32

119 10 2
                                    

Masalah wali kelas tingkat satu, masih diteruskan penelusuran dan tingkat satu kini diistirahatkan. Pihak akademi mengatakan bahwa tingkat satu masih terlalu lemah dan butuh banyak pembelajaran. Meski Noa pernah mengatakan bahwa dia sudah dapat petunjung tentang wali kelas tingkat satu, tapi kasus itu sampai sekarang belum ada kejelasan. Asumsi sebagian pihak akademi adalah mungkin saja hantu sudah menangkapnya dan mungkin sudah tak lagi bisa diselamatkan. Namun, sebagian lagi masih bersikukuh bahwa wali kelas tingkat satu tersebut tidak ada hubungannya dengan hantu. Mengingat pesan terakhir yang dia tinggalkan, memberi asumsi bahwa mungkin saja dia meninggalkan akademi dan tersesat di hutan. Sebab, kepulangannya ke dunia manusia juga tak ada pemberitahuan.

"Kenapa mereka masih saja menyelidiki wali kelas kita?" dengkus Vildory di tempatnya karena merasa risih dengan kasus tersebut yang belum menemui titik terang.

"Apa kau tidak mengkhawatirkan dia? Dasar tidak berperasaan!" ketus Ale di sebelahnya, dia lebih risih lagi terhadap Vildory daripada kasus wali kelasnya.

"Ck! Kau ini, bukan seperti itu maksudku! Bukannya beliau meninggalkan pesan, tidak usah mencariku, aku terjebak di lubang jejakku sendiri! Itu, kan artinya dia tidak ingin ditemui? Untuk apa lagi mencari?" sahut Vildory tak habis pikir.

Ale hanya mampu terperanga, orang yang kini menjabat sebagai temannya itu ternyata memang bodoh. Ingin Ale memukul kepalanya sampai otaknya bisa berpikir lebih cermat lagi. Namun, urung karena memang melakukan hal itu tak akan membuat seseorang lebih pintar. Kalaupun Ale benar-benar melakukannya, kelihatannya dia jauh lebih bodoh daripada Vildory.

"Kau ini bodoh, ya? Bisa saja 'kan itu jebakan? Bagaimana kalau hantu itu benar-benar ada di akademi? Lalu, yang menulis surat itu hantu tersebut! Bagaimana juga kalau surat itu menandakan dia dalam bahaya? Bisa saja 'kan maksud suratnya dia kini sedang dijebak oleh hantu?" terang Ale sedikit berteriak agar Vildory bisa lebih mengerti lagi.

Seolah mempunyai otak buntu, Vildory tampak menggaruk kepalanya yang tiba-tiba gatal. Seakan apa yang Ale terangkan barusan adalah sesuatu yang berat untuk dicerna. Ekspresi wajahnya pun menggambarkan betapa bodohnya wajah itu.

"Kalau terjebak dalam lubang jejaknya sendiri, kupikir dia sudah menapak dua kali. Kalau belum menatapak, pasti belum ada jejak 'kan? Makanya dia terjebak, padahal sudah tahu jejak awalnya tidak tepat!" cecar Vildory sedikit sulit dimengerti.

Namun, setelahnya Ale menganga lebar. "Binggo!" ucapnya sambil memetik jari, "Vil, kau jenius!" puji Ale lagi sambil menepuk-nepuk bahu Vildory.

Kembali tampang bodoh Vildory mengisi seluruh wajahnya. Sebab, Ale baru saja mengatakannya jenius, padahal belum lama sebelum itu Ale mengumpatinya bodoh. Wajah Vildory memang sedikit menyebalkan, tapi masih bisa Ale menahan diri untuk tidak memukulnya. Sebab, kata-kata Vildory tadi sepertinya telah mempertemukan Ale pada hal yang bagus.

Kemudian, Ale menarik lengan baju Vildory dengan seenak hati. Membuat Vildory tepaksa patuh dan mengikutinya kemana dia hendak pergi. Pemuda itu ingin sekali menanyai, namun urung. Takutnya Ale kembali menarik kata-katanya yang tadi mengatakan Vildory jenius.

Sesampainya di depan kamar asrama yang entah siapa pemiliknya, Ale menghentikan langkah, pun dengan Vildory yang melongo saja. Pintu ruangan itu langsung Ale ketuk dan menunduk sebagai salam kepada pemilik yang membuka pintu untuknya. Sadar dengan peringkat satu yang ada di dalam sana, Vildory pun ikut memberi salam, meski dia ragu memberi salam entah untuk apa.

"Kalian berdua? Ada apa?" tanya Noa karena sebentar lagi dia akan pergi melanjutkan misi pencarian wali kelas tingkat satu.

"Hentikan saja pencarian wali kelas kami!" ucap Ale yang membuat Vildory membelalakkan mata.

Akademi Para PetarungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang