27. A PROMISE

772 48 1
                                    

Tadi malam saat Aksara berada di DINDA CASTLE bersama dengan Yugo cowok itu mendapat pesan singkat dari Dea. Tidak biasanya Dea memintanya untuk bertemu di makam Alsya. Aksara merasa ada yang tidak beres dari sahabatnya itu. Untuk sesaat pikirannya terfokus pada Dea sampai lirikan matanya terjatuh tepat pada coretan tanda tangan haram di tangki motor milik Dinda.

"Ngapa lo?" Tanya Yugo menyadari ada aura aneh yang menghinggapi sekitar tubuhnya.

"Beli cat semprot putih dan merah. Letak di tempat biasa."

"Untuk apa, Guh? Jangan aneh-aneh lo."

"Gue bales tuh sih Wanto!" Desis Aksara.

***

Dan di sinilah Aksara berpijak. Pelataran makam yang sepi hanya terdengar suara tangis seorang gadis meringkuk di hadapan tiga makam orang terkasihnya.

"Dea."

Dea lantas berdiri dan segera berlari menemui orang yang sudah ditunggunya sedari tadi. Tanpa membenarkan penampilannya Dea langsung memeluk Aksara dan menangis di sana.

"Kangen," lirih Dea, mengeratkan pelukannya bersamaan dengan tangis yang semakin pilu.

"Kangen Papa, Sa."

"Kangen Mama."

"Kangen Alsya," ucap Dea dan Aksara bersamaan.

Pelukan yang Aksara berikan semakin erat. Tangannya membelai pelan rambut Dea. Sudah lama keduanya tidak berada dalam kondisi seperti ini. Apalagi melihat Dea setahun belakangan berusaha tegar, tapi hari ini Aksara melihatnya benar-benar sangat rapuh.

"Gue ada di sini untuk lo, Dea. Gue bakal temani lo sampai lo merasa lebih tenang."

"Capek, Sa. Gue kesepian," adu Dea dengan tangan melingkar erat di pinggang Aksara. Bahkan baju yang Aksara pakai sudah basah terkena air mata Dea.

"Gue kangen Papa, Mama, Alsya. Gue kangen mereka." Dea menatap wajah Aksara yang juga menatapnya. Tangan Aksara bahkan sudah menghapus jejak-jejak air mata yang mengalir secara acak di pipi Dea. Kulit putih gadis itu bahkan sudah merah karena kelelahan menangis. Nafasnya sesenggukan. Membuat Aksara tak tega hingga kembali membenamkan wajah Dea di dadanya.

Aksara tidak akan memberikan kalimat penenang untuk Dea saat ini. Melainkan sikap hangat yang saat ini dibutuhkan oleh gadis itu.

Tangan Aksara terus menepuk pelan punggung Dea agar membuat gadis itu sedikit tenang. Sikap yang Aksara berikan perlahan membuat tangis Dea mereda. Sesenggukannya berangsur menghilang.

Wajah Dea terangkat menatap Aksara beberapa senti lebih tinggi darinya. Terlihat jelas air mata gadis itu membasahi semua area pipinya. Aksara mengusap dengan lembut menggunakan telapak tangan hangatnya. Merapikan rambut Dea yang terlihat acak-acakan.

"Sa?"

"Kita duduk dulu ya," ajak Aksara namun Dea menggeleng.

"Lo masih ingatkan janji lo sama Alsya?"

Aksara tertegun. Lalu mengangguk dengan yakin. Ia ingat janji yang Alsya minta padanya dulu di akhir hayat gadis itu.

"Gue akan selalu ada di samping lo menjaga lo seperti gue menjaga Alsya, dan memenuhi semua permintaan lo karena permintaan lo sama saja seperti permintaan Alsya."

"Lo mau tepati janji itu sekarang, Sa?"

"Ma-maksud lo?"

Aksara merasa bahwa selama ini ia sudah menjalankan janjinya untuk Alsya. Selalu menjaga Dea dan memenuhi permintaan gadis itu.

"Selama ini gue sedang menjalankan janji itu, Dea."

"Lo mau tepati janji itu sekarang, Sa?" Tanya Dea sekali lagi.

SEKARAKSARA (new version) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang