8

197 21 2
                                    

Vildory berdecak sebal, perutnya sudah sangat lapar, tapi dia sekarang masih menunggu di atas pohon. Takutnya, masih ada bahaya yang menanti jika saja dia turun. Dilihat dari waktu yang tersisa, Vildory hanya punya 10 menit 22 detik lagi. Selama waktu berlalu, Vildory hanya berdiam diri di atas pohon, sampai-sampai dia sendiri merasa lelah dan ingin segera mengubah posisinya. Dari awal sampai sekarang, posisinya masih sama. Duduk pada satu ranting yang cukup besar dengan kaki dia tekukkan. Berpegangan pada ranting lain dan itu membuat tanganya memerah karena tidak kunjung dilepaskan.

Vildory pun memberanikan dirinya turun dari pohon yang Vildory sendiri tidak tahu itu pohon apa. Mengendap setelahnya karena Vildory ingin melanjutkan perjalanan. Waktunya tidak banyak lagi karena waktu yang berharga itu dihabiskannya di atas pohon sana. Entah karena dia bodoh atau apa, yang jelas orang lain tidak akan melakukan hal serupa. Bagaimanapun juga, orang lain pasti akan mencari cara yang berbeda. Karena semua peserta bertarung dengan waktu dan tidak ada yang tahu jarak dari gedung penguji ke akademi sejauh apa. Pastinya orang pintar akan berpikir untuk lari dari bahaya. Bukannya bersembunyi dan menyia-nyiakan waktu yang tersisa.

Di saat kakinya menyentuh tanah, Vildory langsung menyiapkan langkah. Lari adalah tujuan selanjutnya karena kehabisan waktu akan menjadi masalah. Sudah cukup dengan rasa takutnya dan sekarang yang harus dikeluarkan hanya keberanian dan kecepatan saja. Kalau nantinya jarak yang harus ditempuh berkilo-kilo meter, maka hanya ada kegagalan yang tersisa.

Vildory pun berlari dengan kecepatan tercepat yang dia bisa. Bukan hanya karena ingin bersegera, tapi juga karena makhluk berkepala tiga tampak mengejarnya. Karena kurang suka berolahraga, lari Vildory juga tak cukup cepat dan dia pun mudah lelah. Padahal, terhitung 8 menit saja lamanya semenjak Vildory memulai langkah.

Tak lama setelahnya, tampak senyuman terpatri di bibirnya kala melihat seberkas cahaya terpancar tak jauh dari arahnya. Meskipun lelah, Vildory justru mempercepat larinya.

Hingga gelap yang tadinya menyelimuti perjalanan, kini sudah digantikan dengan terangnya cahaya matahari. Entah apa pula yang terjadi, di saat Vildory menghadap ke belakang, pepohonan yang semula dilaluinya terlihat terang sama seperti di posisinya kini. Makhluk yang tadi mengejar pun tak lagi menampakkan diri. Yang jelas itu adalah sihir dan Vildory tidak ingin mengetahui.

Vildory kembali menatap ke depan, ada dua penjaga gerbang yang menantinya. Di tengah-tengah gerbang juga ada seekor kucing hitam yang tengah menjilati bulunya. Lalu, di dalam sana berdiri bangunan megah dengan ketinggian dan luas yang luar biasa.

"Hei, kau cepatlah, waktunya tinggal sedikit lagi!" Satu di antara penjaga gerbang meneriaki Vildory karena tak kunjung memasuki gerbang.

Seketika Vildory ingat dengan pesan Alaric yang berupa, 'Jangan percaya kepada siapapun selain kepada dia yang menunggumu di gerbang masuk akademi!' Itu pesannya.

Seketika kebingungan Vildory memenuhi otaknya. Alaric berkata untuk mempercayai dia dengan artian satu orang saja. Kalau saja Alaric memintanya percaya kepada dua orang, pastinya Alaric akan mengatakan mereka bukan dia. Untuk itu, Vildory sedikit kebingungan untuk mempercayai yang mana. Jangan sampai dia salah mempercayai orang lain yang ujung-ujungnya menimbulkan masalah.

"Hei, cepatlah!" penjaga sebelah kiri gerbang melangkahkan kaki satu langkah ke arah Vildory untuk memintanya segera masuk.

Dengan begitu, Vildory berpikir adanya petunjuk di sana. Langkah yang penjaga sebelah kiri lakukan membuatnya menjadi satu langkah di depan penjaga yang satunya. Itu bisa saja kode kepada Vildory, berupa dialah yang harus dipercaya. Karena dengan satu langkah yang dia ciptakan, membuatnya seolah melakukan penyambutkan kepada Vildory yang masih kebingungan di tempat.

Akademi Para PetarungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang