Hari di mana Nigi masih belum mengetahui apa-apa, di hari itu bahkan penderitaan tak dia rasa. Meski hidup hanya dalam dekapan Noa, dia tak pernah merasakan apa itu derita. Meski tidur di dalam rumah beratap langit dan berlantai tanah, Nigi kecil sama sekali tak merasa terhina. Dia bahkan masih sempat tertawa, meski terkadang makan hanya sebuah roti dan itu pun satu berdua. Satu lagi, meski tubuhnya menampung penyakit mengerikan dan membuat orang takut tertular. Namun, Nigi juga tak peduli, selagi Noa tidak ikut menjauh seperti yang orang-orang lakukan.
Hal itu juga didukung oleh kasih yang Noa beri. Walaupun hidup di dalam rumah tak beratap dan tak berlantai, Noa akan menjadi atap sekaligus lantai buat Nigi. Menjadikan tubuhnya kasur, tempat Nigi tidur dan menjadikan tangannya atap, sekedar bentuk penutup. Pun saat mendapatkan makanan, bagian terbesar akan Noa berikan kepada adiknya. Lapar dan dahaga bisa dia tahan, asalkan sang Adik bisa makan dan minum tanpa keluhan.
Suatu ketika mereka berdua berjalan mengelilingi kota--mencari sesuatu yang mungkin bisa mereka konsumsi. Berjalan beriringan tanpa ada bekal sama sekali. Biasanya mereka makan dari pemberian orang-orang yang bersimpati. Memberi mereka roti untuk makanan sehari-hari. Namun, hari itu berbeda, tak ada orang yang memberi roti, bahkan tak ada yang menghampiri. Maka dari sanalah Noa bertekat mencari makanan sendiri. Tak akan dia biarkan sang Adik menahan lapar seperti ini.
Di kota yang mereka tinggali ini, Noa dan Nigi masih terlalu kecil untuk mengerti. Bagaimana cara orang mendapatkan sebuah roti karena sedari tadi saat dia menengadahkan tangan, semua orang mengusir mereka pergi. Tak ada yang berniat memberi dan memalingkan wajah seolah tak peduli.
"Terima kasih! Sering-seringlah kerkunjung ke toko kami!" Sang Penjual roti tampak berterima kasih kepada pelanggannya yang membeli.
Noa hanya menatapnya dari jauh, memandang bagaimana reaksi antara penjual dan pembeli. Baru setelahnya dia mengerti, bahwa untuk mendapatkan sebuah roti, mereka perlu benda logam bulat yang berbentuk pipih. Dan di sini, Noa dan Nigi sama sekali tak memiliki.
"Kak, aku lapar!" rengek Nigi meneguk ludah melihat orang-orang memakan roti.
Noa mengelus pucuk kepala adiknya, merasakan rambut Nigi yang panas di terpa sinar matahari. "Tunggulah sebentar lagi!" hibur Noa meski dia sama sekali tak tahu harus bagaimana.
Nigi hanya mampu menahan tangis dan berlindung dibalik bayangan Noa dari terik matahari. Sementara Noa, dia tampak menoleh ke segela arah. Mencari tahu, di mana dia bisa mendapatkan benda pipih yang bisa diganti dengan roti.
Kemudian, seolah bibirnya dipaksa untuk tersenyum, Noa langsung berlari. Meninggalkan Nigi yang terkejut melihat Noa meninggalkannya sendiri. Tak jauh dari tempat mereka tadi berdiri, Noa berjongkok memungut sebuah benda bulat pipih. Mengangkatnya ke udara dan memamerkannya kepada Nigi. Benda yang persis seperti alat tukar orang-orang untuk membeli roti. Nigi tentu sama sekali tak mengerti. Apa yang Noa temukan, Nigi tak tau untuk apa benda itu nanti.
"Tungggulah sebentar di sana! Aku akan menukarkannya dengan roti!" pekik Noa agar Nigi bisa memahami.
Nigi sama sekali tak mengiyakan, anak itu justru berlari ke arah Noa. Mengikuti langkahnya menemui pedagang roti.
"Anu ... bisakah aku menukar sebuah roti dengan ini?" tanya Noa mengangkat tinggi-tinggi tangannya karena meja roti itu cukup tinggi.
Sang Penjual tampak mendekat, menilik koin milik Noa dan kemudian menggeleng lemah. "Maaf, Adik koin ini sudah tidak berharga sebagai alat tukar lagi. Jika kau punya, setidaknya angka satu di koin ini bertuliskan angka lima. Dengan begitu, aku bisa memberimu satu buah roti!" terang wanita penjual dengan sedikit menjongkokkan badannya yang tinggi.
Pastinya Noa tidak mengerti, angka satu dan lima itu sama sekali tak dia pahami. Padahal, bentuk dan warna koin yang dia miliki sama saja dengan yang orang lain beri sebagai penukar roti. Alhasil, Noa hanya bisa menengadah minta dikasihani. Dia pikir, benda ini bisa menyelamatkan adiknya dari rasa lapar yang menguasai. Namun, yang dia dapat justru tak ada sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akademi Para Petarung
FantasyTentang sebuah akademi, di mana para petarungnya harus siap mati dalam menjalankan misi, atau mati di tangan rekan sendiri. Star : 21 Maret 2023 Finish : 11 April 2024