64. Stupid

573 61 118
                                    

Rio kaget sekaligus penasaran ketika mendengar suara ribut dari luar kelas. Di tengah mendengar pelajaran, Rio dan teman-teman lainnya ingin tahu apa yang terjadi di luar sana. Hingga Cakka keluar minta ijin pada Pak Hamid untuk melihat keluar. Untung saja Pak Hamid adalah guru tersantai di sekolah ini, jadi tidak ada drama larangan atau perintah untuk tidak kepo. Karena Pak Hamid sendiri juga ingin tahu apa yang terjadi.

Lalu tak lama Cakka kembali ke kelas dengan wajah paniknya. "Itu Ify, Yo! Dia di lantai bawah! Cepet lo susul!" katanya heboh. Membuat Rio langsung berdiri dan berlari keluar. Dia sampai lupa minta ijin pada Pak Hamid. Tapi untungnya Pak Hamid punya jiwa muda yang cukup tinggi. Selain itu, Rio juga pintar dan nilainya tidak pernah mengecewakan para guru.

Jadi, sebenarnya Rio itu termasuk siswa yang di sukai para guru. Rio dulu pernah di tunjuk menjadi ketua Osis. Tapi Rio menolak karena ingin fokus belajar saja. Padahal, alasan sebenarnya Rio sudah punya kesibukan sendiri yaitu mengurus Cafe.

Sesampainya di luar, Rio mengumpat kasar ketika melihat keadaan Ify dari balkon. Dia lantas melepas blazernya dan bergerak cepat menuruni tangga. Darah Rio semakin mendidih ketika tiba-tiba melihat Deva yang ternyata sampai lebih dulu darinya. Namun, kali kini Rio tidak bisa bersikap tenang. Rio harus tegas dan menjelaskan pada Deva bahwa Ify gadisnya, hanya milknya.

Kepanikan Rio semakin menjadi ketika melihat Ify tiba-tiba pingsan dalam gendongannya. Belum lagi ternyata ada darah segar yang masih mengalir di pelipis gadisnya itu. Membuat Rio langsung berlari ke arah parkir untuk membawa Ify ke rumah sakit menggunakan mobilnya.

"Iya, Cak. Lo bawa ke rumah sakit, ya? Thanks."

Rio baru saja menghubungi Cakka. Meminta agar Cakka membawa tasnya beserta tas Ify ke rumah sakit. Sekaligus meminta Cakka agar mengatakan pada bu Marsidah jika sekarang dia membawa Ify ke rumah sakit karena pingsan. Dan jika Bu Marsidah tidak percaya, Rio akan membawa surat dari dokter untuk guru BK-nya tersebut. Selain itu, Rio juga akan membawa orang yang membuat Ify seperti ini menghadapnya.

Rio menghela kasar melihat keadaan Ify. Dari penjelasan dokter, kepala Ify mendapat benturan yang cukup keras. Untung saja tidak ada luka dalam sehingga Ify masih bisa di tolong. Tapi tetap saja, Rio tidak akan diam dan membiarkan orang yang sudah melukai kekasihnya bisa hidup dengan tenang.

"Rio-"

Panggilan itu membuat Rio dengan sigap langsung menatap Ify. Dia menghela lega karena Ify akhirnya sadar setelah satu jam dia menunggu.

"Mana yang sakit?" tanya Rio memperhatikan Ify dengan seksama. Dari kepalanya yang di perban dan pipinya yang memar.

"Nggak. Udah nggak sakit." Jawab Ify dengan gelengan.

"Masih pusing?" tanya Rio lagi. Masih merasa belum puas dengan jawaban kekasihnya. Tangannya terulur memberi usapan lembut pada rambut Ify. Gadis itu masih terbaring dan terlihat lemas.

"Dikit." Jawab Ify pelan.

"Mau cerita, nggak?" Rio merasa ingin menjadi wartawan sekarang. Banyak sekali pertanyaan yang ingin dia ajukan. Tapi Rio juga tidak setega itu mengingat Ify baru saja sadar. Makanya, Rio menyingkat pertanyaannya dengan satu kalimat itu. Jika Ify mengatakan tidak, Rio tidak akan memaksa dan tetap mencari tahu sendiri jawabannya.

"Biasalah. Resiko jadi pacar kamu, nih." Ify tersenyum kecil seolah memberitahu pada Rio bahwa dia bukan gadis lemah yang akan merajuk dan mengadu padanya.

Rio tersenyum kecil juga menanggapi candaan Ify. "Nggak kapok kan jadi pacar aku?" tanyanya serius tapi terdengar santai. Di tambah dengan wajah tenang Rio membuat keadaan menjadi terasa nyaman.

Mencintaimu (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang