38

107 8 0
                                    

"Apa yang barusan kau lakukan? Menyerang?" ledek si Mata Merah dan menancapkan ujung pedangnya di atas tanah, "Hei, kau tahu? Pedang ini beratnya ratusan kilo! Lalu, apa yang akan terjadi kalau aku menebas tepat di lehermu?" sambungnya dengan mengangkat lagi pedangnya ke udara.

Liam dan Ale tampak membelalakkan mata, berat pedang seperti itu dapat di bawah dengan mudah. Memikirkan pedang itu lewat di leher manusia, rasanya membuat merinding saja. Apalagi kalau itu benar-benar terjadi, mungkin kepala mereka akan terpental jauh dari posisi awal. Sebab, ayunan pedang seberat itu yakinlah akan menimbulkan desiran angin yang luar biasa. Dan akan menerbangkan apa saja yang dilaluinya.

"Kau pikir, siapa yang sedang kauperbodoh, hah?" teriak Vildory terlihat percaya diri.

"Bodoh, jangan memancingnya!" henti Ale menarik Vildory sedikit lebih jauh.

Tak terima dengan remehan Vildory, si Mata Merah itu mengerutkan dahinya tak terima. Menatap Vildory penuh amarah dan ingin menunjukkan kebenaran ucapannya. Pedangnya dia angkat ke udara dan siap mendaratkannya di leher Vildory yang terbuka. Namun, Liam lebih awal menyelah, menghambat pergerakannya. Kali ini, Liam menghantam wajahnya dengan kekuatan kakinya. Membuat lawan sedikit memundurkan langkah dan mendongakkan kepala yang semula tertoleh ke arah kiri.

"Sialaannn!" amuknya tak terima karena Liam terus saja membuatnya marah sedari tadi.

Tak hirau dengan amukan Hantu itu, Liam menggunakan sekali lagi sihir petarungnya. Menekankan lebih kuat lagi pada jantung lawan agar kerusakannya lebih parah. Membuat Hantu itu berakhir di tanah dan teriakan adiknya yang mengiringi di belakangnya. Tentu saja hal itu akan menguras energi lebih banyak dari bertarung biasa. Membuat napas Liam bergemuruh berat dan sulit diatasi.

Pikir Liam, setelah Hantu jatuh ke tanah, dia hanya perlu mengakhirinya dengan sekali serangan lagi. Namun, ternyata salah karena Hantu itu kembali bangkit dengan mudah. Tanpa bisa Liam hindari, tangan Hantu itu sudah menggantung di lehernya. Membuat tubuh Liam terangkat ke udara dan napasnya semakin tak terkendali. Liam tampak merontah, terus berusaha meraup udara. Kemudian, tangan satunya lagi dia angkat ke udara dengan pedang menemaninya. Bersiap menebaskannya ke tubuh Liam dan yakin hanya butuh sekali tebasan saja.

"Aaaaaa!"

Teriakan itu mengalihkan perhatian Hantu bermata merah. Membuat kepalanya menoleh ke arah suara, di mana adiknya berada. Di sana telah ada Vildory yang menahan pergerakannya. Dengan tangannya Vildory pelintir ke belakang, lalu tatapannya menandakan peringatan ancaman.

"Eliani!" panggil sang Mata Merah dengan Liam dia lepaskan begitu saja, begitu pun dengan pedang yang tadi bersamanya.

Menghampiri Eliani sang Adik dengan tatapan seakan memohon agar Vildory melepaskannya. Pergerakan yang Vildory lakukan tak hanya membuat panik Hantu yang kemungkanan bernama Eliana itu saja. Namun, juga dengan Liam dan Ale yang sama sekali tak menyadari pergerakannya. Terutama Ale yang masih yakin bahwa tadinya Vildory masih berada di sebelahnya. Ternyata, pemuda itu sudah berada di arena berbahaya karena Hantunya ada dua.

"To--tolong jangan bunuh dia!" mohon Eliana dengan warna matanya yang merah seakan luntur ke sekeliling mata. Dia seolah ingin menangis ketakutan.

Tak seperti gertakannya, sebetulnya tubuh Vildory kini dalam keadaan bergetar parah. Ketakutan pastinya karena mengira Eliani memang tak bisa apa-apa. Meski benar apa yang dipikirkannya, namun Eliana yang mendekatinya membuat Vildory ingin lari sekencangnya. Pikirnya, dia hanya ingin melakukan ancaman biasa agar Liam terlepas dari ancaman. Selanjutnya, Vildory pikir dua orang temannya akan menyerang dari belakang, namun Liam dan Ale tak melakukan apa-apa. Melihat keadaan Liam rasanya memang patut ditolerir, sebab dia masih tampak kesulitan bernapas di atas tanah. Masalahnya sekarang adalah Ale yang tak melakukan apa-apa, hanya melongo-melongo saja.

Akademi Para PetarungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang