Lima soal kuis dadakan dari Bu Nanik sudah terpampang rapi di papan tulis. Setiap murid sudah mengeluarkan selembar kertas dan satu alat tulis di atas meja. Tadi malam, di grup kelas Bu Nanik sudah mengumumkan materi yang akan di uji untuk nilai tambahan murid XI IPA 3. Hal itu tentu saja membuat seluruh murid melaksanakan SKS (Sistem Kebut Semalam).
Di samping Sekar, ada Dea dengan ligat dan cekatan mengerjakan soal yang sudah di salinnya di kertas. Apa yang Sekar lihat saat ini persis seperti Dea di kejuaraan olimpiade tahun lalu. Tidak ada yang berubah dari tatapan, keseriusan dan kesungguhan semuanya sama persis. Sekar bahkan tidak menyangka kalau dia akan berteman dan bersahabat dengan Dea.
Tak lama Dea bangkit dari duduk nya untuk mengumpulkan lembar jawabannya. Sekar menoleh ke belakang saat seseorang menepuk punggung nya.
"Dea emang selalu jadi yang pertama di kelas ini," kata Hana membuat Sekar mengangguk.
Sekar tak melihat Dea kembali duduk di sampingnya, melainkan keluar kelas dengan langkah terburu-buru.
Hana kembali menepuk punggung Sekar. "Lo tau Dea ke mana?"
"Toilet mungkin," tebak Sekar.
Hana lantas menggeleng. "Ke ruang tari. Tahun lalu dia juga kayak gitu. Dea itu, anak nya ambisius. Semuanya selalu memuaskan kalau Dea udah turun tangan."
Sekar terdiam sesaat. Lalu menepuk pelan telapak tangan Hana. "Thanks, ya!"
Hana terkejut ketika melihat Sekar langsung mengumpulkan lembar jawabannya. Entah dari kapan Sekar mulai mengerjakannya Hana tidak tahu.
***
"Bagaimana Dea, apa kamu bisa menemukan pengganti Pelita?" tanya Mbak. Di ruang Tari hanya ada Mbak dan Dea. Penari lainnya sedang berada di kelas masing-masing.
"Mbak sudah bilang kan, kita ganti saja pola lantai nya. Keputusan kamu terlalu berisiko, Dea."
Dea lantas menatap Mbak. "Jangan Mbak. Gak akan sempat untuk kita ganti pola lantai nya. Waktu nya tinggal tiga hari lagi. Itu udah mepet, Mbak."
Mbak mengangguk membenarkan apa yang Dea ucapkan. "Itu kamu tau. Tiga hari, Dea, dan kamu masih bersikeras untuk mencari pengganti Pelita?" tanya Mbak membuat Dea terdiam.
"Mana, mana pengganti Pelita? Jika tidak di mulai hari ini Mbak tidak yakin kita akan menang. Lalu kamu rela melepas jabatan kamu sebagai ketua tari Mandala?" jelas Mbak terdengar seperti mendesak Dea.
"Mbak kasih kamu kesempatan seperti ini karena Mbak menghargai kamu sebagai ketua. Tapi sampai hari ini kamu belum bisa menemukannya. Kamu tau kan, Dea, ini kesempatan kita. Tidak ada kesempatan kedua."
"Kita kan belum ketemu siapa penari nya, Mbak. Terus kenapa Mbak bisa bicara gitu?" sanggah Dea menantang jelas ucapan Mbak yang seolah tak percaya pada nya.
"Peluang kita sangat kecil, Dea, jadi wajar apabila Mbak berpikir demikian. Wajar untuk Mbak sebagai pembina kalian memikirkan kemungkinan terburuk nya."
Kringggg...
Bel istirahat menghentikan perdebatan antara pembina dan ketua tari tersebut.
"Kita latihan setelah pulang sekolah. Masih ada waktu untuk kamu menemukan siapa pengganti Pelita," ujar Mbak meninggalkan Dea sendiri.
***
Kantin begitu ramai seperti biasanya. Tadi Sekar sudah mencari Dea ke ruang tari, namun keberadaan Dea tak dapat di temukan. Jadilah Sekar bersama Hana saat ini.
Dua piring siomay dan segelas teh manis sudah terhidang menjadi makanan pembuka di istirahat pertama hari ini.
"Gue denger ekskul tari lagi ada masalah, tuh!" celetuk murid yang duduk di kursi belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEKARAKSARA (new version) [END]
Fiksi RemajaSekar, Permata Merah Alantra sebutan gadis itu. Ia mempunyai misi untuk membuat orang tuanya pulang dari luar negeri dengan berusaha menjadi siswi paling berprestasi, ia dikenal multitalenta dan acap kali berkontribusi dalam perlombaan sekolah. Teru...