39. Regret

432 59 124
                                    

Ify, sama sekali tidak mau menyentuh makanan Rio. Dia tidak tahu kenapa perasaannya tiba-tiba sakit saat tahu Rio sengaja memasak semua makanan kesukannya. Menandakan Rio juga tadi belanja ke pasar untuk keperluan memasak. Hati Ify sakit karena merasa ada kebaikan dari Rio. Dan kebaikan Rio itu, membuat Ify goyah pada perasaannya. Karena itu, dia enggan menikmati masakan Rio lagi. Baik sekarang ataupun nanti. Ify tidak mau jika perasaannya kembali melemah. Jadi, Ify berusaha menjauh dari semua hal tentang Rio.

Apa menurut kalian Ify berlebihan? Jika iya, bersyukurlah karena kalian mempunyai mental yang cukup kuat. Dan kalian, selalu berada dalam lingkungan keluarga yang penuh dengan kasih sayang.

Ify bahkan sampai menangis ketika melihat Deva menyusulnya. Membuat Ify tanpa sadar mengadu sambil terisak bahwa dia tidak mau makan. Dia lapar tapi tidak mau makan-makanan yang ada di meja. Aneh, kan? Ify saja malu jika mengingat tingkahnya sendiri di depan Deva tadi.

Tapi, Ify benar-benar takut pada perasaannya sendiri. Ify takut kembali pada masa Rio membohonginya. Ify takut kembali merasakan sakit yang sama atau bahkan lebih. Ify takut akan kembali menginginkan Rio. Sedangkan Ify tahu dan sadar, Rio tidak akan bisa mencintainya secara utuh. Rio tidak akan bisa mengerti ataupun menghargai perasaannya. Ify benar-benar tidak mau menjadi bodoh lagi meski berat, tapi Ify ingin segera lepas dari perasaannya sendiri.

"Gimana, enak?"

Ify mengangguk dengan mulut penuh nasi goreng. Ini nasi goreng buatan Alvin. Saat tahu Ify tidak mau makan masakan Rio tadi, Alvin yang jadi tidak nafsu makan langsung berjalan ke arah dapur sambil membawa nasi yang masih berada dalam tempatnya di atas meja.

"Gue baru tahu lo bisa masak?"

Alvin berdecak pelan dengan senyum tipisnya. "Nasi goreng doang."

"Tapi enak. Gue pernah bikin tapi rasanya aneh."

Alvin menyodorkan satu gelas putih pada Ify. Tepat ketika Ify sudah menghabiskan nasi gorengnya.

"Makasih, Alvin." Ucap Ify mengusahakan bibirnya untuk tersenyum. Tapi tidak dengan kedua matanya yang terlihat mulai berair.

Alvin menatapnya dengan seksama. Hingga membuatnya langsung berdiri menghampiri Ify yang duduk di seberangnya. Alvin meraih tangan Ify lalu di tariknya menuju keluar. Ify tidak tahu Alvin membawanya kemana. Tapi, dia hanya mengikuti saja langkah cowok itu.

Hingga keduanya sampai di sebuah tempat yang pernah Ify lihat. Tepatnya ketika pertama kali bus yang mereka tumpangi melewati daerah desa ini. Sebuah sawah yang terlihat seperti lapangan karena gelapnya malam. Lalu, di terangi oleh cahaya bintang dari luasnya langit di atas sana. Di iringi dengan suara kodok dan jangkrik yang saling bersahutan.

"Berat, ya?" Alvin membuka suara dengan pertanyaan. Satu tangannya masih menggenggam tangan Ify dengan hangat.

"Heem." Ify mengangguk seraya merapatkan bibirnya. "Berat." Dia menghela panjang.

"Berat karena gue udah percaya banget sama dia. Sempat mikir juga bisa hidup sama dia suatu saat nanti. Bisa bahagia sama dia, meski gue harus kehilangan Ayah. Berat, karena gue sempat mikir, dia bisa jadi harapan terakhir gue buat nggak kehilangan lagi. Berat, karena meski sakit, rasa sayang gue masih ada dan nggak tahu gimana cara ngilanginnya."

Ify mengigit bibir bawahnya. "Alvin-" suaranya mulai bergetar dan tidak stabil.

"It's oke. Lo bebas ngomong apa aja sekarang."

"Gue takut." Lirih Ify menunduk. Dia membalas genggaman tangan Alvin dengan kuat untuk menyalurkan rasa sakitnya.

"Gue takut sama perasaan gue sendiri, Vin. Gimana ini? Gimana kalau gue nggak bisa lupain Rio? Gimana?" tangis Ify pecah dan semakin jadi.

Mencintaimu (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang