25. POIN PLUS

744 54 0
                                    

Entah berapa Farki menggaji Alvian sebagai supir pribadi adiknya sehingga laki-laki itu bersedia mengantar dan menjemput Sekar setiap hari. Mari kita menebaknya. Akankah tiga ratus ribu? Lima ratus ribu? Oh, tidak! Satu juta? Atau lima juta? Sangat kemahalan bukan untuk seorang supir? Apalagi hanya rute dari sekolah ke rumah saja. Entahlah hanya Farki dan sahabat karibnya itu yang tahu.

Pagi ini Alvian dan Sekar sudah tiba di parkiran SMA Mandala. Sudah lumayan banyak murid yang tiba. Terbukti dari parkiran yang hampir penuh. Alvian memarkirkan motornya disamping pohon besar, tempat favorit cowok itu parkir semenjak kelas sepuluh.

"Kak, udah rapi belum?" tanya Sekar dengan arah pandang pada kaca spion motor Alvian.

"Lihat sini, Sekar!" pinta Alvian sambil mengarahkan tubuh Sekar agar menghadap kearahnya. Tangan cowok itu terangkat membenarkan jepitan yang tersemat di kepala adik sahabatnya. Jepitan berwarna merah dengan gambar angsa kesukaan putri bungsu keluarga Alantra.

Sekar memperhatikan saja tangan Alvian disampingnya. Tiba-tiba saja mata gadis itu melotot dengan pipi menggembung. Alvian mengernyitkan dahinya, heran dengan perubahan mendadak gadis itu.

Dirasa Alvian mengerti kode dari Sekar, gadis itu lantas berucap. "Jangan lama-lama, Kak, diliatin!" kesal gadis itu.

Alvian lantas terkekeh lalu mecubit pipi gadis itu pelan. "Iya,cantik!"

"Kan memang cantik!" Gadis itu membanggakan diri.

"Duplikat Farki banget," gumam Alvian yang tentu saja Sekar mendengarnya. Gadis itu terkekeh di samping Alvian.

"DEA!" Teriak Sekar dengan tangan terangkat. Entah sejak kapan Dea berada disana. Sekar berlari lalu merangkul pundak sahabatnya. Alvian berbalik, pandangannya langsung bersitatap dengan gadis berambut sebahu itu.

"Kelas yuk, Kar!" ajak Dea.

"Beli jajanan dulu, yuk, De!"

"Jajan?" tanya Dea heran. "Anak kayak lo ngerti bahasa jajan juga, Kar?"

"Ya ngerti lah. Emang lo kira gue anak apa?" tanya Sekar judes.

***

XI IPA 3. Pelajaran dengan menyandang duplikat menyebalkan itu sedang berlangsung sekarang. Handi sedari tadi ribut di kursinya sebagai bentuk pelampiasan dipelajaran kali ini. Sementara Sekar, Dea dan Refa menatap serius pelajaran kali ini. Hana yang duduk di belakang sibuk memainkan ponsel tanpa sepengetahuan Bu Nanik. Bu Nanik yang sedang menulis di papan tulis terganggu konsentrasi karena perbuatan Handi.

"Handi, maju kamu!" Tunjuk Bu Nanik. "Ribut aja dari tadi!"

Handi dengan wajah menyebalkannya menunjukkan muka kaget ala beruk di lempar kayu. "Masa saya, Bu?" tanya cowok itu memastikan. "Si Refa juga ribut tuh dari tadi, Bu!" Tuduh Handi.

Refa langsung menatap sinis kearah Handi, "Heh, beruk laut! Mulut lo ya, mau gue colok?!"

"Sekar, nanti gue pinjam catatan lo ya kalau di suruh maju," bisik Hana menepuk pelan pundak Sekar.

"Tuh, Bu, Hana dari tadi main hp gak ada Ibu suruh maju!" Ujar Handi menumbalkan Hana kali ini.

Hana berdecak kesal. "Handi!"

"Maju kamu, Hana!" tunjuk Bu Nanik.

Hana mendesah pelan. Lebih tepatnya kekesalan yang tidak mungkin ia luapkan saat ini.

"Kar, pinjem!" Hana menarik buku catatan Sekar.

"Tidak membawa buku, Hana!" kata Bu Nanik. "Apalagi buku pinjaman," sindir Bu Nanik membuat satu kelas tertawa.

SEKARAKSARA (new version) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang