37

108 10 0
                                    

Tujuh Kilo Meter telah mereka tempuh, tapi tanda-tanda keberadan hantu tak juga ditemui. Tentu saja dia telah beranjak dari sana dan menemukan keberadaannya adalah sebagian dari misi. Untuk itu, pulang ke akademi bukanlah hal yang bisa dilalui. Keberhasilan misi adalah suatu alasan bagi petarung kembali ke akademi. Bahkan, jika harus mencari berhari-hari, tak ada yang keberatan sama sekali. Semua orang menyetujui karena memang itu tujuan akademi berdiri. Membasmi hantu, dengan tekat berani mati.

Setelah cukup lama mencari, akhirnya Liam mengomandai untuk beristirahat dahulu. Membuat Vildory langsung berhenti dan bersandar pada pohon kayu. Melepas lelah karena dari awal Vildory sudah penat lebi dulu. Staminanya tak sama dengan dua orang, yang sepertinya jika terus maju, mereka tak akan mengeluh. Sementara Ale dan Liam berdiri, Vildory di sandarannya terlihat sudah hampir tertidur di situ. Perbedaan stamina mereka terlalu kentara dan membuat Vildory terus melenguh. Berharap, kekuatannya bisa menyamai dua orang itu.

"Senior, boleh aku bertanya?" tanya Ale dengan gurat penuh harap.

Liam tampak mengangguk. "Selagi yang kautanyakan masuk akal, aku akan menjawabnya!" seru Liam dengan mata tetap waspada.

"Sudah berapa banyak hantu yang kau basmi?" tanya Ale dengan tatapan penuh selidik.

"Entahlah! Aku bahkan tak ingin menghitungnya," sahut Liam melirik Ale sekejap.

Ale tampak mengerutkan dahi. Seakan jawaban Liam tak memuaskan baginya. Tatapannya bahkan tak lepas dari Liam sama sekali. Membidiknya seolah Liam adalah musuhnya saat ini. Entahlah, sepertinya Ale berniat mengulik masalah Liam lebih jauh lagi.

"Tidak ingin menghitungnya? Bukankah hantu yang kau basmi bisa dihitung jari saja?" tanya Ale lagi dengan mata sama sekali tak beralih.

"Hei, hei, Ale apa yang kau bicarakan? Mana mungkin peringkat tiga membunuh hantu bisa dihitung jari! Aku saja yang masih tingkat satu sudah membasmi satu hantu, bahkan kau sudah membasminya lebih dari itu. Kau sedang meremehkan senior, ya?!" selah Vildory tak terima dengan pertanyaan Ale yang terdengar tidak mungkin.

Liam tampak tertawa pelan, menurunkan kewaspadaan karena rasanya cukup aman. Kemudian, Liam menatap Ale sepenuhnya dengan mata tak dia kedipkan. Memicu jantung Ale berdetak lebih kencang dan kini membuat Ale yang meningkatkan kewaspadaan. Bukan kewaspadaan terhadap hantu, tapi senior yang kini dengannya sedang berhadapan.

"Tahu apa kau tentangku?" tanya Liam dengan nada bicara seperti biasa. Tak ada penegasan, tak ada kemarahan, pun tak ada siasat untuk menganggap Ale musuh.

Meski terdengar tenang, namun efeknya membuat Ale merasa terguncang. Wajahnya terlihat tegang seolah ada seutas tali yang tengah mengekang. Entah itu suatu kewajaran, atau memang Ale kini merasa dililit ancaman.

"Aku ... hanya ingin memastikan! Soalnya, beberapa misi yang kujalani dengan beberapa senior lainnya, mereka menyebut dirimu tak pernah melakukan pembasmian, kecuali saat kau benar-benar terancam." terang Ale cepat.

Sebab, ini di luar akademi. Kalaupun pertarungkan antar petarung terjadi, maka peleraian tak akan terjadi. Meskipun alarm pada jam mereka berbunyi, petinggi tak akan bisa apa-apa karena mereka tak ada di sini. Untuk itu, Ale tak ingin memancing Liam lebih jauh lagi. Takutnya pemuda itu punya maksud tersembunyi.

"Ahahaha ... semua itu memang benar! Aku tak ingin membasmi satu pun hantu kalau bukan dalam keadaan terdesak."

Ale dan Vildory tampak membelalakkan mata, seakan apa yang tadinya Liam katakan adalah sebuah pengakuan. Pengakuan bahwa dirinya tak memihak akademi yang jelas-jelas prioritas utama akademi adalah pembasmian. Lantas, Ale meningkatkan lagi kewaspadaan, begitupun Vildory yang sudah berdiri waspada terhadap lawan.

Akademi Para PetarungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang