shilla menyerang hatinya tanpa ampun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintaimu (New Version)
RomanceKamu adalah hal yang aku mau Tapi aku adalah hal yang tak ingin kau tahu Kamu adalah tempat yang selalu ingin ku tuju Tapi aku adalah angin lalu bagimu Hey! Sedikit saja Sedikit saja lihatlah aku Aku di sini berdiri tepat di belakangmu Aku tidak kem...