13

157 14 0
                                    

Sampailah Vildory dan Arnold pada lantai tertinggi bangunan ini. Lantai yang katanya dilarang memasuki untuk semua murid akademi. Dan sekarang sepertinya Vildory menjadi orang pertama yang mengingkari. Ada sedikit rasa takut dalam diri Vildory, tapi dia tetap mencoba untuk berani. Bertemu dengan seseorang yang merupakan tujuan utamanya datang ke akademi. Hal itulah yang menjadi penunjang akan keberanian yang menantang dalam diri Vildory.

Berbeda dari lantai-lantai sebelumnya, yang mana api dari beberapa obor yang menyala menjadi penerang. Namun, di sini hanya ada gelap yang mengisi suasana. Hanya cahaya remang-remang yang bisa Vildory tangkap dari arahnya. Arnold yang berbulu hitam pun kini menjadi sulit untuk Vildory kenali. Meski begitu, Vildory tak ada niatan untuk menghentikan langkah. Terus maju ke depan sana karena tujuannya ada di sana.

"Arghh!"

Baru saja Vildory ingin menanyai di mana keberadaan Arnold, suara rintihan seseorang membuatnya enggan bersuara. Mencoba mengenali suara itu yang mungkin saja berasal dari mulut Arnold yang kini entah di mana. Meski mulai ketakutan lagi, Vildory tetap tak ingin menghentikan langkah. Terus maju mendekati suara yang sangat ingin Vildory ketahui.

"Arghh ... ggg!" Sekali lagi rintihan itu terdengar lebih memilukan lagi.

"Val, kau baik-baik saja?" Itu suara Arnold yang bisa langsung Vildory kenali.

"Arnold, si--siapa yang kau bawa ... bersamamu? Arnold, apa kau mencoba mengkhianatiku?" teriaknya.

Vildory baru bisa mendekati dua suara yang kini sedang berbicara. Karena cahaya biru yang menyala di dekat suara Arnold tadinya menggema. Dari remang-remang cahaya yang tercipta, Vildory bisa melihat langsung Arnold yang berdiri di depan sebuah sel penjara. Cahaya biru itu pun berasal dari dalam sana dan Vildory pun juga mampu menangkap wujud seseorang yang terkurung di sana.

Manusia dengan wujud tak biasa, berupa kulit pucat, tapi dipenuhi corak kehitaman. Wajahnya pun tak biasa, memang terlihat seperti manusia, namun dari melihatnya saja Vildory tahu kulitnya sedikit lebih keras dari manusia pada umumnya. Ditambah lagi dengan dua tanduk pada dahinya yang terlihat kokoh dan terlihat tajam. Bola matanya yang berwarna merah padam itu sering kali terpejam. Beserta dengan rintihan mulutnya yang tak henti-hentinya mengerang. Rambut sebahunya tampak berantakan dan pakaian yang menjadi pelindung tubuhnya juga terlihat tak layak dikenakkan.

"Cepat usir ... dia!" rintih dia yang sudah pasti adalah Valta kakaknya Vildory.

Cahaya biru yang keluar dari telapak tangannya pun mulai membesar dan seakan siap untuk disemburkan. Benar saja, Valta mengayunkan tangannya, sehingga cahaya biru itu memantul pada sel tahanan. Akibatnya, cahaya itu memantul mengenai dirinya sendiri dan itu menambah rintihannya.

"Vildory, ini diluar kendaliku, kita harus cepat pergi dari sini! Kalau tidak, Valta akan mengamuk dan hanya akan melukai dirinya sendiri!" pekik Arnold dan berbalik segera.

Berbeda dari dugaannya yang mengira Vildory akan segera berlari, yang terlihat justru Vildory mematung di tempatnya. Menatap lurus ke arah Valta dengan matanya yang mulai basah. Mudah saja dikenalinya dari posisi Arnold saat ini betapa menggigilnya tubuh Vildory menatap Valta di hadapannya.

Alarm di samping kanan sel Valta berbunyi dengan serangan yang tadinya Valta ciptakan. Dalam sekejap, langkah beberapa orang mulai terdengar menghampiri sel Valta, Valta bahkan semakin menggila tanpa alasan. Arnold pun mengakui ini kali pertama dia melihat Valta mengamuk demikian. Melihat Vildory yang bergeming di tempatnya, Arnold langsung berhambur menghampiri Vildory agar bisa segera melakukan persembunyian. Arnold tampak mengeluarkan cakarnya dan melukai Vildory pada kaki kanan. Kemudian, dengan sigap Arnold menjilat darah itu dan melilitkan ekornya pada kaki Vildory yang tadinya dia beri cakaran.

Akademi Para PetarungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang