33

129 11 0
                                    

Sementara Vildory, dia membekap kuat mulutnya sendiri karena merasa bodoh dengan apa yang dilakukannya. Kini, Vildory tak berani lagi menelengkan kepala untuk mendengarkan lebih jelas apa yang sosok itu bicarakan. Vildory bahkan menyadari ada langkah mendekat ke arahnya, sehingga jantungnya memompa dengan sangat cepat. Sebentar lagi, entah akan bagaimana yang terjadi. Karena ketahuan menguping rahasia besar, yang entah siapa dibalik itu semua.

"Apa yang sedang kaulakukan?"

Sontak, jantung Vildory serasa kehilangan irama. Matanya tak kunjung terbuka karena takut akan bertatap mata dengan sosok yang mungkin saja mampu membunuhnya dalam sekejap mata. Deru napasnya semakin sulit untuk disembunyikan dan keringat Vildory serasa membasahi seluruh tubuhnya. Alasan yang tepat untuk keberadaannya di sini sama sekali tak bisa Vildory pikirkan. Kepalanya penuh dengan ketakutan dan kegelisahan. Dia sampai tak sempat untuk menjawab apa yang kini sedang dipertanyakan.

"Kakak? Kau sendiri, apa yang kaulakukan di sini?"

Berikutnya, Vildory baru bisa membuka mata. Pertanyaan tadi jelas tak ditujukan padanya. Lagipula Vildory bahkan tak menyadari suara yang tadi bertanya berbeda dengan yang sedari tadi didengarnya. Seakan suaranya familiar dan terdengar sedikit ada kemiripan dari suara keduanya.

"Kau balik bertanya? Jawab dulu pertanyaanku, Nigi!" tekan seseorang di sana yang kini bisa Vildory kenali suara itu berasal dari Noa, si Peringkat Satu.

Lantas,Vildory masih mengupingnya. Sudah pasti sosok tertutup yang sama sekali tak bisa Vildory lihat adalah Nigi --peringkat sepuluh dan juga merupakan adik Noa. Menambah penasaran Vildory, sebab hubungan keduanya yang jelas tak pernah membaik. Dilihat dari keadaan saat ini, sepertinya pencarian wali kelas tingkat satu memang tidak dilanjutkan. Sebab, Noa yang menangani kasus itu terlihat tak ada kegiatan lain dan berakhir datang ke sini.

"Aku hanya mencari tempat berlatih!" jawab Nigi cepat, seakan berbohong sudah sering dilakukannya.

Tawa Noa terdengar mengudara. "Berlatih? Sampah sepertimu ingin berlatih? Jangan membuatku tertawa, Nigi. Untuk apa kau berlatih? Untuk menjadi lebih kuat? Atau, apa mungkin kau ingin mengalahkanku?" tebak Noa dan kembali tertawa.

Sosok Noa terasa berbeda dibanding kala dia berbicara dengan Vildory. Auranya terasa menakutkan, sehingga Vildory merasa ketakutan hanya dengan mendengarkannya dari sini. Padahal, jelas Noa tak sedang berbicara padanya, tapi Vildory merasakan jiwanya begitu terintimidasi. Meski begitu, Vildory justru semakin penasaran dengan apa yang terjadi. Perlahan Vildory melongokan kepala dan melihat dengan seksama apa yang dua saudara itu perbicarakan. Meski dari posisinya saat ini wajah keduanya tampak tersembunyi. Juga dengan hantu yang tadi bersama Nigi tak lagi terlihat dan hilang entah ke mana.

Tak ada jawaban dari sang Adik, hanya tundukan kepala yang mampu dilakukannya. Meresapi kata-kata Noa sampai terasa mengalir ke sumsum tulang. Membuat tubuhnya bergetar dan didiamkannya dengan menggulung kuat jari-jemari. Serta decihan pelan mengalun dari bibirnya dan suaranya itu bahkan tak sampai ke lokasi Vildory yang masih saja menatap ke arah sana.

Noa tampak menelengkan kepala, menatap wajah Nigi yang ternyata tengah berbiaskan air mata. Tangan kekar Noa tampak mengambang di udara dan kemudian dengan cepat meninju wajah Nigi yang tak siap menerima. Alhasil, dia terpental, untunglah Nigi masih bisa menyeimbangkan tubuhnya yang hampir jatuh ke tanah. Membuat Vildory di posisinya menganga dengan pertunjukkan yang baru saja dilihatnya. Entah sudah keberapa kali dia dibuat menganga oleh kejadian-kejadian hari ini saja. Vildory yakin pukulan yang Noa daratkan adalah suatu pelanggaran karena berkelahi di luar arena. Namun, tak satu pun jam tangan dari mereka berbunyi, menandakan perkelahian mereka masih layak dan tak apa jika tak ditegur.

"Apa kau lupa, menangis hanya membuatmu terlihat semakin lemah bukan?" tanya Noa dan kembali mendekati Nigi, "Wajahmu itu terlihat memuakkan, kau tahu? Jadi, jangan menangis di hadapanku seperti bayi. Rasanya aku ingin muntah!" tutur Noa sangat tak berperasaan meski kini Nigi menangis lebih jadi.

Akademi Para PetarungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang