36. MODEL MATEMATIKA

654 50 0
                                    

Buku bercetak tebal dengan berbagai angka yang mengisi setiap kolom paragraf di halaman yang terbuka, tidak hanya itu. Lembaran kerja siswa serta buku coret-coretan dengan berbagai angka dan latihan soal berada di sana. Pena baru saja terjatuh dengan sendirinya akibat gerakan lambat yang tercipta dari sebuah tangan mungil pecinta matematika tersebut.

Sejak semalam Sekar di tinggal istirahat oleh Farki, ia mulai berkutat dengan pelajaran kesukaannya itu. Les private yang Sekar lewatkan di bayar olehnya dengan begadang penuh, hingga berdampak ketiduran di meja belajar dan tak mendengar alarm yang sedari tadi berdering mengisi kamarnya.

Knop pintu terbuka, memperlihatkan wajah tampan yang sudah selesai dengan seragam sekolahnya. Farki mematikan alarm yang terlalu ribut untuk ia dengarkan di pagi hari. Lalu menggendong Sekar secara perlahan agar gerakan yang ia timbulkan tidak mengganggu tidur adiknya. Tapi itu semua gagal Farki lakukan karena Sekar terlalu peka oleh sentuhan abangnya.

"Abang," panggil Sekar dengan suara serak khas orang bangun tidur karena kerongkongan kering belum terkena air setetespun.

"Hm." Farki membaringkan Sekar secara perlahan dan menutupi setengah badan adiknya menggunakan selimut.

Seragam yang Farki kenakan jelas membuat Sekar bertanya padanya. "Ini jam berapa?"

"Hampir jam tujuh pagi."

Wajah panik dan terkejut terlihat jelas karena Sekar memelototkan kedua matanya. Hal itu justru membuat Farki terkekeh melihat muka adiknya.

"Ngapa lo?" tanya Farki. "Kesurupan?"

"Sekar terlambat sekolah!"

Farki segera menahan Sekar yang hendak turun dari tempat tidur. Hampir saja kaki adiknya itu menyentuh lantai yang dingin. "Mau ngapain, hm?"

"Sekar mau siap-siap sekolah, Abang."

Farki menggelang sambil meletakkan kedua tangan di pinggangnya. "No! Lo harus di rumah istirahat. Gak ingat semalam habis jatuh?"

"Tapi kaki Sekar udah gak papa," jawab Sekar kekeh.

"Gue udah minta dokter pribadi kita untuk bikin surat izin sakit. Jadi gak ada alasan untuk lo nolak Sekar."

Sekar menggembungkan kedua pipinya, gadis itu kesal dengan sikap abangnya yang sesuka hati. "Sekar harus sekolah. Gimana kalau nanti ulangan?"

"Kalau nilai Sekar turun gimana?"

Farki terkekeh sambil menggeleng. "Gak akan Sekar. Lo baru izin sekali. Jadi gak akan ngaruh."

"Sekar mau sekolah. Gimana kalau nanti ada kuis dari Bu Nanik. Sekar gak datang, dan nilai Sekar jadi turun. Nanti Papa Mama gak pulang, Abang emangnya bisa bawa mereka pulang?"

Pertanyaan yang Sekar ajukan cukup membuat Farki tertohok di pagi ini. Farki memilih duduk di samping adiknya dan mengelus surai panjang itu. "Sekar, kamu dengar Abang. Dengan kamu izin sekali kayak gini, gak akan membuat nilai kamu turun ataupun terpengaruh Sekar. Ini baru sekali, dan kamu juga belum pernah dan gak akan pernah melakukan kesalahan di sekolah. Jadi, ini gak akan berpengaruh ke nilai kamu. Kalau kamu masih mimpi, tidur makanya. Udah ya. Bye!"

Farki menutup pintu kamar Sekar tak lupa membawa kuncinya. Sekar berteriak dengan sangat kesal ketika suara pintu terkunci berasal dari luar.

"ABANG!!!!!!!!"

Farki terkekeh mendengar teriakan melengking dari adiknya. Beberapa langkah menjauh dari kamar Sekar senyum di bibir Farki menghilang. Adiknya itu sungguh ambisius dan terobsesi akan nilai dan prestasinya. Padahal, sudah banyak prestasi yang Sekar torehkan tapi kedua orang tuanya itu tidak kunjung datang memenuhi janjinya. Dalam pandangan Farki mengenai orang tuanya saat ini adalah pasangan gila kerja hingga hampir melupakan kedua anaknya yang membutuhkan kehadiran mereka.

SEKARAKSARA (new version) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang