46. HARAPAN DI TENGAH ASA
Alvian duduk di atas sofa berukuran dua seater berwarna coklat susu yang tersedia di unit apartment-nya. Dipikiran Alvian saat ini penuh dengan segelintir ucapan-ucapan Aksara yang belakangan ini berhasil mengusiknya. Yang paling berpengaruh hingga mampu membuat Alvian merenung saat ini adalah perkataan Aksara tempo hari yang memintanya untuk lebih peka pada gadis yang berada di sampingnya.
Saat kejadian itu hanya ada Dea yang berada di sampingnya. Dugaan Alvian semakin kuat bahwa Dea menyimpan rasa padanya setelah Aksara mengucapkan hal itu. Atau mungkin sebelum Aksara mengucapkan hal itu Dea sudah menyimpan rasa padanya?
Gadis yang setahun lalu dekat dengannya karena akan mewakili SMA Mandala mengikuti olimpiade yang diadakan oleh Kemendikbud. Ingatan Alvian berlabuh ketika Dea begitu perhatian padanya dulu. Bahkan hingga kini Alvian tak tahu maksud dibalik perhatian yang Dea berikan padanya.
"Kak Al!" sapa Dea menghampiri Alvian yang sedang berkutat dengan latihan soal di taman belajar pelatihan olimpiade.
Alvian begitu fokus dan tak ingin terganggu hanya sekadar berdehem singkat untuk menjawab sapaan Dea.
"Kak Al udah makan siang?" tanya Dea. Karena mereka baru saja keluar dari ruang test setengah jam yang lalu.
Lagi-lagi Alvian tak merespon lebih. Hanya gelengan kepala yang cowok itu tunjukkan.
"Kak, makan dulu. Ntar sakit, terus gak bisa fokus ikutan test gimana?"ujar Dea memberi saran. Jujur Dea begitu khawatir akan kesehatan Alvian. Cowok itu benar-benar fokus dalam mengikuti test kali ini. Kantung mata di sekitaran mata Alvian juga tak dapat di sembunyikan.
"Lo aja dulu," tolak Alvian tanpa menatap Dea barang sedikit pun.
Dea menghembuskan nafasnya pelan. "Gue udah makan, Kak. Makanya ke sini untuk ajak lo belajar, eh, tapi lo nya malah belum makan."
"Gue ambilin ya, Kak?" tawar Dea terdengar begitu semangat. Dea bersiap akan berdiri namun Alvian lebih dulu menahan tangannya.
"Gue bisa ambil sendiri. Lo lanjutin aja latihan soalnya," perintah Alvian.
Dea tersenyum dengan kedua mata berbinar bahagia. "Siap kapten! Makan yang banyak ya, Kak, supaya kita bisa memang!"
"Aaaarrrggghhhhhh!" Alvian menendang kasar meja di hadapannya. Kenapa ia baru menyadarinya sekarang bahwa Dea telah menyimpan rasa sejak setahun yang lalu padanya. Bahkan binar mata gadis itu tak dapat di bohongi sama sekali. Lalu bagaimana perasaan Dea yang selalu melihatnya berdekatan dengan Sekar?
"Bodoh banget sih lo Al!!" maki Alvian pada dirinya sendiri. Alvian lantas mengambil helm yang berada di sampingnya dan langsung pergi keluar begitu saja. Ia tidak ingin semuanya terlambat lagi.
***
Sepuluh menit yang lalu Aksara baru saja tiba di rumah Dea atas permintaan gadis itu. Wajah Dea terlihat begitu kesal dan marah pada Aksara. Lebih tepatnya pada sikap cowok itu. Namun hal sebaliknya justru di tunjukkan oleh Aksara. Tangan Aksara yang direntangkan siap untuk memeluk Dea yang sudah lama tidak ia rasakan. Dea sontak menghindar dengan mundur selangkah ke belakang.
"De," lirih Aksara merasa aneh dengan sikap Dea.
"Lo gimana sih, Sa? Gue minta lo untuk dekati Sekar. Bukan celakai dia!" bentak Dea dengan wajah memerah. Barusan Dea mendapat sebuah kiriman foto yang menyatakan bahwa Sekar sedang tidak baik-baik saja.
"Kenapa lo jadi marah sama gue?" tanya Aksara tidak mengerti.
"Ya gimana gue gak marah, Aksara. Kalau berita kondisi Sekar sampai ke Alvian, orang pertama yang bakal dia cari adalah lo! Dan kalau Alvian ngabisin lo kaya waktu itu, gue gak bisa pertahankan posisi gue dan Alvian gak akan pernah jadi milik gue!" murka Dea dengan nafas memburu. Ia benar-benar marah dan ingin memaki Aksara saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEKARAKSARA (new version) [END]
Teen FictionSekar, Permata Merah Alantra sebutan gadis itu. Ia mempunyai misi untuk membuat orang tuanya pulang dari luar negeri dengan berusaha menjadi siswi paling berprestasi, ia dikenal multitalenta dan acap kali berkontribusi dalam perlombaan sekolah. Teru...