Sekar dan Dea baru saja sampai di pelataran rumah sederhana dengan pagar besi sebatas pinggang orang dewasa menyambut keduanya.
Rumahnya tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil namun kenyamanan selalu menyelimuti penghuni di dalamnya dengan berbagai cerita yang tercipta.
Rumah itu selalu tampak sunyi bahkan setahun belakangan orang sempat mengira bahwa rumah bercat kuning pudar tersebut sudah tidak berpenghuni.
Sekar mengamati setiap sudut pekarangan rumah Dea. Bunga mawar dan melati sebagai pemanis teras rumah ini.
"Ini rumah lo, De?" Tanya Sekar sambil mengikuti langkah Dea didepannya.
Dea hanya mengangguk, sambil mengeluarkan kunci dari dalam tasnya dan membuka pintu rumah.
"Masuk, Kar!" Ajak Dea sambil melepas sepatunya tepat didepan pintu. Sekar yang memperhatikan juga sama mengikuti apa yang dilakukan si tuan rumah.
Sekar tersenyum melihat rumah Dea yang hampir mirip dengan rumah kakek nenek nya dulu-sederhana, tidak berlebihan-berbanding terbalik dengan rumahnya.
"Sepi ya, De. Sama kayak rumah gue," kesan pertama yang Sekar beri membuat Dea tersenyum.
"Ya iyalah, gue sendirian disini.." jawab Dea langsung melengos ke belakang.
Sekar mengamati setiap foto yang tergantung di dinding-empat anggota keluarga tersenyum dengan bahagia. Sekar mengernyit ketika wajah Dea begitu berbeda dari kedua orangtuanya dan satu saudara perempuan yang-cantik.
"Orang tua angkat sama saudara angkat gue," celetuk Dea sambil meletakkan dua gelas minuman berwarna Oren dan sepiring cemilan.
Sekar lantas menatap Dea-terkejut, "jadi lo?"
"Iya, gue anak angkat di keluarga ini. Waktu umur gue setahun, keluarga ini ngambil gue dari panti asuhan," Dea tersenyum bila harus mengingat kisah lama itu-mendekat pada Sekar yang memandangi foto keluarganya, "dia saudara angkat gue, cantik kan?"
Sekar mengangguk, mengakuinya, "namanya siapa?"
"Alsya. Alsya Latifa Prawira, anak dari papa Praja sama mama Wira."
Selanjutnya Sekar beralih pada meja hias berbalut cermin dengan cat pinggiran kayunya berwarna gold. Gadis itu memperhatikan lekat sebuah foto-seorang lelaki diapit oleh dua wanita cantik-Dea dan Alsya.
"Cowok itu Aksara. Laki-laki yang selalu melindungi gue sama Alsya. Sahabat kita dari kecil, sekaligus pacar Alsya setahun yang lalu." Jelas Dea tau bahwa tatapan Sekar tertuju pada Aksara.
Sekar tersenyum dan spontan berujar, "Aksara ganteng!"
"Apa?" Ujar Dea-terkejut.
Sekar langsung tersenyum kaku, melampiaskan ketidaknyamanannya karena ucapannya barusan, "mak.. maksud gue,, iya.. Aksara genteng, karena kan cowok?" Sekar langsung menyambar segelas minuman dan meneguknya hingga tersisa setengah. Mendadak suhu ruangan berubah menjadi panas atau hanya dirinya yang kepanasan karena ucapannya?
Dea langsung tertawa melihat Sekar yang salah tingkah, "hahahha! Sekar.. Sekar.. polos banget ya lo. Aksara memang ganteng kali, yang bilang dia gak ganteng rusak tuh matanya!"
Sekar hanya tersenyum saja.
"Alsya mana?" Ujar Sekar mengalihkan topik pembicaraan.
Tawa Dea langsung terhenti dan dengan cepat menyambar gelas minumannya.
"Belum pulang sekolah ya, De? Tapi harusnya udah pulang ya, kita aja udah pulang dari tadi," lanjut Sekar.
"Terus bokap nyokap lo mana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SEKARAKSARA (new version) [END]
Ficção AdolescenteSekar, Permata Merah Alantra sebutan gadis itu. Ia mempunyai misi untuk membuat orang tuanya pulang dari luar negeri dengan berusaha menjadi siswi paling berprestasi, ia dikenal multitalenta dan acap kali berkontribusi dalam perlombaan sekolah. Teru...