Tak ada hal lain yang dapat meredakan emosi seseorang sekalipun sudah diambang batas wajar kecuali ia sang penghuni hati. Panggilan dengan suara berat namun lembut berhasil meluluhkan hati yang keras dan juga emosi yang tertahan. Air mata yang mengalir deras lantaran takut, syok dan juga khawatir kini di hapus cepat oleh sang empunya.
"Dea."
Alvian datang dan langsung mendekat kearah Dea yang sudah terduduk seperti tak berdaya dengan air mata berjatuhan. Sebelah tangannya memegang satu pundak Dea.
"Lo kenapa, De?"
"Yang lain mana?"
Dea dengan cepat menggeleng. Tak mungkin mencurahkan kegundahannya kepada orang yang beberapa waktu lalu memohon padanya.
"Yang lain udah pulang, Kak."
"Lo.. lo ngapain di—"
Bagai kilatan cahaya, dan suatu gerakan yang tak pernah terduga akan terjadi pada Dea. Emosi semula di puncak kini turun ketika Alvian mendekapnya. Kebingungan amat luar biasa Dea rasakan, terlebih mendengar apa yang Alvian ucapkan.
"Maaf karena gue telat sadar tentang perasaan lo ke gue, De," cetus Alvian membuat Dea kaku juga jantung kembali berdebar.
"Maaf karena buat lo pendam semua ini sendiri. Sindiran yang selalu gue terima dari Aksara selalu menjurus tentang lo, Dea."
"Masih ada waktu kan untuk gue?" tanya Alvian dengan suara bergetar juga pelukan yang semakin erat. Ia tidak tahu apakah ini saat yang tepat untuk mengungkapkan semuanya atau tidak. Yang jelas Alvian tidak ingin semuanya terlambat lagi.
"Kak, lo.."
"Cemburu ya, liat kedekatan gue sama Sekar?"
Dea lantas meremas jarinya dengan bibir terkatup. Jangan tanyakan betapa cemburunya ia menahan semuanya sendiri.
"Maaf ya, De. Sekarang gue udah sadar semuanya. Maaf gue terlambat sampai buat lo nunggu selama ini."
"K-kak.. lo.. lo ini gak bercanda kan?" tanya Dea masih diambang keterkejutannya.
"Dulu ada gadis yang teriak-teriak manggil warga sekitar untuk selamatin nyawa cowok yang babak belur di tanah kosong. Gue liat tatapan dan raut khawatir yang terpancar tulus darinya. Dan sekarang, gue mau balas itu semua," ucap Alvian dengan begitu lembut sembari mengingat kejadian setahun yang lalu.
"Kalau gak ada dia.. mungkin gue udah mati dan gak mungkin bisa tau kalau ternyata gadis itu menyimpan rasa ke gue."
Tenggorokan Dea tercekat dengan mata terasa perih mengeluarkan setetes cairan bening kala mengingat wajah babak belur dan penuh darah dari kakak kelasnya itu.
Dea menatap tatapan sehangat cahaya pagi yang menerpa dirinya. Tangan yang terdiam bebas kini membalas pelukan Alvian tak kalah erat. Tangisnya tumpah begitu saja dengan isak yang mendera. Bahkan perdebatan luar biasa yang tadi di lakukan tak lagi ingat di kepalanya.
"Gue mau akhiri penantian lo itu sekarang. Jadi pacar gue, ya, Dea Cantika Langgit?"
***
"Mau ke mana lo?" tanya Yugo melihat sahabatnya begitu rapi dan wangi dengan menyemprot parfum hampir menghabiskan sisa untuk besok.
"Jangan banyak-banyak bego pakai parfumnya!" ketus Yugo karena itu adalah aroma favoritnya.
"Bodo amat!" ejek Aksara malah menjulurkan lidahnya dan sengaja menyemprotkan asal.
"Gak punya pacar aja sok-sok keren!" cibir Yugo seraya menghidupkan televisi.
"Sebentar lagi punya. Emang lo gak ada kemajuan sama sih Hana!"
KAMU SEDANG MEMBACA
SEKARAKSARA (new version) [END]
Teen FictionSekar, Permata Merah Alantra sebutan gadis itu. Ia mempunyai misi untuk membuat orang tuanya pulang dari luar negeri dengan berusaha menjadi siswi paling berprestasi, ia dikenal multitalenta dan acap kali berkontribusi dalam perlombaan sekolah. Teru...