3 | Rei Kastara - First Love

35 3 0
                                    

Aku menemukan cinta pertamaku.

"Dor!"

Teriakan serta tepukan gadis yang tingginya sedikit di bawahku itu tidak membuatku terkejut. Aku hanya memasang wajah datar, lalu kembali bermain ponsel.

Namun, jalanku menuju kelas terhenti saat tangan gadis itu mengambil paksa ponselku. Terpaksa aku harus berhenti membaca tulisan di postingan itu.

"Ck, balikin!"

"Nggak. Gue mau sita HP lo sampai besok. Gue nggak terima sama perbuatan lo tadi pagi."

"Apaan, sih?!"

Valya tersenyum miring sembari memasukkan ponselku ke tasnya. "Lo pasti nggak akan bisa seharian tanpa benda ini."

Sial! Dia tahu sekali hal itu. Bagaimana bisa aku tidak memegang ponsel selama satu hari penuh?

"Emang salah gue apa, sih?"

"Hah?" Nada gadis itu menjadi sarkas. Ia berdiri di hadapanku dengan tangan berkacak pinggang. "Berani, ya, lo sama senior? Ngapain tadi pagi cosplay jadi mata doang berdiri di depan jendela balkon? Gara-gara lo, Om sama Tante jadi marah ke gue."

Tawaku sedikit tertahan mendengar ocehan gadis itu. Aku memutar bola mata, lalu memajukan wajahku lima sentimeter. "Salah lo sendiri jadi orang penakut."

Aku memeletkan lidah sembari menekan bagian bawah kelopak mata.

"REEEIIIIII!"

Tidak lagi memedulikan kakak kelas tetanggaku itu, aku berjalan pergi lebih dahulu.

Saat aku sedang berjalan sendirian sore-sore. Hujan mengguyur seragam serta tubuhku yang belum mandi dari kemarin.

Tulisan itu aku post di Facebook, tetapi tidak kulanjut. Memang tidak ada yang membaca atau menanggapi, malah membuatku senang. Dengan begitu, aku bebas bercerita apa pun tanpa takut diketahui orang yang kukenal.

Namun, sayang sekali seseorang menemukannya. Dari sekian banyak orang yang kukenal, kenapa harus cewek gila itu? Maksudku, Valya. Iya, si hiperaktif yang super cerewet itu.

Saat dia berkata menyita ponselku, ia tidak menyembunyikannya, tetapi mengutak-atiknya. Sungguh, malang sekali nasib smartphone-ku itu.

Tepat sepulang sekolah, dia menghampiriku. Kami pulang bersama dengan ocehannya yang tidak berhenti.

"Hahaha, ini serius lo? Gila, sih, selama ini gue kira lo cupu, ternyata suhu, hahaha. BTW, siapa cinta pertama lo? Lucu banget, kayak bukan lo."

Kesal terlalu lama mendengar kalimat panjang gadis itu, aku berdecak. "Lo—"

"Hah?"

Untuk beberapa saat, di perjalanan pulang kami di dalam bus, hening. Bukan karena penumpang yang sedikit, tetapi karena percakapan terakhir di atas.

"Hah? Lo ... suka sama gue?" tanya Valya dengan nada serius.

Mendengar itu, entah kenapa wajahku memerah sampai telinga. Namun, rasa gugupku berubah kesal saat ia malah tertawa kencang.

"Hahahaha lucu banget, Rei! Sumpah, lo—"

"Ck!"

Karena tidak mau dikatain terus sama anak tidak jelas itu, aku memilih mengajaknya ke belakang rumahku. Setelah sampai rumah, tanpa membiarkannya pulang lebih dahulu, aku langsung menyeretnya menuju sebuah makam.

"Lo ng-nggak usah kepedean, deh." Aku menunjuk makam kecil di bawah pohon mangga di belakang rumah.

"Dia Chelsea, ya? Kenapa bisa mati? Padahal dia cinta pertama lo, tapi harus berakhir ngebuat lo patah hati begini. Jahat banget Chelsea nggak mau balas cinta lo."

Ya, aku menemukan Chelsea pertama kali di bawah pohon sepulang sekolah. Kala itu hari sedang hujan deras sampai hampir terjadi banjir. Aku tidak tega melihat kucing cantik berwarna putih susu itu. Aku jatuh hati pada Chelsea. Akan tetapi, sebulan kuadopsi, dia mati.

"Sabar, ya, Rei. Gue paham banget sama perasaan lo itu. Sabar, masih ada gue."

Valya jongkok di hadapan makam itu, lalu memberi doa sejenak. Ia belum menyadari sesuatu terjadi pada tubuhku.

Hingga ketika menoleh, barulah ia sadar. Wajahnya langsung memerah sampai telinga, lebih parah dariku.

Perkataannya barusan tidak bermaksud apa-apa, 'kan?

***

03 Februari 2022.

Oke, semua isi work ini benar-benar nggak jelas dan nggak seru buat dibaca.

.

BTW, tema day 3 : tulisan dengan tema 'cinta pertama.'

Coffee Time [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang