42

116 9 5
                                    

Sekali lagi, tindakan Vildory membuat banyak petarung membelalakkan mata. Dari semula Vildory yang menantang El dan kalah. Sekarang Vildory kembali menantang yang lebih tinggi pangkatnya. Yaitu, peringkat keenam yang jelas-jelas duduk pada singgasana. Sementara Vildory, dia masih duduk pada peringkat dua puluhan, itu pun belum bisa dibilang luar biasa. Tetapi, yang lebih mengejutkan lagi adalah Baldia Galant yang menerima tawarannya. Katanya, Vildory setengah memaksa dan karena takut, Galant sepertinya terpaksa. Jangan lupa, Arnold pernah berkata bahwa pemuda itu penakut dan alasan dia mendapat peringkat keenam bisa dilihat dari kemampuan setengah ularnya.

Saat pertanda laga disuarakan, Vildory langsung maju menyerang Galant. Meliuk pada belakangnya dan berniat meninju Galant dari belakang sana. Seperti yang Vildory duga, gerakan Galant sangat leluasa, benar-benar seperti ular berbisa. Meski begitu, ketakutan di matanya menandakan kalau dia tak ingin adu laga berlama-lama. Ketakutan Galant itulah yang membuat Vildory berani menantangnya. Pikir Vildory, mengalahkan Galant akan mudah, tanpa melihat peringkatnya.

Vildory kemudian kembali menyerang dengan kaki kanan di udara. Mengayunkan tepat pada kepala Galant yang dari awal sudah menggunakan wujud setengah ularnya. Sementara Vildory masih menguji keberuntungan dengan tidak menggunakan apa-apa selain beladiri saja.

"Senior, kau tahu, kau terlihat lemah!" pancing Vildory supaya tak hanya dia yang menyerang dan berharap Galant memukulnya pada posisi yang mudah dibaca. Agar nanti dia bisa menggunakan sihir petarungnya sesuai tempat di mana nantinya dia terluka.

"Ja--jangan mengejekku! Aku ... pasti akan mengalahkanmu!" teriak Galant terputus-putus dan mundur beberapa langkah.

Lantas, Vildory kira Galant mundur untuk mempersiapkan serangan. Namun, detik berikutnya bahkan tak terjadi apa-apa. Galant hanya mundur demi menghindari Vildory saja rupanya. Sialnya, Vildory benar-benar tak menduga dan sudah bersiap dengan setengah iblisnya. Sekiranya saat Galant menyerang, sihir petarungnya bisa dia posisikan dengan posisi yang sama, di mana Galant akan menyerang nantinya.

Sisik ular yang sedikit menutupi wajah Galant, tampak mengikis perlahan. Keringat membasahi wajahnya dan Galant kembali pada wujud manusia. Entahlah, Vildory sama sekali tak memahaminya. Padahal Galant ketakutan menghadapinya, namun wujud setengah ular dia lepas tanpa alasan.

"Oho! Itu dia! Sepertinya Galant benar-benar akan mengakhirinya!" kekeh salah seorang petarung yang berdiri paling dekat dengan arena.

"Kalau sudah seperti itu, habislah sudah!" sambung petarung lainnya.

"Haha! Salah sendiri berani menantang sepuluh peringkat teratas."

Vildory mampu menangkap semua perkataan mereka. Alasan Galant kembali pada wujud manusia adalah pemicu dari ocehan mereka. Namun, Vildory sama sekali tak mengerti maksud apa-apa. Vildory bahkan tak pernah melihat Galant beradu tarung dengan petarung lainnya. Sebab, memang tak ada yang mau menatangnya. Bahkan, peringkat tujuh pun enggan menantang Galant untuk beradu laga.

Masih dengan memikirkan kemungkinan terburuk tentang perubahan Galant, saat itu juga Vildory merasakan waktu berjalan dengan cepat. Matanya bahkan tak sampai berkedip, meski Vildory tahu betul bagaimana Galant sudah berada di samping kirinya dengan seluruh kepalanya menyerupai ular besar, tapi tidak dengan tubuhnya. Vildory bahkan belum sempat menolehkan kepala ke arah Galant berada dan tanpa diduga taring ular Galant sudah menancap dibahunya. Tubuh Vildory langsung menegang dan matanya terbelalak tanpa perintah.

Darah menetes dari bahu Vildory dengan derasnya, tapi ada yang aneh di sana. Seolah darah itu terbakar dan menimbulkan jejak asap  berwarna merah darah. Vildory juga merasakan bagaimana napasnya tiba-tiba tak beraturan dengan posisi kepala serasa berputar di udara. Kakinya terasa tak memijak tanah, meski nyatanya Vildory masih berdiri tegap seperti semula. Dengan sadar, Vildory menyentuh bahu dan darahnya, begitu panas dia rasa. Degupan jantungnya memompa lebih cepat dari semestinya dan dia merasa tak lagi ada di dunia. Seakan perputaran waktu begitu cepat menghampirinya, meski dalam keadaan nyata, waktu yang Vildory jalani tak lebih dari lima detik saja.

Akademi Para PetarungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang