Paginya Rio sudah sampai di depan rumah Ify untuk menjemput kekasihnya itu. Dan dia tahu jika sekarang Ify pasti marah padanya. Karena semalam, Rio mengabaikan semua panggilan dan pesan Ify. Dia sedang bersama Niken, sehingga membuat Rio tidak mungkin mengangkat telepon dari Ify. Sedangkan Niken, tidak mau pulang jika tidak di antar olehnya. Jadi, daripada Niken membuat keributan di rumahnya, Rio mengalah dan mengantar Niken ke apartemennya.
Tapi setelah itu Rio langsung pulang menggunakan taksi online. Dia sudah merasa sangat menghianati Ify. Dan Rio tidak mau lebih jauh lagi bertindak. Menolak tawaran Niken untuk memintanya menginap. Karena Rio cukup tahu dirinya yang pasti akan tergoda.
"Morning." Sapa Rio menampilkan senyum manis tanpa dosanya.
Sedangkan Ify yang baru saja membuka pintu kamarnya, membalas senyuman Rio dengan wajah datar.
"Maaf."
"Semalem kemana aja?" tanya Ify langsung. Enggan mendengar kata maaf dari Rio.
"Di rumah Papa, kan? Gue udah bilang kemarin."
"Kenapa sampe nggak bisa di hubungi?"
Rio menghela pelan. Lalu meraih kedua tangan Ify yang bersedekap.
"Tangan lo kenapa?" Tanya Rio kaget melihat tangan kanan Ify di perban.
"Jangan ubah topik. Jawab pertanyaan aku tadi." Tanggap Ify dingin. Tapi tidak dengan keadaan hatinya yang kini di penuhi keraguan dan ketakutan.
Rio melembutkan tatapannya. Lalu bergerak maju untuk masuk ke dalam kamar Ify. Setelah pintunya ia tutup, Rio menarik Ify dalam pelukannya. "Soal itu, gue semalen ngobrol banyak sama Papa. Dan nggak enak, kan? Kalau harus bales pesan lo atau angkat telepon lo juga."
"Abis itu kenapa cuma di baca aja? Kenapa nggak telepon balik juga?" tanya Ify. Guna mencari ketenangan hatinya dari jawaban Rio. Tapi, tidak ia dapatkan meski sekarang Rio memeluknya.
"Udah malem banget, Fy. Gue pikir lo udah tidur."
"Nggak!" Sahut Ify cepat. "Aku nungguin kamu sampai baru bisa tidur jam tiga tadi."
Rio tertegun mendengarnya lalu mendorong kedua bahu Ify pelan. Dia menatap Ify dengan seksama. Memperhatikan wajah Ify tanpa celah. Dan Rio menemukan kedua mata Ify tampak sedikit sembab.
"Sambil nangis?" Tanyanya seraya mengusap kelopak mata Ify.
"Menurutmu aja." Ketus Ify bergerak menjauh. Tapi Rio langsung menarik tangan Ify hingga membuatnya bisa memeluk Ify lagi.
"Iya. Gue minta maaf. Janji nggak gitu lagi."
Janji dan maaf. Dua kata itu terasa seperti pisau dan gunting yang kini menusuk hati Ify. Oke, mungkin terdengar berlebihan hanya karena Rio mengabaikan pesan dan panggilannya semalam, Ify harus sampai sesakit ini perasaannya. Tapi, mau bagaimana lagi. Memang itu yang Ify rasakan semalam. Bertarung melawan pikirannya yang tidak bisa berfikir positif dan terus-terusan overthingking.
Pernah mengetik pesan sambil menangis tapi tak kunjung di baca? Pernah menelpon berulang kali sambil menangis tapi tetap tak mendapat jawaban? Dan pernah menahan rasa sakit ketika melihat pesan yang baru saja di baca tapi tak menunjukkan adanya balasan? Bagaimana rasanya? Apakah masih bisa berfikir tenang untuk tidur? Oke, jika tidak pernah mungkin hanya Ify yang merasa gila di sini karena terlalu mencintai Rio. Cinta yang di liputi oleh rasa takut kehilangan.
"Masih marah? Nggak mau maafin?"
"Lepas dulu." Ify bergerak dalam pelukan Rio. Dia tidak ada tenaga untuk berdebat dengan Rio sekarang. Hati dan pikirannya bercabang. Terasa kebas dan lelah karena semalaman tidak bisa tidur. Tidak bisa tenang, dan tidak bisa berhenti menangis. Semua hal buruk tertanam dalam otaknya. Terlebih mengenai apa yang sudah terjadi kemarin. Terutama tentang pertengkarannya dengan Sintya dan Chelsea.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintaimu (New Version)
RomanceKamu adalah hal yang aku mau Tapi aku adalah hal yang tak ingin kau tahu Kamu adalah tempat yang selalu ingin ku tuju Tapi aku adalah angin lalu bagimu Hey! Sedikit saja Sedikit saja lihatlah aku Aku di sini berdiri tepat di belakangmu Aku tidak kem...