12. H-2

934 81 0
                                    

Seluruh anak tari telah berkumpul membentuk pola horizontal dengan Dea yang berada di tengah. Di depan sekali ada Mbak dengan raut serius nya menatap seluruh anak didik nya. Perasaan Dea sudah campur aduk. Walaupun teman-teman nya berkata sudah tidak ada lagi harapan untuk nya, tapi ia sebisa mungkin menaruh harap di hatinya walaupun kemungkinan terwujudnya 0,001%. Pikiran nya sudah berkata bahwa ia harus menyerah dan pasrah jika setelah ini ia tidak lagi menjabat sebagai ketua tari SMA Mandala.

Penampilan mereka akan di mulai dua hari lagi, tapi orang yang Dea harapkan belum juga datang menampakkan diri sejak kemarin. Pikirannya semakin gundah dan yakin untuk ia harus pasrah dengan keputusan Mbak nanti nya.

"Apa-apaan kalian ini, buat pengumuman di mading lalu di sebar di media sosial. Biar apa? Biar sekolah lain tau kalau kita sedang kacau!" bentak Mbak sudah benar-benar lelah dengan masalah yang tak kunjung usai.

"Kamu, Dea, kenapa ini bisa sampai ini terjadi? Ceroboh sekali kamu sebagai ketua tari sekolah ini!" tanya Mbak menatap tajam Dea yang sudah menunduk takut.

"Maaf, Mbak," cicit Dea tak berani menaikkan sedikit pun pandangannya pada Mbak. Seluruh anak tari juga melakukan hal yang sama. Sama-sama tak berani menatap Mbak yang sedang murka.

"Bagaimana jika hal ini sampai di ketahui oleh Kepsek, Dea, bagaimana?" tanya Mbak benar-benar frustasi. Bahkan dari cara nya bertanya pun sudah menunjukkanseperti orang berputus asa. "Tahun ini kalian benar-benar mengecewakan saya. Mulai dari kemampuan, ketangkasan, daya ingat, serta attitude kalian kemana?!" sekali lagiMbak membentak semua anak didik tari nya. Tidak pernah mereka bayangkan Mbak akan menjadi semurka ini.

"Dua hari lagi kita akan tampil. Dea, mana janji kamu? Mana pembuktian kamu kepada saya yang akan mencari pengganti Pelita?" tuntut Mbak. "Kenapa kamu diam? Kamu tidak dapat menemukan pengganti Pelita?"

"Sudah saya katakan, kita ganti saja pola lantai nya tapi kamu tetap bersikeras ingin mencari pengganti Pelita," kesal Mbak."Pengganti Pelita tidak dapat, pola lantai juga tidak di ganti. Wasting time, Dea!" lanjut Mbak.

Keadaan anak tari benar-benar terdesak saat ini. Dua hari lagi akan tampil tidak pernah terlintas di benak mereka akan terjadi seperti ini. Semua anak tari sudah down duluan dan kehilangan semangat.

Dea terkejut ketika Destin tiba-tiba menggenggam tangannya dengan sangat erat. Dea hanya mengangguk kecil. Menyiapkan diri nya untuk apa yang terjadi selanjut nya.

"Kemarin kita tunggu orang nya tidak datang. Maka, hari ini sesuai apa yang kamu katakan pada saya, Dea. Jabatan kamu sebagai ketua tari di SMA Mandala resmi saya le-"

Tok! Tok! Tok!

"Sorry gue telat!"

Ucapan Mbak terpotong dan seluruh mata mengarah pada pintu dengan tatapan terkejut. Sekar berdiri dengan nafas ngos-ngosan serta kedua tangannya bertumpu pada lutut nya. Jaket rajut berwarna coklat susu milik Sekar yang tadi terletak di pundak kini sudah terjatuh ke lantai karena posisi nya yang membungkuk. Sekar berlari dari kelas hingga ruang seni tari yang berada di sudut gedung SMA Mandala setelah melakukan perdebatan panjang dengan Alvian.

"Siapa kamu?" pertanyaan yang Mbak lontarkan berhasil mewakili pertanyaan di pikiran Amelia, Keyla, Lala dan Destin.

Sekar menarik nafas panjang lalu mendekat pada Mbak. Di lihat nya Dea sebentar yang sudah tersenyum merekah dengan air mata menetes.

"Saya Sekar. Murid pindahan beberapa minggu yang lalu. Di sini saya di minta Dea untuk menggantikan posisi Pelita. Maaf karena kemarin saya tidak bisa datang untuk latihan," jelas Sekar dengan yakin.

Mbak menatap Dea sesaat yang sedang menghapus air mata nya. "Menggantikan Pelita? Kamu bercanda, hari ini adalah hari terakhir kami latihan. Bisa-bisa nya kamu baru datang!" pungkas Mbak setengah meremehkan Sekar.

SEKARAKSARA (new version) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang